Ads 728x90

Eroge no Heroine Volume 3 Prolog

Posted by Chova, Released on

Option




Note: Nama Osamu itu Shuu, yakk. Maaf ya.


Prolog

 

Walaupun mendadak, aku memiliki harta yang sangat berharga untuk diriku sendiri.

Itu adalah sesuatu yang benar-benar tak ingin kulepaskan, dan aku berencana untuk melindunginya, apapun yang terjadi di masa depan.

Tidak, mungkin kata ‘harta karun’ ini salah.

Ini rumit... untuk mengatakan bahwa kehadiran yang berharga adalah harta karun tidaklah salah, tapi ketika itu menyangkut seseorang dan bukan sebuah benda, aku bertanya-tanya apakah pantas untuk mengatakannya seperti itu.

“Towa-kun?”

Selagi aku berpikir, dia, Ayana, datang dan menatapku.

Ayana Otonashi---- adalah heroine utama dunia ini, seorang gadis yang menyimpang dari jalan aslinya dan memutuskan untuk melangkah maju bersamaku.

“… Ah… umm…”

Saat aku membuka mulut, dia menatapku, seolah dia menunggu kata-kataku.

“… Ayana, kamu cantik--- luar biasa, tak peduli berapa kali aku mengatakannya, kata-katapun tak cukup untuk menggaambarkan betapa cantiknya dirimu, dan aku tidak bisa menahannya.”

Kata-kata yang menipu atau mengelak tidak diperlukan di antara kami.

Itu sebabnya aku menyampaikan perasaanku padanya dengan kata-kata yang tulus, tapi Ayana hanya tersenyum malu-malu dan tersipu.

Meskipun aku hendak menambahkan bahwa reaksi itu juga menggemaskan, aku menahan diri.

(… Beberapa hari telah berlalu sejak saat itu. Itu sangat mengharukan.)

Untuk melangkah maju bersamamu dan… bahagia bersama, itulah pernyataanku--- Meskipun hanya beberapa hari telah berlalu sejak saat itu, dalam persepsiku, rasanya sudah jauh lebih lama berlalu, seolah-olah beberapa bulan telah berlalu.

Mungkin karena setelah momen itu, kehadiran Ayana menjadi semakin dekat dan spesial bagiku.

“Towa-kun.”

Ada konflik dengan Shuu, teman masa kecil Ayana dan protagonis dunia ini, setelah pernyataan itu. Namun, sejak saat itu, kami tidak lagi menjalin kontak apapun di sekolah atau di tempat lain, dan dia sepertinya menjadi semacam cangkang kosong yang tak bisa menerima bahwa Ayana telah meninggalkannya.

“Towa-kun…?”

Bagi Ayana dan aku, Shuu bisa dibilang adalah sosok yang memiliki takdir yang saling terkait dengan kami.

Oleh karena itu, aku seharusnya tak perlu merasa kasihan pada orang yang kami putuskan untuk berpisah... Meski seharusnya begitu, lamanya persahabatan dan kenangan yang kami bagi seolah-olah tertanam dalam diri kami. Entah kenapa, aku merasa kami harus punya titik temu di mana kami bisa tertawa bersama.

“Towa-kun!!”

"Ya? Ada apa!?"

Dengan teriakan keras, aku didorong ke belakang dan terjatuh di atas bantal.

Ayana berada di atas pinggangku dan menatapku, pipinya menggembung. Mungkin aku mengabaikan panggilannya karena sedang sibuk berpikir?

“Towa-kun! Aku sudah memanggilmu beberapa kali, jadi tolong dijawab, Mooo!” 

“Ahahaha… maaf, maaf.”

Rupanya, tawa gugupku tidak membuat Ayana senang, dan dia melanjutkan dengan ekspresi kesal di wajahnya.

Tapi gadis ini... Apakah dia menyadarinya? Mungkin, Ayana mengungkapkan protesnya karena aku mengabaikannya secara tak sengaja. Namun, semakin dia menunjukkan ekspresi itu padaku, semakin aku ingin bercanda tentang hal ini.

Meski aku berpikir bukan orang yang sadis... Aku mengelus kepalanya sambil berkata 'Yoshi, yoshi.'

“Jangan memperlakukan seseorang seperti binatang… Fumnyaaaa♪”

Meski awalnya dia menunjukkan perlawanan, saat aku mengelus kepalanya, Ayana menjatuhkan tubuhnya sambil mengeluarkan nada suara seperti kucing.

Rambut hitamnya yang lembut dan indah menari-nari ringan, aroma sampo yang harum setelah mandi membelai lubang hidungku, dan yang paling penting adalah perasaan menggairahkan Ayana yang menekan dadaku. Semuanya terasa begitu luar biasa.

(… Aku benar-benar memikirkannya dari lubuk hatiku, bahwa aku bahagia.)

Tangan yang membelai kepala Ayana tetap di sana, sementara tangan satunya melingkari punggungnya.

Aku tidak akan melepaskannya dalam keadaan apapun, bahkan jika dia bilang dia ingin pergi, aku tidak akan membiarkannya pergi...

Saat aku merenungkan hal itu, aku terus-menerus menerima kehadiran Ayana yang berharga.

“Aku suka tanganmu yang membelaiku… Towa-kun♪”

“Mungkin tidak hanya melakukannya sendiri di depanku… tapi aku suka kamu begitu tak berdaya dan manja seperti ini, Ayana.”

Pada dasarnya, di depan umum… yah, dia mungkin diam-diam menyentuh kakiku di bawah meja atau mendekatiku dengan cara tertentu, tapi dia sangat suka menunjukkan dirinya seperti ini hanya saat kami berduaan.


Nah, sekarang kami sudah resmi menjalin hubungan, kurasa mulai sekarang kami juga akan bermesraan di depan umum sampai batas tertentu... Kita lihat saja bagaimana semuanya berkembang.

“Senang sekali bisa menunjukkan diriku yang apa ada di depanmu, Towa-kun. Tapi… sejujurnya, aku tidak bisa menahannya lagi.”

"Huh?"

"Kenapa, bukannya memang begitu? Laki-laki yang selalu kusukai ada di depanku… Bersumpah satu sama lain di masa depan dan membuatku semakin mencintai. Aku tak bisa menahan diri, bahkan di depan umum. Itu tidak mungkin!”

“… Astaga, seriusan, kamu terlalu imut.”

Seandainya… seandainya aku bisa, aku akan membuka jendela kamar dan berteriak sekeras mungkin 'Ayana memang yang terbaik!'

Sambil memikirkan hal itu, wajah Ayana dengan cepat mendekat.

Dia menatapku dengan pipi memerah, dan kemudian, seolah ingin menutup kata-katanya, dia memberiku ciuman, dengan suara sentuhan bibir. Sebagai tanggapan, aku juga menempelkan bibirku ke bibirnya.

“Chuu…”

Ciuman itu tidak berhenti, baik aku sendiri maupun Ayana. Meski kami bisa berpisah untuk bernapas, kami selalu mendekatkan wajah kami, seolah itu masih belum cukup... Ciuman manis ini pasti akan berkembang menjadi sesuatu yang lebih dalam, di mana lidah kami saling terjalin, dan semua itu akan terjadi dalam sekejap mata.

“Towa-kun♥”

Dengan mata berninar, pipi memerah, dan ekspresi yang tak bisa menyembunyikan kegembiraannya, Ayana memanggil namaku--- Itu adalah tanda Ayana ingin mengatakan sesuatu kepadaku. Mengubah posisiku, aku berdiri dan memeluknya dari belakang.

Tentu saja, ini bukan hanya tentang memeluknya dan hanya itu.

Saat aku membelai Ayana, aku membenamkan wajahku di lehernya, memanjakannya. Ayana menunjukkan reaksi imut saat digelitik, tapi aku melanjutkan tanpa peduli.

“Mmm… Haa♪”

Desahan menggoda Ayana menambah gairahku.

Dia juga merasakan suhu tubunya meningkat saat disentuh, dan memalingkan wajahnya belakang, dia membuka bibirnya seolah sedang ingin ciuman.

(... Ayana terlalu erotis.)

Meski bukan hal baru kalau Ayana erotis seperti ini... tetap saja, aku tak bisa tahan untuk tidak memikirkannya.

Biasanya dia anggun, dan meskipun dia bilang dia menunjukkan dirinya hanya di depanku, dia tetap saja anggun... Itu sebabnya saat kami sampai pada titik ini, Ayana dengan cepat menyimpang dari perilaku biasanya.

“Towa-kun… aku sudah tidak tahan lagi.”

Tidak hanya dengan mata yang basah, tapi juga dengan kata-kata, Ayana memohon padaku… tapi saat ini, aku cukup lengah.

Itu karena pintu kamar terbuka dengan suara keras saat ibuku pulang dengan penuh semangat.

“Towa~! Aku pulang~!”

Ibuku, yang penuh semangat, mendadak masuk.

Meskipun apa yang disebut 'ganguan orang tua' saat ini sedang terjadi... tapi biar kujelaskan: Ibuku seharusnya belum pulang kerja.

"Ah, umm... yah, etto..."

Bahkan Ayana, seperti yang diharapkan, sepertinya tidak bisa mengungkapkan kata-kata dalam situasi ini.

“………”

Ibuku tidak berkata apa-apa dan hanya menatap kami.

Aku memeluk Ayana dari belakang, dan dia, dengan wajah memerah, membuka bajunya... Ibuku memperhatikan kami sementara kami melanjutkan situasi ini, dan kemudian, dengan senyuman anggun, dia berbicara.

“Ara, maaf♪ Aku mau mandi dulu, jadi silahkan nikmati waktu kalian~”

Sambil melambaikan tangannya dengan anggun, ibuku menghilang.

Alasan kenapa wajah ibuku memerah bukan karena dia merasa malu melihat aku dan Ayana, tapi mungkin karena dia sudah minum cukup banyak... Yah, sudah tidak mungkin lagi ibuku merasa malu dengan hal seperti ini.

Setelah menatap pintu untuk beberapa saat, aku dan Ayana buru-buru menjauh dan saling memandang.

“Umm… selain tidak menguncinya, sepertinya kita terlalu asyik sampai-sampai tidak mendengar suara langkah kaki, kan?”

“Ya, itu benar… Ughh, itu benar-benar memalukan.”

Ayana, yang selama ini penuh energi, kini wajahnya memerah karena malu sambil menunduk.

“Kita kunci dulu pintunya.”

Aku bangkit dan pergi ke pintu, memastikan untuk menguncinya.

Dengan lembut aku memeluk tubuh Ayana yang menggeliat karna malu dan berbisik di telinganya.

"Apa yang harus kita lakukan? Apa kamu ingin menunggu sebentar dan melakukannya lagi dengan lebih tenang?” 

Ayana mengangguk pada pertanyaanku.

wu

"… Fiuh."

Setelah aktivitas kami sebagai pasangan selesai, aku memandangi bintang melalui jendela.

Di tempat tidur, Ayana berbaring telanjang sambil memakai selimut, dan kekacauan yang baru saja terjadi sepertinya telah hilang seolah-olah itu hanya ilusi.

‘Sepertinya… aku sangat puas. Aku tidak menyangka perasaanku bisa berubah sebanyak ini.’

Ayana mengatakan itu, dan jika itu yang dia pikirkan tentang hubungan kami, aku senang.

Tak perlu dikatakan lagi, aku senang dia bahagia bersamaku sampai sekarang…

Tapi, dalam situasi saat ini, yang paling membuatku senang adalah Ayana berpikir seperti itu.

“… Tapi yahh, kuakui aku juga sedikit malu karena ibuku melihat kami.”

Apa yang kuingat adalah saat ibuku yang mendadak muncul… Tidak diragukan lagi, itu karena aku dan Ayana menjadi terlalu bersemangat dan melupakan kewaspadaan kami. Tapi pertama-tama, tidak baik jika kami tidak mempersiapkan apapun, meskipun kami begitu asyik.

“Tapi… Bahkan jika dia benar-benar tidak melihat kami, apakah itu akan baik-baik saja?”

Kebocoran suara dan semacamnya... Yahh, kami selalu waspada, dan sebagai permulaan, kami hanya melakukannya saat ibuku pergi, dan dia tertidur lelap setelah minum. Tidak ada gunanya mengkhawatirkan hal itu.

“… Hahaha, mungkin memiliki waktu untuk memikirkan hal-hal seperti ini juga merupakan tanda kalau pikiranku sudah santai.”

Aku mengatakan itu sambil tersenyum pahit dan mengalihkan pandanganku ke arah Ayana.

Di saat seperti ini, meski dia sering memperhatikanku diam-diam dengan waspada, hari ini dia terlihat tertidur nyenyak, menunjukkan wajah tidurnya yang imut dan tak berdaya.

Bahkan, sepertinya dia tersenyum saat sedang bermimpi.

“Apapun ekspresimu itu selalu imut, itu curang… Sebenarnya, wajahku saat ini juga cukup tampan, bukan?”

Ini bukan komentar sombong, tetapi hanya fakta yang disebabkan karna reinkarnasi… Aku tidak punya niat untuk memberitahu orang lain bahwa aku tampan. Kau mengerti?

“Yah~ sudah waktunya bagiku untuk tidur juga…”

Meski aku mengatakan itu, aku masih belum merasa ingin tidur, jadi aku terus menatap Ayana dan memikirkan sesuatu.

Yang aku pikirkan adalah tentang situasi Ayana saat ini.

Sejak hari kami berpisah dari Shuu… Ayana jarang pulang dan kebanyakan menghabiskan malamnya di rumahku.

Baik aku maupun ibuku tidak mengeluhkan apapun tentang hal ini, nyatanya ibuku tampaknya senang karena dia ada di rumah... Namun kenyataan bahwa hubungan Ayana dengan ibunya, ibu kandung Ayana, Seina, tetap canggung, tidak berubah.

“Hmm~…”

Meski aku sudah mengatakannya berkali-kali, dunia ini adalah dunia dari game eroge netorare, dan masa depan yang awalnya akan terjadi berubah karena tindakanku.

Yah, fakta bahwa Ayana menjauh dari Shuu tidak berubah, tapi aku berhasil melindungi hati Ayana, yang merupakan hal terpenting bagiku--- Tentu, aku dapat mengatakan bahwa ini adalah hasil yang kuinginkan.

“Tetapi justru karena alasan itulah… Aku ingin mengubah hal-hal lain juga.”

Mengenai hal lainnya, aku ingin menyelesaikan ketegangan dengan Seina.

Aku tahu dia membenciku, tapi karena dia adalah ibu dari seseorang yang sangat penting bagiku, aku lebih suka memiliki hubungan yang baik dengannya… Atau lebih tepatnya, karena hubunganku dengan Ayana, hal itu mutlak perlu untuk diselesaikan.

“Bagaimana aku bisa… melakukannya?”

Bagaimana cara mendapatkan persetujuan dari seseorang yang membenciku... Yahhh, dalam hal ini, bagaimana caranya agar bisa diterima olehnya, bukan...? Meskipun menurutku kedua opsi itu hampir sama saja, aku ingin menyelesaikannya entah bagaimana caranya.

“… Ugh… ini sudah sangat larut.”

Setelah berpikir cukup lama, rasa kantuk akhirnya menghampiriku.

Setelah pergi ke kamar mandi sebelum tidur, aku naik ke tempat tidur tempat Ayana sedang tidur, sambil menguap lebar lagi.

“Towa… kun…”

Ayana, yang menyambutku, memberiku kata-kata manis saat aku mau tidur.

Melihat semua aspek yang dia tunjukkan hari ini, Ayana benar-benar menggemaskan, dan tak peduli apa yang terjadi, aku ingin bersamanya--- Aku ingin menghadapi masa depan bersama dan mencapai kebahagiaan.

(Sebagai manusia yang hidup di dunia ini, sebagai pria yang telah bersumpah untuk melindungi Ayana, aku harus berusaha keras.)

Sambil memikirkan hal itu, Ayana bergumam pelan.

"Tentu saja…"

"Huh?"

“Suu… suu…”

Bisikan apa itu…?

Aku menoleh ke arahnya, yang sedang tidur di sebelahku, dan meskipun aku yakin dia belum bangun, aku perhatikan dia sedikit ngiler... Atau lebih tepatnya, apakah aneh melihatnya begitu tak berdaya?

“Besok pagi, bangunlah sebelum aku dan bersihkan, oke?”

Mengatakan itu dan menutup matanya, Ayana dengan cepat memelukku. Sepertinya, dia secara tak sadar ingin menggunakan bajuku untuk membersihkan air liurnya.

Aku dengan lembut membelai kepalanya, dan akhirnya aku bisa tidur.

Meskipun baru beberapa hari sejak Ayana dan aku menjadi pasangan sungguhan, ada banyak batu di sekitar kami... atau lebih tepatnya, ada banyak hal yang sulit untuk dilewati.

Tapi kita akan menghadapinya satu per satu.

Tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan.

Mari kita bersihkan semuanya secara perlahan.

 

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset