Ads 728x90

Eroge no Heroine Volume 3 Chapter 3

Posted by Chova, Released on

Option




Note: Nama Osamu itu Shuu, yakk. Maaf ya.


Chapter 3


Dalam kehidupanku sebelumnya, dimana aku tidak mempunyai pacar, menghabiskan waktu setiap hari dengan kehadirannya benar-benar sebuah mimpi bagiku.

Ada begitu banyak hal yang ingin kulakukan.

Hanya ngobrol saja sudah cukup, dan aku juga ingin sekali berjalan bergandengan tangan ke sekolah... Dan jika hubungan dengannya semakin berkembang, berpelukan dan berciuman, hal-hal yang belum pernah kualami, bagaikan mimpi yang menjadi kenyataan.

“Jadi… begitu, begini ya rasanya punya pacar dalam hidup seseorang.”

Aku menggumamkan kata-kata itu secara refleks.

Sejak aku mulai berkencan dengan Ayana beberapa hari yang lalu... tidak ada satu hari pun diamana aku tidak merasakan kebahagiaan dan bersyukur atas hal ini. Dari awal setiap hari hingga saat aku bangun--- Aku selalu memikirkan hal-hal ini.

"… Masih jam 6 pagi ya."

Mungkin karena setengah jam sebelum waktu bangun biasanya, aku merasa mengantuk.

30 menit di pagi hari sangatlah berharga… tetapi kenyataan bahwa aku merasa mengantuk berarti tubuhku memberitahuku bahwa aku harus tidur lagi.

Baiklah, kalau begitu, aku akan tidur!

"Selamat malam."

Saat aku memakai selimut, aku berbaring miring dan menyerah pada sisa waktu yang tersisa untuk tidur…

Tidur 30 menit itu hilang dalam sekejap mata.

(… Hmm, apa ini sudah 30 menit?)

Karena rutinitasku selama seminggu adalah bangun jam 06.30, walaupun masih mengantuk, aku bangun sekitar jam tersebut.

Meskipun aku masih memiliki sisa waktu tidur, kenyataan kalau aku terbangun lagi seperti ini berarti waktu yang tepat bagiku untuk bangun.

“……?”

Yah, aku berpikir untuk bangun dengan patuh, tetapi aku merasakan kehadiran di balik pintu. Mungkinkah itu ibuku...? Aku berpikir begitu, tapi dia jarang naik ke lantai dua pagi pagi seperti ini... Tapi, selain aku, satu-satunya orang di rumah ini adalah ibuku... jadi, mungkin itu dia.

Saat aku melihat pintu dengan selimut menutupi kepalaku, aku melihat seseorang masuk perlahan.

Namun, bukan ibuku yang membukakan pintu.

“Selamat pagi~”

Sambil menyapa dengan suara pelan, yang masuk dengan pelan adalah Ayana.

Bagaimana bisa dia ada di sini di jam segini, padahal seharusnya dia kemarin sudah pulang ke rumah...?

Mengabaikan kebingunganku, Ayana mendekat sambil tersenyum lembut.

Rupanya, dia tidak menyadari kalau aku sudah bangun.

“Towa-kun, kamu masih tidur, kan? Aku datang saat ini karena aku ingin bertemu denganmu secepat mungkin… Aku sangat mencintaimu!”

Oh… sepertinya Ayana datang sepagi ini hanya karena ingin bertemu denganku.

“Towa-kun~ Apa kamu masih tidur? Saatnya bangun~ … Fufufu♪ Ini sangat menyenangkan. Meskipun ini bukan pertama kalinya, aku selalu ingin membangunkan seseorang yang sangat kucintai seperti ini.”

… Sebelum aku kembali tidur, aku menyebutkan beberapa hal yang ingin aku lakukan saat aku punya pacar, dan menurutku salah satunya adalah dia membangunkanku.

Ayana juga mengatakannya, meski ini bukan yang pertama kali... Tapi, melakukannya seperti ini benar-benar seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

“Umm~ Sebenarnya kamu sudah bangun dan menikmati reaksiku saat ini, kan?”

Eh!?

“Towa-kun, terkadang kamu melakukan kenakalan seperti itu… Apa kamu ingin aku memeriksanya sedikit?” 

Eh!?

"Jika kamu bangun, kamu mungkin berpikir 'Eh!' di dalam dirimu, kan?" 

Bagaimana dia tahu?

Sepanjang hubungan kami, aku merasa Ayana bisa dengan mudah membaca pikiranku… Mungkin dia punya kemampuan yang tak kutahui.

(Yah, itu tidak mungkin)

Saat aku memikirkan itu, dia mendekatiku.

“Selamat pagi, Towa-kun.”

“………”

“Sepertinya kamu masih tidur. Ekspresi tidurmu hari juga sangat imut dan keren ♪”

Imut atau keren? Yang mana?

Dari sudut pandangku, wajah Towa memang sangat tampan, dan wajar kalau disebut imut, karena wajah yang imut dan menarik itu berpadu dengan daya tariknya... Tetapi, pada akhirnya, itu adalah wajahku sendiri, jadi kalau aku mengatakannya mungkin terdengar seperti orang yang narsis.

(… Ada apa ini?)

Aku merenungkan keadaanku dan, meskipun mataku baru setengah terbuka sampai beberapa saat yang lalu, aku menutupnya sepenuhnya sehingga Ayana, yang mendekat, tidak menyadari apa pun. Satu-satunya informasi yang kudapat adalah melalui telingaku... Jaraknya sangat dekat, cukup dekat untuk setiap gerakan wajahku untuk menyentuhnya. Tidak ada keraguan… pasti ada di sini!

“Hmm… Haa~ ♪ Wajah tidurmu… yang terbaik, Towa-kun ♪”

Ayana-san… Dia benar-benar menatapku!

Selain nafasnya, aku bisa mendengar suaranya yang provokatif, yang membuatku bergairah pagi pagi begini... Tapi bahkan sekarang, jika aku menganggap kalau memiliki hak istimewa seperti ini adalah berkat memilikinya sebagai pacar, aku merasa senang.

Namun… Berapa lama aku harus terus berpura-pura tertidur…?

“Aku bisa melihatmu berjam-jam. Aku sangat mencintaimu, Towa-kun.”

Mungkin, dia tidak menyangka aku akan terbangun dengan bisikan ini… Sepertinya dia benar-benar asyik dengan wajah tidurku.

Di saat-saat seperti ini, aku tidak bisa membuat wajah konyol... atau dengan sengaja mengatakan hal-hal untuk menghiburnya. Selain itu, aku tidak bisa membuka mataku sekarang.

“… Towa-kun, apa kamu benar-benar tertidur?”

Jantungku berdetak sangat cepat dan kuat.

Jika aku membuka mataku sekarang, bukankah Ayana akan menatapku dengan pupil matanya terbuka lebar seolah-olah mengatakan kalau dia tidak akan mentolerir kebohongan? Tentu saja hal itu tidak akan terjadi, kan?

Mungkin ini pembalasan karena berpura-pura tidur di depan pacar cantikku.

“Ayana-chan, Towa belum bangun?”

“Kurasa belum, Akemi-san--- Maukah kamu melihat wajah tidurnya bersama-sama?” 

..........? Apa yang dia katakan?

"Baiklah! Aku juga ingin melihat wajah anakku tersayang yang tertidur setelah sekian lama!” 

Ibu, apa yang kau katakan?

Kehadiran di sisiku berlipat ganda, dan aku dengan jelas merasakan tatapan Ayana dan ibuku pada wajahku yang tertidur.

(Hukumanku karena berpura-pura tidur diawasi oleh mereka berdua? Neraka macam apa ini...? Eh? Neraka? Ya, ya, ini pasti neraka.)

Setelah itu, aku membuka mata secara alami sekitar 5 menit kemudian… dengan kata lain, apa kau mengerti maksudku? Aku menghabiskan waktu kurang lebih 5 menit diawasi oleh mereka berdua.

“Sesekali, ini tidak apa-apa, kan? Aku ingin melakukannya lagi jika ada kesempatan lagi!”

“Aku bersedia menemanimu!”

"Tolong berhenti!"

Mau bagaimana lagi, suaraku bergema seperti itu.

“Ya Tuhan… pagi-pagi sudah lelah.” 

“Fufufu, itu karena kamu pura-pura tidur, tahu?” 

Ayana berkata begitu sambil menghela nafas.

Rupanya, bukan hanya Ayana yang menyadari sandiwaraku, tetapi ibuku juga menyadarinya... dan yang paling mengejutkan adalah mereka berdua menyadarinya saat mereka memasuki kamarku.

Meskipun mereka berdua memperhatikanku di sampingku sepanjang waktu, mereka tetap berhasil mengejutkanku dengan cara yang spektakuler.

"… Ehehehe."

"Ada apa?"

Tiba-tiba meninggikan suaranya, Ayana memiringkan kepalanya.

Aku tertawa bukan tanpa alasan, tapi ada alasan khusus dibalik tawaku.

“Apa kamu ingat apa yang terjadi dengan Seina-san? Ayana, meskipun kamu tidak ada di sana pada saat itu, aku merasa kamu menemukan tempat terbaik untuk muncul.”

“Ya… Fufufu, itu benar.”

Seina-san, ibu Ayana... awalnya kupikir dia tidak akan pernah menerimaku, dan mungkin kami tidak akan pernah mencapai kesepakatan meskipun Ayana ada di antara kami.

Namun, bisa mengobrol dengan Seina-san dan sampai pada titik di mana dia memintaku untuk datang ke rumahnya tanpa ragu-ragu, merupakan sebuah langkah besar.

“Akulah yang paling terkejut, tahu?”

Itu benar, dan tidak heran dia mengatakannya sambil tertawa canggung.

Saat pertama kali aku mengunjungi rumahnya, ekspresi Seina-san cukup muram, tapi setelah kami berbaikan, dia hanya bisa tersenyum.

“Kenapa aku begitu lama menjauhi lingkungan yang hangat…? Aku benar-benar bodoh.”

Dia terkadang berkomentar dengan kata-kata negatif itu, namun secara umum dia selalu tersenyum.

Dan dia juga memberitahuku semua alasan kenapa Seina-san… tidak menyukaiku sebagai Towa.

“Aku tidak pernah membayangkan ayahku dan Seina-san adalah teman masa kecil.”

Ya… Aku tidak pernah membayangkan hubungan seperti itu ada.

Meskipun aku menggunakan semua ingatan dari kehidupanku sebelumnya, informasi itu tidak tersedia sama sekali. Jadi, kebenaran ini adalah sesuatu yang hanya bisa kuketahui dengan hidup sebagai penghuni dunia ini.

(… Mereka juga teman masa kecil di sini, ya?)

Hubungan teman masa kecil… walaupun ini adalah klise umum dalam komedi romantis, saat aku berpikir tentang bagaimana hubungan itu menyebabkan semua kekacauan hingga saat ini, semuanya menjadi cukup rumit.

“Kamu belum memberitahu Akemi-san, kan?”

“Yah, iya… Jika Seina-san disini, mungkin tidak akan terlalu rumit, tapi menurutku tidak sopan untuk membicarakannya tanpa kehadirannya.”

“Ya, itu masuk akal juga…”

Namun, aku sudah memberitahu ibuku tentang rekonsiliasi dengan Seina-san. Meskipun dia tampak cukup terkejut dan matanya membelalak, dia bilang kalau dia ingin mendengar lebih banyak tentang hal itu jika ada kesempatan… Bagaimanapun juga, itu adalah cerita yang sangat mengejutkan.

“Tapi yang pasti semuanya berjalan ke arah positif… Nee, Towa-kun?”

"Hmm? Ada apa?"

Ayana berhenti dan menatapku.

Angin sepoi-sepoi bertiup, menggerakkan rambut panjang dan roknya… dan matanya, mengintip dari sela-sela poninya yang tergerai, menatapku dengan serius.

“Ayo berjalan sambil berpegangan tangan”

"Oh, tentu…"

Untuk ajakan yang begitu serius dan ekspresi yang begitu intens, ternyata sangat imut...

Aku menggandeng tangan Ayana sesuai perkataannya, lalu kami terus berjalan menyusuri jalan menuju sekolah, yang sedikit demi sedikit dipenuhi lebih banyak orang.

“Towa-kun, mungkinkah… kamu bisa melihat masa depan?”

"Huh?!"

Perkataan Ayana membuatku tanpa sadar bergidik.

Untung saja kebingunganku sepertinya tidak sampai ke Ayana, tapi siapapun pasti terkejut kalau tiba-tiba ditanya hal seperti itu… Yah, apalagi orang sepertiku.

“Tidak ada makna mendalam dalam hal itu. Itu bukan berarti kamu bisa melihat masa depan Towa-kun, hanya saja semuanya tampak berjalan ke arah yang baik saat aku bersamamu... Itu hanya kesan... seperti kamu memprediksi sesuatu yang buruk yang mungkin akan terjadi di masa depan dan kamu membantuku."

Dia mengatakan itu sambil tersenyum.

Dia sangat cerdas... Aku sudah mengetahuinya dari sebelumnya, tapi meski itu hanya kesan di benaknya, memikirkan hal seperti itu... sungguh, Ayana adalah gadis yang luar biasa.

"Itu benar."

"Eh?"

Itu sebabnya, sedikit saja, mungkin aku harus mengatakan yang sebenarnya padanya.

“Entah bagaimana, aku tahu apa yang akan terjadi. Jadi aku berpikir tentang apa yang bisa kulakukan dan bertindak sesuai dengan hal itu."

Mungkin, setelah mendengar kata-kataku, dia hanya akan tertawa.

“… Fufufu♪ Towa-kun benar-benar luar biasa!”

“Aku sama sekali tidak percaya pada senyuman itu, tahu?”

“Bukan begitu♪ Tapi yahh, memikirkan seseorang yang menganggapku begitu tinggi adalah sesuatu yang luar biasa… Aku mencintaimu, Towa-kun♪”

Seperti yang diharapkan, dia tersenyum, tapi kemudian dia menjatuhkan bom manisnya padaku secara maksimal.

Sepertinya Ayana sudah tidak lagi puas hanya dengan menggenggam tanganku dan mendekat sambil memeluk lenganku erat-erat.

“Hari ini kita akan langsung ke kelas seperti ini!”

“Setidaknya sampai gerbang sekolah, oke?”

“Ehhhh~?”

Jangan salah paham, aku tidak peduli sama sekali, tahu?

Namun jika kami bersikap terlalu mesra di sekolah, para guru akan memarahi kami... Bahkan, aku pernah melihat pasangan yang lebih tua dimarahi karena terlalu lengket.

“Hmm… kurasa mau bagaimana lagi. Yah, kalau kita ingin bermesraan di sekolah, bersembunyi saja di suatu tempat. Sama seperti biasanya♪”

“Iya, aku tahu.”

“Kamu tidak akan memberitahuku kalau itu juga tidak baik?”

“Aku tidak akan mengatakannya, aku juga ingin bermesraan denganmu, Ayana.”

“………”

“Kenapa wajahmu memerah?”

“… Tidak tahu. Maksudku, bukankah kita melakukan hal-hal di luar kata-kata yang membuatku tersipu? Tapi kata-kata yang selalu kamu ucapkan kepadaku membuatku bahagia, Towa-kun, dan saat kamu mengucapkannya sesantai sekarang, aku merasakan ledakan di hatiku!”

“Itu seperti ditembak dengan pistol?”

"Tepat!!"

… Serius, kenapa gadis ini begitu menggemaskan dalam setiap detail kecilnya?

Saat aku mengatakan hal seperti itu padanya, wajahnya semakin memerah dan sepertinya aku benar-benar mengejutkannya.

"… Eheheh."

"Kenapa kamu tertawa!?"

"Maaf, maaf. Aku tidak bermaksud mengolok-olokmu, Ayana."

“Lalu kenapa kamu tertawa?”

“Karena kamu membuatku melihat banyak ekspresi berbeda darimu saat aku bersamamu… Melihat ekspresi imutmu… itu membuatku merasa beruntung.”

“………!!!”

… Ah, itu klise, sangat klise hingga membuatku merasa malu.

Namun, Ayana sepertinya lebih malu dariku dan memukulku dengan ringan.

“Ngomong-ngomong, seberapa kuat yang baru saja aku katakan padamu?”

“… Rasanya seperti ledakan bom cinta di hatiku.”

Bom cinta adalah pertama kalinya aku mendengarnya.

Hari ini, Ayana tidak hanya mengucapkan banyak kata, tetapi dia juga menunjukkan banyak ekspresi menggemaskan, jadi aku tidak dapat menemukan kata-kata untuk menggambarkan betapa menakjubkannya awal hari ini.

Nah, saat kami saling memandang, sesuatu terjadi.

“Kalian berdua… Tidak bisakah kalian mempertimbangkan waktu dan tempat?”

Sebuah suara seperti bel mengejutkan gendang telingaku dan dengan paksa mengalihkan pandanganku dari Ayana.

Tentu saja, kami tahu suara siapa itu, tapi Ayana dan aku mengalihkan pandangan kami ke sana di saat yang bersamaan.

“Selamat pagi kalian berdua. Kalian pagi-pagi tampaknya sudah sangat bersemangat.”

Meskipun dia memiliki ekspresi terkejut, matanya dipenuhi dengan kelembutan yang penuh percaya diri.

Orang itu--- Iori, berada di samping kami.

“Selamat pagi, Kaichou.”

“Selamat pagi, Honjou-senpai.”

Setelah menyapa lagi, Iori melanjutkan berbicara sambil melihat sekeliling.

“Seperti yang aku katakan sebelumnya, kalian harus mempertimbangkan tempat. Itu bukan berarti buruk, tapi kalian menarik perhatian.”

“Ugh… maaf. Tapi, itu Towa-kun…”

“Itu salahku?”

Aku memiliki keberatan mengenai hal itu!

Memang benar, asal usulnya adalah kata-kata kliseku, tapi awalnya Ayana-lah yang memulai percakapan... Meski begitu, apakah itu tetap salahku? Untuk beberapa alasan, aku merasa begitu dan aku menutup mulutku.

"Apa? Apa? Aku ingin kamu menceritakan semuanya padaku, Otonashi-san.”

Seolah-olah dia telah menemukan mainan yang menarik, Iori mengatakan itu pada Ayana dengan mata berbinar.

Ayana menjelaskan kepadanya tanpa mengelak apa yang kami lakukan dan bicarakan… Namun, Iori segera membuka mulutnya lagi dengan ekspresi tak percaya.

“Lagian, kalian sedang bermesraan, kan?”

Pada akhirnya, Ayana dan aku mengangguk sambil tersenyum masam.

“Kalian tidak mengganggu siapapun, jadi aku tidak akan mengatakan apa-apa lagi tentang hal itu. Sebagai kompensasinya, meskipun aku tidak tahu apakah itu benar, bolehkah aku bergabung dengan kalian dari sini?”

Aku dan Ayana mengangguk setuju dengan saran Iori.

Saat kami bertiga berjalan bersama ke sekolah, aku mundur sedikit, mengambil jarak.

(Lagipula, aku tidak dapat bergabung dalam percakapan saat ini.)

Percakapan itu telah berubah menjadi obrolan gadis penuh tentang kosmetik, perawatan rambut, dan topik-topik lainnya, membuatku tersingkirkan.

Namun, mendengarkan percakapan mereka memberikan pengalaman unik dan kesempatan untuk mempelajari topik yang biasanya tidak aku ketahui.

“Senang sekali bisa mengobrol denganmu, Otonashi-san.”

“Aku senang kamu mengatakan itu.”

“Juga… Oh, maaf, Yukishiro-kun. Aku mungkin sudah memonopoli Otonashi-san.”

"Tidak, tidak. Sangat menyenangkan melihat kalian menikmati obrolan kalian.”

Jika aku merasa kesepian karena Ayana sibuk, aku bisa menebusnya dengan menikmati waktu-waktu manis bersama sepulang sekolah.

"Eh? Kamu sepertinya sangat santai, seolah-olah kamu benar-benar memercayai Otonashi-san.”

“Fufufu♪ Yahh, jika aku merasa kekurangan teman, kita bisa bertemu di salah satu rumah kita dan menghabiskan waktu bersama, kan?” 

"… Yah, iya."

Tak hanya dengan kata-kata yang mengisyaratkan hubungan lengket dan manis, namun juga dengan gestur sensual menyentuh bibir dengan jari, Ayana memberikan suasana menawan.

Meski dia tidak melakukannya secara sadar, namun tindakan alami tersebut membuat para murid di sekitarnya, termasuk Iori, merasa bersemangat.

(Sungguh, dalam banyak hal, gadis ini luar biasa…)

Bukan hanya aku, tapi semua orang di sekitarnya jatuh tak terkendali dalam pesonanya.

Daya tariknya sebagai heroine, yang latar belakangnya tidak dapat terlihat, selalu aku rasakan di dalam diriku sendiri... Itulah mengapa ini merupakan masalah yang begitu istimewa, hingga aku tak bisa mengalihkan pandangan darinya.

“Wahh… Kalau kamu sesantai itu, seolah suasana menyelimutimu. Otonashi-san, kamu luar biasa saat Yukishiro-kun berada di sisimu.”

“Itu adalah kekuatan cinta, kekuatan cinta!” 

“Ya, ya, aku mengerti… Seperti itukah Otonashi-san?”

“Tidak… yah, itu sama sekali tidak ada yang berubah.”

Saat Iori bertanya, aku menjawab seperti itu.

Bagi mereka yang sudah mengenal Ayana sebelumnya, melihatnya mengungkapkan kasih sayangnya dengan kata-kata yang segar pasti tampak mengejutkan.

“Apapun ekspresi yang diperlihatkan adalah salah satu dari Ayana, namun ekspresi Ayana inilah yang sesungguhnya. Aku tahu ini karena kami sudah lama bersama.”

“Begitukah?”

Penampilannya saat ini menggambarkan kesan 'Yamato Nadeshiko', dan kepolosan masa kecilnya yang riang juga merupakan bagian darinya.

Berkat ketenangan hatinya dan ikatan di antara kami, menurutku ini adalah tren yang bagus bahkan di hadapan orang lain, dia menunjukkan pesona polosnya dengan tepat.

"Tetapi sekarang aku mengerti. Benarkah begitu, Otonashi-san?"

“Apa kamu mengerti, Honjou-senpai?”

"… Apa maksudmu?"

Dia mungkin mengatakan bahwa tak peduli apa yang dia katakan, kata-kata lembut akan selalu keluar jika menyangkut Ayana... Tapi yahh, apa lagi yang bisa kulakukan? Lagipula, ini aku.

“Meskipun kami adalah teman masa kecil, dia sendiri menggemaskan. Kaichou, misalkan kamu laki-laki, bukankah kamu akan menjadi seperti ini jika Ayana pacarmu?”

“Meskipun aku tidak mengerti asumsi itu, ya, aku pasti akan seperti itu kalau aku menjadi pacar Otonashi-san.”

"Kan?"

"Ya."

Ngomong-ngomong, saat kami sedang mengobrol, Iori dan aku menatap wajah Ayana.

Dia memperhatikan kami saat wajahnya berangsur-angsur menjadi lebih merah, dan sekarang dia sudah mencondongkan tubuh ke depan karena malu, tapi Iori dan aku melihat semuanya dengan sempurna.

“Bukankah dia imut?”

“Ya, dia imut.”

"Sudah cukup!"

Oke, aku akan berhenti membicarakannya lagi, karena melanjutkannya mungkin akan kejam bagi Ayana.

“Serius… aku mengalami pagi yang berat.”

“Pagi-pagi aku sudah mendapatkan sesuatu yang menyenangkan. Hei, Jika kita bertemu lagi saat perjalanan ke sekolah, bolehkah aku bergabung dengan kalian seperti ini?”

Aku tak keberatan, tapi... melihat Ayana, dia mengangguk tanpa mengungkapkan keluhan apapun, jadi sepertinya tidak ada masalah.

“Kurasa kita akan jarang bertemu, jadi jangan khawatir tentang mengganggu ruang kalian.”

“Aku tidak bermaksud berpikiran sempit seperti itu.”

"Ya, itu benar sekali. Kami akan dengan senang hati jika kamu mengobrol dengan kita tanpa syarat apapun.”

"Benarkah? Kalau begitu, aku akan melakukannya tanpa khawatir♪”

Sejak kami membuat janji itu, kami melanjutkan perjalanan kami dan segera sampai di sekolah.

Kami berpamitan dengan Iori di area loker sepatu, lalu aku dan Ayana menuju ke kelas kami... Namun di perjalanan, aku menemukan pemandangan yang cukup menarik. 

"… Eh?"

"Ada apa?"

Ayana memiringkan kepalanya saat aku tiba-tiba berhenti, dan dia juga menghentikan gerakannya sambil mengikuti pandanganku.

“Itu---”

Apa yang ada di depan kami, ke arah penglihatan kami... adalah Aisaka dan Mari.

Mari, yang bertubuh kecil dan memancarkan energi yang kuat, mudah dikenali dengan mata telanjang, bahkan dari kejauhan, dan kepala gundul yang entah bagaimana dapat dibedakan dari sudut mana pun tak diragukan lagi adalah Aisaka.

“Aneh melihat mereka berdua berbicara satu sama lain.”

“Yah, bukan tidak mungkin, karena mereka murid dari sekolah yang sama.”

Tapi, ada sesuatu yang tak beres... Aku merasa kalau sensor internalku bereaksi pada mereka berdua.

Karena Aisaka memunggungi kami, kami tidak bisa melihat ekspresinya, tapi Mari tersenyum dan mengangguk, dia sepertinya menikmati dirinya sendiri... dan, sepertinya, percakapan sudah selesai.

Mari berbalik dan mulai berjalan, saat Aisaka berbalik ke arah kami, Ayana dan aku terkejut secara bersamaan.

“Ah, wajahnya merah.”

“Ah, dia terlihat senang.”

Meskipun kata-kata yang keluar dari kami berbeda… kata-kata itu sangat cocok dengan situasinya.

Bukan hanya Aisaka yang tak bisa menyembunyikan ekspresi bahagianya, tapi kau juga bisa melihat wajahnya yang memerah dan malu.

(Kalau dipikir-pikir lagi… laki-laki itu… sepertinya memiliki semacam getaran yang menunjukkan kalau dia menyukai seseorang yang lebih muda.)

Meskipun aku tahu dari berbagai petunjuk kalau dia menyukai seseorang yang lebih muda, mungkinkah... mungkinkah Mari adalah orang itu?

“Bisa jadi Aisaka menyukai Mari.”

"… Eh!?"

Meski aku tak yakin, melihat ekspresi Aisaka, aku tak bisa untuk memikirkan hal itu... Tapi bukan berarti aku berniat menanyakannya secara langsung.

“Yah, aku hanya bilang itu sebuah kemungkinan. Sebelumnya, saat aku bertanya kepadanya apakah dia menyukai seseorang, dia hanya menyebutkan pilihan seseorang yang lebih muda dan wajahnya menjadi merah.”

“Aku mengerti… tapi sepertinya sudah jelas, bukan?”

"… Hmm."

Meskipun aku melihat adegan yang sama dengan Ayana, namun penafsiran kami berbeda… Berbeda dengan laki-laki sepertiku, tampaknya dari sudut pandang Ayana, sikap Aisaka jelas menunjukkan kalau dia menyukai Mari.

Yahhh, kami berada di tengah-tengah percakapan saat kami menyadari kalau Aisaka, yang sedang berjalan ke arah kami, memperhatikan kami. 

“Oh, Yukishiro, Otonashi-san, selamat pagi!” 

"… Pagi."

“Selamat pagi, Aisaka-kun.”

Bukankah suaranya terdengar lebih bersemangat dari biasanya...? 

Ini sudah dikonfirmasi, bukan?

"Selalu seperti biasa, tapi hari ini sepertinya kau lebih ceria dari biasanya. Apa sesuatu yang baik terjadi padamu hari ini?"

"Eh? A… ah, tidak, tidak ada hal istimewa yang terjadi.”

Tidak, tidak, matamu agak gelisah, tahu?

Meskipun jarak kami agak jauh dan Aisaka sepertinya tidak menyadari kalau Ayana dan aku melihat apa yang terjadi beberapa saat yang lalu, dia jelas-jelas berdehem dan berusaha menyembunyikannya.

“Baiklah, kalau begitu aku ke kelas dulu! Sampai jumpa lagi, teman-teman!”

Aisaka melarikan diri, menunjukkan kelincahannya yang dia kembangkan di klub baseball.

Tanpa sempat memperingatkannya kalau dia mungkin akan dimarahi karena berlari dengan kecepatan seperti itu, Aisaka menghilang… Tetapi kata-kata yang dibisikkan oleh mereka berdua terjadi secara bersamaan.

“Sudah dikonfirmasi, kan?” 

“Ya, sudah dikonfirmasi.”

Begitu ya... memang seperti itulah.

Bagaimanapun, meski aku sudah memikirkannya sebelumnya, itu bukan berarti sebuah konfirmasi... Bukan begitu! Namun, sikap Aisaka terlalu jujur.

“Pokoknya, untuk saat ini kita harus masuk ke kelas sekarang.”

"Ya, itu benar."

Lalu kami akhirnya menuju ke kelas.

Sepanjang jalan, kami sepakat untuk tidak menanyakan tentang Aisaka, karena belum ada konfirmasi.

“… Fiuh.”

Aku tiba di mejaku setelah tiba di sekolah bersama Ayana dan Iori, yang bergabung dengan kami dalam perjalanan. Hari ini, karena pagi yang sangat intens, rasa lelah langsung menyerangku saat aku duduk.

Masih ada waktu sebelum kelas pagi, dan aku hendak memejamkan mata sedikit untuk beristirahat saat aku mendengar sebuah suara.

“Yukishiro.”

"Huh?"

Aku terkejut dengan suara yang tiba-tiba itu dan mengalihkan pandanganku ke arah orang yang memanggilku.

Orang yang memanggilku adalah Toudou-san--- Teman Ayana yang menjadi topik perbincangan antara aku dan Ayana akhir-akhir ini.

"Ya, ada apa?"

"Ada apa…? Yahhh, kamu tahu, itu.”

Toudou-san menunjuk ke sudut papan tulis dan berkata, 'Lihat di sana.'

"… Oh, aku mengerti."

Nama keluarga Toudou-san dan namaku tertulis di sana--- yaitu, kami yang bertanggung jawab pada hari ini.

“Aku hanya ingin memastikan kalau kamu mengetahuinya.”

“Kamu sangat teliti.”

“… Aku iri karena Ayana terkesan dengan tanggung jawabmu.”

"Huh?"

Aku segera memalingkan muka dari Toudou-san dan ke arah Ayana, yang sedang duduk di mejanya.

Meskipun dia mengangguk mengikuti percakapan teman-temannya yang lain, namun, sepertinya matanya tertuju ke arah kami. Apakah dia sadar dengan apa yang kami bicarakan? Aku tidak tahu apakah kemampuan itu telah tertanam dalam pikirannya.

"Ada apa…? Menungguku meminta maaf?"

“… Yah, itu bukan masalah besar. Sejak dia mulai berkencan denganmu, Yukishiro, dia menunjukkan wajah yang lebih imut dari sebelumnya. Di antara kami, Ayana seperti idol, jadi senang melihatnya.”

"Oh… itu menarik. Aku belum pernah mendengarmu membicarakan Ayana seperti ini sebelumnya, jadi ini sesuatu yang baru.”

“Sekarang setelah kamu mengatakannya, itu benar. Meskipun ini bukan pertama kalinya kita berbicara, kita belum pernah berbicara banyak tentang Ayana.”

Aku menganggukkan kepalaku sambil mendengarkan.

Meskipun aku cenderung tidak banyak bicara dengan orang yang tidak terlalu aku percayai, tampaknya sifat intrinsikku sebagai seorang Towa memungkinkanku untuk tidak terintimidasi sama sekali dan beradaptasi dengan baik terhadap percakapan orang lain.

(Yah, lagipula aku suka mengobrol dengan orang lain.)

Saat mengangguk lagi pada kata-kata batinku sendiri, aku melihat Toudou-san menatapku dengan ekspresi aneh.

“Yukishiro-kun, kamu agak aneh, ya?” 

"Itu salah pahaman."

Aku sudah mengetahuinya sebelumnya, tapi Toudou-san cenderung mengekspresikan dirinya secara langsung.

Meskipun percakapan ini, percakapanku dengan Toudou-san masih tetap hidup, dan tanpa kusadari, aku begitu asyik dengan hal itu hingga aku bahkan tidak menyadari kalau Ayana sudah mendekat.

“Sepertinya kalian bersenang-senang.”

“Ah, hantu!”

“Setsuna, tolong jangan tiba-tiba memanggilku 'hantu'.”

Ayana menatap Toudou-san dengan tajam lalu berdiri di belakangku.

Dia menekankan payudaranya ke kepalaku dan dengan lembut meletakkan tangannya di bahuku, memijatnya sebagai tambahan.

“Kamu memiliki cara pendekatan yang alami. Ayana, seberapa besar kamu menyukai Yukishiro?”

“Tidak bisakah kamu melihatnya?”

“Aku mengerti… sebenarnya ini cukup mengejutkan.”

"Apa maksudmu?"

“Bahkan saat aku melihatnya melakukan hal itu padamu di depanku, itu sama sekali tidak menggangguku. Aku selalu memikirkannya, tapi aku bahkan berharap bisa lebih sering bertemu denganmu, tahu?”

Yah… Aku rasa merupakan suatu kehormatan untuk dianggap seperti itu.

Selain menjadi teman Ayana, aku menyadari kalau Toudou-san adalah gadis yang ramah dan baik.

Oleh karena itu, kata-katanya saat ini terkesan tulus dan dia memang merasakan hal itu.

“Nah, Ayana, apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?”

“Oh, ya, benar. Bukannya aku khawatir kalau kalian berdua tiba-tiba akur atau semacamnya.”

“Ayana, kamu berbicara terlalu cepat.”

“Berisik.”

Toudou-san, yang diberitahu dengan agak tegas kalau dia berisik, merespons dengan tertawa jujur alih-alih terlihat kesal.

"Maaf, maaf. Aku tidak menyangka akan tiba saatnya aku bisa bercanda denganmu seperti ini, Ayana, jadi aku sangat menikmatinya.”

“Sepertinya kamu selalu bersenang-senang, bukan?”

“Maksudmu aku periang?”

“Maksudku, kamu energik dan luar biasa. Senyumanmu membuat semua orang terhibur, termasuk aku.”

"… Terimakasih."

Yah… posisiku agak canggung tiba-tiba dilemparkan ke dalam situasi seperti ini.

Bagaimanapun, kurasa sudah waktunya bagi wali kelas untuk datang dan memulai hari untuk kelas pertama.

"Oh, Towa-kun."

"Ya?"

“Saat kamu menerima buku harian dari sensei, tolong berikan padaku.”

"Eh? Kenapa?"

“Kenapa, katamu?”

Baik Toudou-san dan aku mengangkat suara kami mempertanyakan kata-kata Ayana.

Ayana berjalan menjauh dari belakangku dan, dengan senyum cerah di wajahnya, melanjutkan…

“Aku akan mengurus semuanya untukmu.”

"Kamu tidak bisa melakukan itu."

“Itu sama sekali tidak mungkin.”

Baik Toudou-san dan aku menolak saran itu secara bersamaan, dan Ayana menggembungkan pipinya sebagai tanda ketidakpuasan.

***

Waktu berlalu dan sudah waktunya pulang sekolah.

Tugas piketku bersama Toudou-san, berjalan lancar. Kami tidak mempercayai Ayana dengan buku harian atau semacamnya, kami mengurus semuanya sendiri.

Kami menyerahkan buku harian itu kepada sensei di ruang staf dan kembali ke kelas.

"Selamat datang kembali. Towa-kun dan kamu juga, Setsuna.”

Saat kami memasuki kelas, Ayana langsung menyapa kami.

"Ya. Terimakasih atas pekerjaanmu, Toudou-san.”

“Kamu juga, Yukishiro. Terimakasih sudah menjadi rekanku hari ini.”

Yah, senang rasanya berterima kasih.

Sebenarnya, saat kami menjalankan pekerjaan sebagai piket, kupikir Ayana lebih memilih Someya daripada aku sebagai partner, tetapi aku senang semuanya berakhir dengan lancar.

“Hei, Yukishiro, apakah Setsuna menimbulkan masalah?”

Someya, yang masih berada di dalam kelas, mengatakan hal itu padaku, dan Toudou-san, yang mendengarnya, berjalan ke arahnya dan berkata…

"Huh? Menimbulkan masalah apa? Aku ingin kamu memberitahuku secara spesifik.”

“Ya-yah, hanya saja…”

“Ayolah, ayolah~. Ayo kita dengarkan, oke~?” 

"… Aku benar-benar minta maaf."

Meskipun Someya meminta maaf dengan menundukkan kepalanya, ketika dia mengangkat kepalanya setelah beberapa saat, dia terlihat sangat bahagia. Toudou-san juga sepertinya merasakan hal yang sama.

“Hei, bagaimana kalau kita pergi karaoke sekarang?”

"Kedengarannya bagus! Tapi, bisa tunggu sebentar?” 

“Tidak apa, tidak usah terburu-buru.”

Someya selesai bersiap untuk pergi dalam sekejap, seperti yang dia katakan.

Agak lucu melihat betapa dia ingin bersenang-senang dengan Toudou-san, dan antusiasmenya menular ke Toudou-san, yang juga bersemangat.

“Towa-kun, senyumanmu mecurigakan.”

“Ups, maaf… Tapi, kamu mengerti, kan?”

"Ya, aku mengerti. Pemandangan yang indah, bukan?”

Selagi kami mengobrol, aku juga bersiap untuk pergi dan meninggalkan kelas bersama Ayana.

“Apa kamu ingin pergi ke suatu tempat?”

“Jika ada suatu tempat yang ingin kamu kunjungi, Towa-kun, maka aku tidak keberatan dengan pilihan apapun darimu.”

Oh, itu membuatku sedikit berpikir.

Kita bisa langsung pulang atau mungkin ke kedai kopi atau karaoke… hmm, apa yang harus kami lakukan?

Aku memutuskan untuk memikirkannya saat kami berjalan dan keluar dari lobi.

Berjalan di samping Ayana, saat kami hendak pergi, aku melihat Mari berlari ke arah kami dari luar pintu depan, mengenakan baju olahraganya.

"Ah! Ayana-senpai, Yukishiro-senpai!”

Begitu dia melihat kami, Mari tersenyum lebar pada kami dan berlari mendekat.

Sikapnya yang bagaikan binatang kecil yang mengibas-ngibaskan ekornya, secara alami membuatku tersenyum.

“Mari-chan terlihat seperti anak anjing, bukan?” 

"Aku memikirkan hal yang sama."

Dia cukup menawan, dan karena tinggi badannya dan segalanya, dia terlihat lebih muda dari dirinya... Maksudku, itu membuatmu ingin merawatnya.

Aku rasa Ayana juga merasakan hal yang sama denganku mengenai hal ini.

“Apa kalian berdua mau pulang sekarang?”

"Ya, begitulah. Mari-chan, kamu berusaha keras untuk klubmu, bukan?”

"Ya! Kami ada turnamen minggu depan, jadi aku mempersiapkan lebih banyak lagi mulai sekarang!”

Mari mengepalkan tangannya dengan tekad, mengubah senyumnya menjadi ekspresi penuh antusias.

Meski tetap menawan, wajahnya kini menunjukkan sedikit tekad yang menyegarkan.

“Hmm, aku merasakan kehangatan di tatapan kalian berdua!”

"Benarkah?"

"Begitukah?"

“Umm…? Mungkin itu hanya imajinasiku?”

Mari menundukkan kepalanya meminta maaf sambil menggaruk pipinya.

“Tidak perlu meminta maaf untuk itu.”

“Ya, Mari-chan. Kamu sama sekali tidak salah."

"Eh?"

Dari senyuman ke ekspresi penuh tekad dan kemudian ke wajah terkejut.

Ekspresi Mari yang berubah satu demi satu membuat kami tertawa. Ayana mengulurkan tangan dan mulai membelai kepala Mari sambil berkata:

“Gadis baik, Mari-chan, kamu imut sekali.”

“Ehehehe~♪”

“… Lebih tepatnya, dia terlihat seperti kucing daripada anjing.”

Itu lebih mirip kucing daripada anjing... Yah, kedua ekspresi itu valid, tetapi singkatnya, ekspresi Mari begitu menawan hingga menggemaskan.


 


(Menjaga jarak dari Shuu...?)

Namun, melihat Mari seperti ini, aku ingat apa yang dikatakan Iori.

Awalnya, meski pertemuan mereka dimanipulasi menjadi seperti ini, saat bersentuhan dengan kepribadian Shuu, Mari seharusnya mengembangkan perasaan positif terhadapnya... Dia tampaknya tidak membenci atau mengecewakannya, tetapi dia mulai mempertimbangkan untuk menjauhkan diri dari darinya. Shuu telah berubah, atau lebih tepatnya, dia sudah cukup mengubahnya sehingga Mari mempertimbangkan untuk membuat jarak di antara mereka.

“………”

Tanpa sadar, aku menggelengkan kepalaku untuk berhenti memikirkannya terlalu banyak.

Meski penyebabnya ada pada diriku, saat memikirkan tentang apa yang aku bagikan dengan Ayana, pada akhirnya aku tidak punya pilihan selain melanjutkan… dan, tentu saja, aku tidak menyesal.

Aku rasa akan lebih buruk jika terus melangkah tanpa tujuan, terutama mengingat bagaimana hal ini akan berkembang ke arah yang lebih negatif.

Ayana dengan cepat menyadari perubahan ekspresiku… dan juga karena itu, aku mengubah fokusku dan berbicara dengan Mari.

“Meskipun kita di sini mengobrol, kurasa kamu sibuk dengan aktivitas klub, kan?”

“Oh, jangan begitu khawatir! Saat aku kembali, nanti akan ada istirahat sekitar 15 menit.”

Sepertinya tidak ada masalah.

Bahkan jika aku mengatakannya, kami sudah mau pergi... Apakah mengatakan kami akan pergi akan membuatnya terlihat sedih?

“Umm… ah… ya.”

“Ada apa, Ayana-senpai?”

“Tidak, tidak, yahh… umm, apa yang harus kita lakukan, Towa-kun?”

“Kalau begitu, akukah yang harus melakukannya!?”

“………??”

Mungkin, Ayana juga memikirkan hal yang sama denganku.

Keimutan Mari yang menggemaskan memiliki kekuatan untuk membekukan orang di tempat... tidak akan seperti itu jika terjadi pada orang asing, tapi karena hubungan dekat kami dengan Mari, Ayana dan aku merasa semakin sulit untuk mengambil risiko.

Kumpulkan keberanian! … Kumpulkan keberanian, Towa Yukishiro!

“Ayana, sudah waktunya pergi---”

"… Ah, ya, benar. Kalian berdua sudah mau pergi…”

“………”

Tepat pada saat aku dengan berani mengusulkan untuk pergi, Mari menjatuhkan bahunya seolah-olah dia sedang kehilangan.

Sial… Ini hanya ilusi, kan? Siapapun bisa bilang itu hanya ilusi!

“… Mari-chan, kamu gadis yang menakutkan.”

“E-eh!? Kenapa aku menakutkan!?”

“Bahkan ketidaksadaranmu sangat menakutkan.”

"Kenapa!?"

… Sepertinya Ayana bertingkah seperti Onee-san bagi anak-anak tetangga.

Meskipun dengan ini kita mungkin lupa waktu, sebuah suara yang menarik perhatian kami bertiga bergema.

*Kakiin* suara logam… suara bola yang dipukul dengan tongkat pemukul.

“Suara itu… karna kami berlatih olahraga di luar ruangan, aku sering mendengarnya, dan setiap kali, aku selalu mengarahkan pandanganku ke sana,” kata Mari.

Kita tidak bisa melihat keseluruhan lapangan dari tempat ini, tapi Mari mengarahkan pandangannya ke sana sambil terus berbicara.

“Saat aku melihat seseorang berusaha keras mengejar bola, aku juga merasa harus banyak berlari dan berusaha keras!”

Aku mengerti… dengan melihat para anggota klub baseball berusaha keras di lapangan, dia menemukan inspirasi untuk usahanya sendiri sebagai anggota klub lari.

“Ah, itu Aisaka-senpai!”

Dengan efek suara, tatapan kami bergerak kuat ke arah tersebut.

Bagi kami saat ini, tidak ada cara untuk tidak bereaksi melihat kombinasi Aisaka dan Mari. Ke arah pandangan kami, kami melihat Aisaka mengambil bola.

“… Hehehe, Aisaka-senpai juga melakukan yang terbaik. Aku selalu berpikir kalau anggota klub baseball akan memiliki kesan yang menakutkan dengan tubuh mereka yang bagus, tapi Aisaka-senpai sangat baik dan lucu. Dia satu kelas dengan kalian berdua, kan?”

"Ya."

"Ya, itu benar. Apa kamu punya semacam hubungan dengannya?" 

Bagus sekali, Ayana.

Ditanya oleh Ayana, Mari tidak berniat menyembunyikannya dan mengatakannya tanpa ragu.

“Tidak ada yang istimewa. Aku sedang melakukan pemanasan di sudut lapangan lalu ada sebuah bola menggelinding ke arahku. Itulah awalnya. Terkadang, bahkan saat dia berlari di dekat pagar, kami saling menyapa.” 

“Jadi, itu yang terjadi.”

"… Ya."

Apa ini…? Aku merasakan suasana masa muda yang sangat manis dan masam.

Merasa seperti dia mengerti sedikit tentang Aisaka, Mari lari sambil mengatakan kalau istirahatnya sudah berakhir. Tapi masalahnya, di tengah perjalanan, dia berbalik dan menatap kami beberapa kali.

“Nah, sekarang Mari sudah pergi, haruskah kita pergi… Ayana?”

Meski awalnya kami berpikir untuk pergi karena Mari kembali ke klubnya, ekspresi Ayana terlihat sedikit aneh.

Melihat ke arah punggung Mari, Ayana bergumam dengan suara rendah…

“Belum lama ini, aku mencoba menyakiti bahkan gadis sebaik dia.”

Mendengar kata-kata itu, aku meletakkan tanganku di bahu Ayana.

Saat dia gemetar, menatapnya, aku memberitahunya…

“Itu sudah menjadi bagian dari masa lalu yang tidak akan pernah kembali lagi kan? Ayana, kamu baik-baik saja sekarang, kamu pasti tidak akan mengalami hal itu lagi.”

Dia mencoba... Tapi dia tidak akan melakukan hal seperti itu lagi.

Jadi, apapun prosesnya, jangan khawatir, ungkapku… Ayana menjawab dengan senyuman tipis.

“Meskipun itu mungkin dianggap sebagai dosa yang aku coba lakukan, itu seharusnya tidak menjadi beban untuk diharapkan… Bukankah begitu? Terimakasih, Towa-kun. Kata-katamu selalu menyelamatkanku.”

"Aku senang mendengarnya. Dan kalau kamu merasa gelap lagi, peluk aku erat-erat dan aku akan membawamu kembali ke sisi ini.”

“Itu… Fufufu, Ya! Aku akan melakukannya!”

Dan meskipun hal itu tidak mungkin terjadi lagi, itu bagus sekali!

“Towa-kun, bagaimana kalau main bowling sekarang?”

"Oh, mau?"

"Ya! Aku akan memberikan segalanya dan membuang perasaan-perasaan buruk itu!” 

Oh… Mata Ayana membara!

Aku berencana untuk memikirkan apa yang akan kami lakukan saat nanti berjalan, lalu ajakannya sempurna.

Juga, karena sudah lama sejak kami pergi bermain bowling, hanya kami berdua, aku pikir aku akan menikmatinya semaksimal mungkin!!

***

Hari itu adalah hari menjelang awal bulan Mei.

Hari Sabtu yang sudah dekat, sepulang sekolah, Ayana datang ke rumahku dengan membawa tas berisi pakaian.

“Aku akan bermalam di sini♪! Aku akan menginap di rumahmu, Towa-kun♪!”

Berhubung besoknya libur, bukan hal yang aneh bagi Ayana untuk datang menginap.

Lagipula, kami sudah akrab dengan Seina-san sekarang, dan dibandingkan saat hubungan kami tidak baik, perasaanku jauh lebih tenang.

“Apa kamu cemas menungguku pulang bahkan saat kita masih di sekolah?”

"Ya, itu benar. Lagipula, kita akan menghabiskan lebih banyak waktu bersama, Towa-kun.”

Lihat... setiap kata yang dia ucapkan langsung masuk ke hatiku.

Tanpa berpikir panjang, aku merasakan dorongan untuk memeluknya. Tapi sebelum aku bisa melakukannya, Ayana menerjang dadaku.

“Aku… sangat bahagia~♪”

Dia menggemaskan... tidak ada kata lain untuk menggambarkannya.

Sambil memeluk Ayana seperti ini, aku memeriksa jam… sudah pukul 19.00.

Ibuku tahu Ayana akan datang hari ini, jadi dia berencana mengadakan makan malam shabu-shabu spesial.

Aku dan Ayana membeli bahan-bahannya, sekarang tinggal menunggu ibuku pulang.

“Ibu, dia terlambat pulang.”

“Ya, kurasa… semoga saja tidak terjadi apa-apa.”

“Tapi ini tentang ibuku.”

“Aku tidak bisa tidak khawatir.”

Bukannya aku tidak mengkhawatirkan ibuku, aku hanya percaya padanya karena aku mengenalnya dengan baik.

Kami menghabiskan waktu berpelukan sambil menonton TV hingga akhirnya ibuku pulang.

“Aku pulang~!”

Mendengar suara yang datang dari pintu masuk, aku bangkit.

Aku menuju pintu masuk untuk menyambut ibuku, tapi... dalam arti tertentu, benar-benar santai, aku tidak bisa berkata-kata saat melihat apa yang terjadi.

"… Eh?"

Dia tidak sendirian, ibuku ditemani… ada orang lain.

"Eh? … Kenapa?"

Aku tanpa sadar mengucapkan kata-kata itu.

Aku mengatakannya dengan benar... karena ibuku... ditemani oleh Seina-san.

“Aku melihatnya di kota dan berpikir akan menyenangkan membawanya.”

“… Selamat malam, Towa-kun.”

Dengan senyuman di wajahnya dan pelukan ibu di bahunya, Seina-san terlihat sangat kelelahan. Aku rasa dia dibawa ke sini lebih dari sekedar sukarela.

Bu, bolehkah aku mengatakan satu hal...?

Apa sih… yang kau lakukan?

 

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset