Note: Nama Osamu itu Shuu, yakk. Maaf ya.
Chapter 5
“Happosai!! … Huh?"
… Ada apa ini? Aku bangun dan melihat sekelilingku.
Tidak terjadi apa-apa… Tapi aku merasa seperti
terbangun setelah mengatakan sesuatu dalam tidurku… Mungkin itu hanya
imajinasiku.
“… Anehnya, kepalaku terasa ringan.”
Aku tertawa. Aku merasa seperti masih dalam mimpi,
tapi mimpi itu terasa begitu nyata.
Aku melihat sekeliling dan hanya bisa melihat bagian
dalam kamar nostalgiaku.
Aku melihat sekeliling lagi... dan terkejut melihat
sesuatu di atas meja.
"… Sial!"
Aku segera bangkit dan mengambil kotak game eroge.
Tak ada keraguan bahwa aku akan selamanya malu jika ada
anggota keluargaku yang melihatnya.
“Game eroge 'Semuanya
dicuri dariku' benar-benar legendaris.”
Eroge ini telah menjadi legenda di hatiku.
Tentu saja, aku bukan satu-satunya yang berpikiran
seperti itu. Ini adalah game yang sangat menggairahkan semua orang yang
telah memainkannya... Tidak, menurutku mengatakan 'semua orang' adalah hal yang berlebihan.
Namun game ini menjadi topik hangat dan banyak orang yang
terpesona dengan ceritanya.
[Towa-kun.]
“Huh!?
Suara yang tiba-tiba itu membuatku berbalik--- tapi tidak
ada seorang pun di sini, kecuali interior dalam kamar tidurku.
Aku belum cukup umur untuk mulai mendengar halusinasi … Apakah
aku akan baik-baik saja?
Lalu, dengan sedikit gemetar, aku melihat ke arah kotak game---
Aku tidak pernah berpikir bahwa gadis itu akan hancur seperti itu... Aku
memikirkan itu saat melihat gambar Ayana, heroien dalam game.
“Ayana…”
… Kalau dipikir-pikir lagi, bukankah suara yang kudengar
tadi terdengar seperti suaranya?
Sebuah suara yang membuatmu ingin mendengarkannya
sepanjang waktu... Sebuah suara yang memadukan kontradiksi antara kasih sayang
dan kejahatan yang membuatmu ingin mendengarkannya selamanya... Tidak, karena
suara itu berasal dari karakter favoritku, itu tidak aneh untuk berpikir
seperti itu.
“… Ini aneh… Perasaan apa ini…?”
Setelah melihat kotak itu sebentar… Aku menemukan game
lain.
“… Ah, ini.”
Itu diletakkan di mejaku seperti game yang sekarang ada
di tanganku. Itu adalah fan disc 'Semuanya
dircuri dariku'.
Ini adalah kisah yang tak terungkap dari cerita utama
game ini--- Ini adalah game yang mewakili kisah balas dendam Ayana.
“………”
Aku langsung menyalakan komputerku secara diam-diam dan
membuka file fan disc.
Untuk menekan jantungku yang berdebar kencang, aku
memutuskan untuk memutar fan disc seolah-olah didorong oleh sesuatu yang
membuatku merasa cemas.
“Serius, apa gunanya memainkan game eroge ini sementara
aku cemas?”
Judul gamenya langsung muncul di layar begitu aku tertawa
sinis.
Di bawah langit yang gelap, aku bisa melihat Ayana
terkena tetesan air hujan… Penampilannya yang mengenakan hoodie bertudung
hitam, yang biasanya tidak cocok untuknya, memberikan suasana yang aneh.
Namun, itu sangat cocok untuk Ayana.
Kombinasi itu begitu luar biasa sehingga mendorong para
pemain untuk ingin mengetahui rahasia yang akan diungkap oleh fan disc ini.
“………”
Aku telah memainkan ini sejak saat itu.
Ini sudah minggu keduaku... Eh? Tunggu, apakah ini
minggu keduaku? Aku merasa seperti memainkan sesuatu yang lain, tapi
anehnya ingatanku kabur.
Tetap saja, aku terus bermain.
Aku mengamati dengan mataku setiap adegan yang ditampilkan,
tidak hanya adegan segs antara Towa dan Ayana, tapi juga adegan di mana Ayana
mengungkapkan kebenciannya terhadap Shuu dan keluarganya... Aku memperhatikan
semuanya dengan cermat.
“………”
Sejujurnya, aneh rasanya terobsesi dengan game yang
diputar di layar.
Tetapi saat akhir semakin dekat, aku mulai mengingat--- apa
yang telah terjadi padaku dan di mana aku berada sampai sekarang.
“Ah… itu benar. Aku… adalah Towa.”
Saat aku menggumamkan itu, kabut yang menyelimuti
kepalaku tiba-tiba menghilang.
Sampai saat ini aku mengikuti kelas dengan normal di
sekolah, tapi tiba-tiba aku merasa mual dan Ayana membawaku ke UKS... lalu aku
tertidur.
“… Jadi ini mimpi, kan? … Hahaha.”
Entah itu karena aku menyadari bahwa ini adalah mimpi
yang terlalu nyata atau karena aku mengingat sesuatu yang sudah lama aku
lupakan, aku tertawa datar.
Saat aku terbangun dari mimpi ini, apakah aku bisa
kembali padanya?
Saat mengingat semua ini, akankah dunia menilaiku sebagai
seseorang yang tak diperlukan dan menghapus keberadaanku untuk menjadikanku
tawanan kekuatan korektif? … Aku gemetar saat memikirkan sesuatu yang
menakutkan seperti itu.
“Mungkin… melihat Ayana mengenakan hoodie hitam di jalan
atau di rumahku dan mendengar suara yang sepertinya miliknya dengan mata gelap,
dia mungkin telah mengisyaratkan sesuatu kepadaku. Dia mungkin telah memberitahuku
selama ini bahwa aku memiliki kenangan yang harus kuingat.”
Jika aku memikirkannya seperti itu, semuanya cocok.
Meskipun aku mengingatnya seperti ini, aku tidak berhenti
memainkan game ini sampai mencapai akhir cerita... lalu terjadi efek khusus
yang dapat kulihat karena aku bermain selama berminggu-minggu.
Towa dan Ayana menuju ke arah cahaya--- tapi dia
menghilang di tengah jalan, meninggalkan Towa sendirian dan cahaya memudar
digantikan oleh kegelapan… lalu huruf-huruf berikut muncul…
‘Mungkin akulah... yang telah mencuri gadis baik ini.’
Aku mengangguk seolah-olah itu benar, tapi…
Sebenarnya, itu bukan salah Towa, melainkan Ayana
terlahir dengan emosi negatif yang terakumulasi akibat orang-orang yang
menyiksa Towa.
Dia tidak dapat menyadari sampai akhir bahwa Ayana
perlahan-lahan mencabik-cabik dirinya sendiri dalam proses balas dendamnya… Karena
itulah, setelah mengetahuinya nanti, hatinya mulai menangis.
“Ayana… sangat mencintai Towa. Dia sangat
mencintainya sehingga dia tidak bisa menahan diri. Cintanya begitu dalam
sehingga dia tidak bisa memaafkan mereka yang menyiksa Towa.”
Aku menyandarkan punggungku ke sandaran kursi dan menarik
napas dalam-dalam.
Saat aku memejamkan mata dan fokus pada pikiranku, gadis
yang tersenyum di depanku… Senyuman Ayana terlihat.
“Sial… Kau benar-benar menahanku ya, Ayana?”
Aku tahu aku sedang memikirkan sesuatu... tapi aku takut
memikirkan apa yang akan terjadi jika aku tidak mengingat semua ini.
Tentu saja, tidak ada jaminan bahwa itu akan sama persis
dengan gamenya, namun hal tersebut masih masuk akal mengingat kejadian di masa
lalu.
"… Jadi begitu. Sepertinya kamu
bersenang-senang dengan Iori dan yang lainnya… itulah kenapa kamu terlihat
sedikit aneh saat aku mengatakannya padamu, ya?”
Iori dan Mari bukanlah target langsung balas dendam
Ayana, namun hanya dipersiapkan sebagai pengorbanan untuk membuat Shuu semakin
putus asa, oleh karena itu, seharusnya Ayana tidak merasakan emosi yang lebih
besar dari itu.
Namun ternyata tidak seperti itu--- Ayana, seperti gadis-gadis
lainnya, senang mengobrol dan bersenang-senang dengan mereka.
Jadi saat aku mengatakan hal itu padanya, Ayana tahu apa
yang aku rasakan dan berpikir bahwa aku bereaksi seperti itu karena menurutnya
hal itu tidak boleh terjadi, jadi aku mungkin tidak salah.
“… Ayana… Ayana Otonashi… Eh?”
Jika aku hanyalah pemain biasa, aku tidak akan
memikirkannya begitu mendalam seandainya aku tidak mengalami reinkarnasi.
Wajar saja... karena gadis itu berada tepat di hadapanku
dan aku benar-benar berinteraksi dengannya.
[Towa-kun.]
[Towa-kun!]
[Towa-kun…]
[Towa-kun♪]
Berbagai ekspresi terlintas di benakku.
Ahh, aku sangat merindukannya... dan, yang terpenting,
aku harus berbicara dengannya... Ada banyak hal yang harus kubicarakan
dengannya.
Memang benar, daripada mengingat semua ini dengan bantuan
mimpiku, alangkah baiknya jika aku bisa mengingat semuanya sendiri dan
mengobrol dengan Ayana, tapi yahh, semuanya sudah selesai.
“Aku ingin melihat adegan itu lagi.”
Saat aku kembali ke layar judul, aku menggerakkan mouse
lagi, memasuki tampilan adegan dari galeri dan mengklik adegan sebelum akhir.
Sebuah video langka diputar dalam game eroge semacam ini
di mana Ayana mengenakan hoodie bertudung hitam mengunjungi taman tertentu--- itu
adalah taman tempat dia bertemu Towa dan dari sanalah waktu yang dibekukan oleh
Ayana mulai berjalan kembali.
[Aku tidak percaya… semuanya~ sudah berakhir.]
Ayana tak peduli bajunya kotor sehingga dia menyandarkan
punggungnya pada pohon yang basah.
Balas dendam Ayana terhadap Shuu, Kotone dan Hatsune
sudah berakhir... Peran Iori dan Mari dalam cerita sudah berakhir, jadi tidak
ada kebohongan dalam perkataannya.
[… Dengan begini semuanya sudah berakhir… Fufufu, Mereka pantas mendapatkannya.]
Dia mengatakanya seolah ingin membuangnya.
Aku tidak tahu apakah itu karena dia basah karena hujan,
atau memang seperti itu, tapi tetesan air hujan yang mengalir di pipinya adalah
air mata yang tanpa sadar dia tumpahkan dari hatinya yang hancur setelah
menyelesaikan balas dendamnya.
[Ayo kita kembali ke Towa-kun. Sekarang, tidak ada yang akan
menyakitinya… Dengan ini, dia akhirnya bisa menghabiskan hari-harinya tanpa ada
yang menyakitinya. Bagiku, aku akan terus mendukungnya dengan berada di
sisinya… Sekarang kita pasti hanya akan memiliki hari-hari bahagia.]
Ada banyak cara berbeda yang bisa dilakukan orang untuk
mencapai kebahagiaan, namun Ayana yakin bahwa kebahagiaannya datang karena dia
mencapai tujuannya... dia tidak pernah menunjukkannya dalam ekspresi maupun
sikapnya. Hingga akhirnya dia bertekad untuk terus memberikan yang terbaik
di sisi Towa.
“Jika aku menjadi Towa… Tidak, itu akan menjadi trik
kotor, tetapi jika aku mengetahui semua ini sebelumnya, aku rasa aku akan
memikirkan cara untuk mendukungnya.”
Sebagai seseorang yang telah jatuh cinta pada Ayana, aku
ingat selalu memikirkan bagaimana aku bisa mencapai masa depan di mana dia bisa
benar-benar tertawa... Kalau saja dia bisa memiliki akhir seperti ini.
“Itu hanya kepuasan diri sendiri. Namun… Aku sangat
tidak ingin dia memiliki masa depan seperti itu.”
Aku mengepalkan tanganku erat-erat.
Dalam ceritanya, Towa tidak tahu apa-apa tentang hal-hal
yang terjadi di belakangnya dan Ayana mencegahnya untuk mengetahuinya...
Artinya hanya Ayana yang akan mengalami semua kejadian itu.
Dia tidak bisa membaginya dengan siapapun, dia tidak bisa
membicarakannya dengan siapapun... Itu sebabnya menanggungnya sendirian membuat
hatinya hancur setiap detiknya.
“Tak peduli bagaimana kau melihatnya, itu sangat menyakitkan.”
Aku yakin dia merasa lega setelah membalas dendam,
ditambah lagi aku tidak pernah menanyakan apa niat sebenarnya... tapi aku tidak
akan pernah bisa melupakan ekspresi kesedihannya yang mendalam di bawah
derasnya hujan di taman.
“Kebahagiaan dan rasa sakit… Kanjinya mirip, tetapi
sebenarnya ada perbedaan besar di antara keduanya.”
Aku tersenyum kecut memikirkan sesuatu yang begitu jelas
dan setelah itu aku menampar pipiku.
Butuh waktu lama bagiku untuk mengingatnya… Tidak,
bukankah aku mengingatnya dalam waktu singkat? Yah, intinya aku tidak akan
pernah melupakannya, aku ingat semuanya!
“Aku tidak tahu bagaimana aku bisa mengubah masa depan,
namun, lebih baik melakukan sesuatu dan menyesal karena telah melakukannya
daripada menyesal tidak melakukan apapun karena beberapa hal telah berubah.”
Dengan memutar fan disc, aku jadi tahu banyak tentang
kenangan Ayana.
Salah satu hal terpenting adalah waktu yang kuhabiskan
bekerja dengan Shuu, Iori dan Mari di ruang OSIS dan, saat aku bertemu Seina-san...
karena secara teori kejadian seperti ini seharusnya tidak pernah terjadi.
Bukan berarti ceritanya adalah kisah di mana seseorang
harus berjalan di jalur yang telah ditentukan dan perubahan dapat dengan mudah
terjadi hanya dengan satu gerakan--- Buktinya adalah Ayana dan yang lainnya
menjalani hidup mereka dengan benar dalam kenyataan itu.
“… Yah, setelah mengatakan itu, bagaimana caraku bangun?”
Aku bergumam di kamar tidur lamaku yang penuh nostalgia.
Aku tak pernah berpikir akan datang suatu hari dimana aku
akan begitu khawatir tentang bagaimana cara bangun dari mimpi... yups, aku
benar-benar dalam masalah.
Aku mematikan komputerku sejenak, bangkit dari kursiku,
dan melihat sekeliling.
“Hmm… Bagaimana aku bisa bereinkarnasi ke dunia itu?”
Reinkarnasi berarti seseorang mati di kehidupan
sebelumnya... Kalau dipikir-pikir lagi, aku bahkan tidak begitu tahu mengapa
atau bagaimana aku mati... namun, beberapa detik setelah memikirkannya, aku
mendapat penglihatan saat balok-balok baja jatuh dari atas, tapi percuma
memikirkannya sekarang.
Saat aku memikirkan itu--- pemandangan di sekitarku
tiba-tiba berubah dan sekarang kamarku gelap gulita.
Aku… di mana?
"Apa…?"
Benar-benar gelap... Aku tidak bisa melihat apapun.
Meski aku mengulurkan tangan, aku tidak bisa menyentuh
apapun, ditambah lagi rasanya sedikit menyeramkan karena gema yang dihasilkan
suaraku... tapi tetap saja, ini aneh, aku merasa tidak takut.
"… Apa ada orang di sini?"
Meskipun aku membisikkannya dengan pelan, jelas aku tidak
mendapat respon apapun... Namun, respon yang tak terduga membuat tubuhku
gemetar mengeras.
"Aku disini"
"Siapa kau!!??"
Aku segera berbalik dan menemukan seorang pria.
… Tapi, suara tadi terdengar familiar… karena suara
itu…tidak, mungkin orang itu…
Eh?
“Ah… Kau---”
“Hahaha, sungguh aneh… berbicara
dengan seseorang yang memiliki wajah yang sama denganmu.”
Mungkin keterkejutanku saat ini tidak dapat dibayangkan.
Aneh rasanya mengatakannya sendiri, tapi pertemuan ini
tidak akan pernah mungkin terjadi.
“… Towa?”
“Ahh… Ini pertama
kalinya kita bertemu, kan?”
Towa Yukishiro--- siapapun yang mengira mencuri Ayana
dari Shuu, meskipun, pada kenyataannya, dia sangat mencintainya… Keberadaan
yang menggantikannya ada di sini sekarang.
“………”
Aku tak bisa terkejut saat melihatnya berdiri di depanku.
Setelah aku menjadi Towa, meskipun aku melihat diriku di
cermin atau kapan saja, aku mengerti bahwa dia adalah orang lain dan bukan aku,
padahal aku sudah lama bersamanya.
Begitu aku memahaminya, kata-kata tertentu dengan
sendirinya keluar dari mulutku.
"… Aku minta maaf. Hidupmu aku---”
Aku meminta maaf... tetapi sebelum aku melanjutkan
berbicara dan mengatakannya bahwa 'Aku
mencurinya'... Towa meletakkan tangannya di bahuku dan tidak membiarkanku
mengatakannya.
Saat aku mendongak, aku melihat Towa sedang tersenyum.
“Permintaan maafmu sama
sekali tidak diperlukan. Bisa dibilang, kedatanganmu ke duniaku adalah
sesuatu yang aku harapkan dan itu menjadi kenyataan.”
"Apa… maksudmu?"
Apakah keinginannya agar aku menjadi dirinya dan
mengambil hidupnya menjadi kenyataan...?
Aku tidak tahu apa yang Towa coba katakan padaku, tapi
dia tersenyum masam dan terus berbicara...
“Ada banyak hal yang aku
sadari setelah semuanya berakhir. Diantaranya, aku mengetahui bahwa Ayana
menderita sangat lama. Dia selalu bertingkah normal di hadapanku, namun, di
saat-saat tertentu dia akan memasang ekspresi muram di wajahnya. Saat hal
itu terjadi, aku selalu bertanya padanya apakah ada sesuatu yang terjadi, tapi
dia tidak pernah memberitahuku apapun sampai semuanya berakhir.”
“Itu… Eh?”
Ada sedikit keganjilan dalam kata-katanya saat aku menatapnya.
Pria yang berdiri di hadapanku pastinya adalah Towa--- namun
sepertinya dia sudah dewasa.
Dia terlihat sedikit lebih tua dari Towa SMA... Tunggu,
apaah itu mungkin?
“Apa kau… Towa dari masa depan?”
Dia mengangguk.
“Ya… Aku adalah Towa
bodoh yang gagal menyadari kegelapan di hati Ayana dan akhirnya menyakitinya.”
Dia mengepalkan tangannya saat mengatakan itu dengan
penyesalan.
Sejujurnya, aku tidak berpikir dia tidak bisa berbuat
apa-apa… Dalam kasusku, sampai batas tertentu, aku bisa memasuki hati
Ayana. Towa di depanku, aku tidak tahu apa pun tentang dunia ini, ditambah
lagi Ayana pandai menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.
“Aku… tidak bisa
menyelamatkannya. Entah menyadarinya atau tidak, gadis di sebelahku sudah
menyelesaikan semuanya. Meskipun hatinya hancur, dia menghibur dirinya
sendiri dengan mengatakan bahwa dia melakukannya demi kebaikanku… dan kemudian
hatinya hancur. Gadis itu… Ayana, dia gadis yang sangat baik.”
Setelah menghela nafas, Towa melanjutkan bicaranya.
“Aku mungkin berharap
dalam hatiku ada seseorang yang menyelamatkannya… seseorang yang melindungi
hatinya.”
Towa menatap mataku dan mengucapkan kata-kata itu.
Apakah yang dia maksud adalah aku? Aku menghela
nafas berat, tapi... Kenapa?
Aku ingin mengetahui masa depan dan melakukan sesuatu
untuk mengatasinya. Dia menyesali masa lalunya dan meminta seseorang untuk
menyelamatkan Ayana… Sepertinya perasaan kami tumpang tindih sekarang.
“Aku merasa cerita ini sangat nyaman karena pada akhirnya
aku menjadi dirimu.”
“Aku juga sama. Aku
merasa frustasi untuk mengatakan hal ini, tapi bahkan pada tahap ini, tidak
seperti hatiku, hati Ayana mulai hancur--- Kau pasti harus membantunya.”
Mendengar hal itu dari Towa sendiri, yang memintaku untuk
membantunya, membuatku merasa sangat lega.
Kali ini aku mengepalkan tangan.
“Aku merasa tidak bisa melakukan sesuatu yang istimewa
untuk Ayana. Yang bisa kau lakukan hanyalah menghadapinya dengan serius
dan berbicara dengannya.”
"Tidak apa. Aku
bahkan tidak bisa melakukan itu di masaku…”
Lalu Towa menunduk.
… Perasaan apa ini? … Aku benar-benar tidak suka
kalau pria tampan itu merengek tak peduli berapa lama waktu berlalu.
Meskipun dia sedikit kesal, dia menampar punggungku
dengan keras.
Towa meninggikan suaranya sambil mengeluarkan suara yang
menyenangkan.
"Aduh!?"
“Jangan memasang wajah
menyedihkan! Aku tidak suka kalau kau terlihat seperti itu saat berada di
sampingku."
Kau mungkin bertanya-tanya apa yang aku bicarakan karena aku
berada di tubuhmu, tapi hanya itu saja.
“Lakukan yang terbaik
untuk menyelamatkan Ayana dan membuatnya bahagia. Dunia itu bukan lagi
sebuah game dan akhir yang dijanjikan bahkan tidak ada. Juga, ada beberapa
hal yang kau ketahui tentang keluarga Shuu dan Seina-san, kan?”
“Kau benar… aku akan melakukan yang terbaik.”
“Sekarang itu adalah
tanggung jawabmu!”
Dia mengucapkan kalimat kuat lainnya.
“Aku sudah mengatakannya berkali-kali, tapi aku hanya
ingin membantu Ayana… Aku tak bisa berpikir kalau ke arah mana pun aku jatuh,
kesadaranku akan tetap ada.”
"Jangan
khawatir. Kurasa kau sudah menyadari--- kalau jiwa kita telah bercampur
dan kau tidak lagi merasa tak nyaman hidup sepertiku, Towa… Dengan kata lain,
kau adalah aku, yang hidup di dunia ini sekarang. Karena itulah, kau tak
perlu lagi merasa bersalah atas apa yang terjadi saat ini, dan kau juga tak
perlu meminta maaf seperti sebelumnya.”
Itulah yang dia katakan padaku sambil menyentuh pundakku.
Aku menatap Towa sejenak dan karena kata-katanya begitu
lugas... Aku mengangguk penuh semangat untuk menunjukkan kepadanya bahwa aku
memahami segalanya.
“Tapi pada akhirnya ada banyak masalah yang harus
diselesaikan… kau sudah menyerahkan segalanya kepadaku untuk melakukan
pekerjaan itu, bukan?”
“……”
Towa segera membuang muka, jadi aku mengangkat tinjuku
tapi menurunkannya, menahan diri untuk tidak memukulnya.
Dia menatapku dengan ekspresi 'tidak ada yang bisa
dilakukan jika kau ingin memukulku', itu benar, tapi akan salah jika aku
memukulnya sejak awal.
"… Huh? Untuk saat ini---”
Jadi, aku memutuskan untuk menanyakan satu hal yang
menggangguku kepadanya.
“Aku sudah melihat hal-hal aneh dari waktu ke waktu…
Kupikir itu terjadi agar aku dapat membangkitkan kembali ingatanku, tapi… apa
itu kau, Towa?”
“Tidak, aku tidak
melakukan hal seperti itu. Kau tahu betul kan bagaimana masa depan Ayana,
jadi mungkin melalui itu kau menunjukkan keinginanmu untuk menyelamatkannya.”
Kalau begitu maka aku bisa berpikir bahwa aku belum
membuang perasaanku yang ada jauh di lubuk hatiku, jadi, di dunia ini, aku bisa
percaya diri pada hal-hal yang mungkin akan ditertawakan oleh orang-orang di
duniaku sebelumnya.
“Sekarang, aku tidak tahu bagaimana hasilnya… jika aku
berbicara langsung dengan Ayana.”
Towa tersenyum saat melihatku khawatir... Orang ini
mengira segalanya terserah padaku sekarang, jadi dia bisa santai saja, bukan?
"Jangan menatapku seperti
itu. Ada juga penyesalan karena memercayaimu dengan sesuatu yang aku tak
akan pernah memiliki kesempatan untuk menyelesaikannya lagi.”
Itu… benar. Bahkan jika aku mengalami depresi lagi
di sini, aku hanya akan menimbulkan masalah bagi Towa.
Setelah mengobrol dengan Towa sebentar, sebuah cahaya
bersinar di kegelapan seolah mengatakan bahwa sudah waktunya untuk mengucapkan
selamat tinggal.
"Baiklah. Aku
juga tidak berencana untuk kalah. tapi, jika kau benar-benar mencintai
Ayana dengan sepenuh dirimu, aku tahu kau masih bisa menemukan masa depan yang terbaik---
Semoga beruntung, Towa Yukishiro.”
“Towa Ah…! Aku mengerti!"
Memanggail kami Towa memang menarik, tapi aku punya
firasat--- bahwa aku tidak akan pernah melihatnya lagi bahkan dalam mimpiku.
Kalau dipikir-pikir lagi, aku tidak merasa sendirian atau
sedih… Ahh, rasanya aneh sekali.
Seolah-olah keberadaanku semakin bercampur dengan
keberadaan Towa... Sepertinya dia secara tersirat memberitahuku untuk tidak
khawatir tentang kenyataan bahwa aku telah menjadi Towa.
“Aku merasa semuanya
akan baik-baik saja. Pertama-tama, kita… Tidak, izinkan aku memberitahumu sesuatu
yang mungkin bisa sedikit membantumu.”
"Huh? Apa?"
Bisakah kau memberiku beberapa informasi
berguna…? Jadi aku mendengarkan baik-baik perkataan Towa.
“Kau tahu, aku dulu
sangat menikmati sepak bola, kan?”
“Ahh. Itu sudah terukir dalam ingatan, tubuh, dan
hatiku, kau tahu?
“Tolong bermain sepak
bola di depan gadis itu. Aku ingin waktu Ayana, yang terhenti karena
kecelakaan itu, mulai bergerak lagi--- Aku tidak ingin dia terus terjebak di
masa lalu, tapi terus maju---”
Karena itu, Towa tersenyum kecut dan menggaruk kepalanya
sambil terus berbicara…
“Maafkan aku… Mungkinkah
ini keinginanku? Aku menyadarinya setelah memberitahumu ini.”
"... Tidak, ada baiknya memikirkan Ayana di masa
lalu... Dia seharusnya tidak terjebak di masa lalu, tapi melangkah maju... Itu
sangat bagus... Itu kata-kata yang sangat bagus."
Tak diragukan lagi itulah kata-kata yang tepat.
Tapi… ada sesuatu yang membuatku khawatir… Jadi, seperti
Towa, aku menggaruk kepalaku dan menceritakan hal berikut kepadanya.
“Umm… Maaf. Aku tahu aku mengangguk pada idemu, tapi
aku tidak punya pengalaman bermain sepak bola.”
“Itu poin yang bagus, meski
begitu, menurutku tubuhku ingat bagaimana melakukannya.”
“Hee~? … Baguslah.”
Kenangan yang tersisa di tubuhku sungguh luar biasa...
Saat dia memikirkannya, sekililingnya menjadi jauh lebih
terang dan tubuh Towa perlahan-lahan menjadi transparan… Sepertinya sudah
waktunya untuk mengucapkan selamat tinggal.
“Oke, kalau begitu--- Aku
akan mempercayakan Ayana padamu.”
“Serahkan padaku… selain itu, aku akan berusaha sebaik
mungkin untuk melakukan hal lain. Jika aku bisa menyelamatkan Ayana, aku
menyimpulkan bahwa Iori dan Mari akan baik-baik saja… Aku juga berencana untuk
memperbaiki keadaan dengan Shuu. Meskipun dalam kasus Kotone dan Hatsune-san,
mereka sedikit menakutkan!”
Tak peduli apa yang harus kulakukan, Ayana adalah yang
utama--- Aku akan melindungi hati gadis itu dengan caraku sendiri.
Mendengar keputusanku, Towa tersenyum dan mengangguk
penuh kepuasan... dan akhirnya menyentuh bahuku seperti beberapa waktu lalu.
“Melihatmu membuatku
merasa bahwa aku juga bisa memberikan yang terbaik. Aku akan mendukung
gadis yang hacur itu semampuku.”
"Apa mak…"
Maksudnya itu apa?
Towa menghilang sebelum mendengarnya.
Kata-katanya sampai ke telingaku sampai akhir.
“Semoga kau mendapatkan
akhir yang bahagia… dan yang terakhir, terima kasih---”
Lalu, akupun terbangun setelah pertemuanku dengan Towa.
wu
"... Sepertinya kamu sudah tenang, Towa-kun."
Towa-kun, yang sedang tidur di tempat tidurnya, tidak
lagi menunjukkan ekspresi kesedihan di wajahnya seperti tadi.
Aku melihat jam dengan perasaan lega dan menyadari bahwa
sekitar 20 menit telah berlalu sejak kelas siang dimulai, jadi aku tersenyum masam
karena aku tak bisa hadir seperti yang kukatakan pada Aisaka-kun.
“Aku berterima kasih kepada Sensei. Biasanya, dia
akan menyuruhku kembali ke kelas, tapi…”
Begitu Towa-kun berbaring di kasur, dia tertidur lelap.
Aku berpikir untuk membantunya dan kemudian kembali ke
kelas, tapi dia tidak melepaskan tangan yang dia pegang...
Di sisi lain, melihatku khawatir, sensei memberiku saran
yang bagus.
“Sejujurnya, aku rasa apa yang akan aku sampaikan
kepadamu tidaklah buruk karena aku melihatmu khawatir… jadi bagaimana kalau
kamu tetap menjaga Yukishiro-kun? Kelas apa yang kamu ikuti
sekarang?"
"Bahasa inggris."
“Bahasa Inggris, yaa. Baiklah, aku akan memberitahu
gurunya."
Setelah berbicara, sensei memutuskan kalau aku harus
tinggal dan menjaga Towa-kun.
“………”
… Untungnya tidak terjadi hal lain.
Aku melihat ke arah Towa-kun dan memperhatikan kalau
wajahnya sudah membaik dan dia tidur dengan nyenyak... Dia selalu keren, tapi
wajah tidurnya yang polos ini lucu dan menyegarkan.
“Fufufu.”
Agak menyenangkan berada di luar kelas dengan seseorang
yang kau sayangi sementara yang lain ada di kelas... Haa~ Aku gadis yang nakal.
Setelah itu, aku terus memandangi wajah Towa-kun beberapa
saat.
Aku hanya memegang tangannya sambil menatap
wajahnya. Aku merasa senang akan hal itu, tapi ada kata-kata tertentu yang
membuat hatiku sedih dan teringat kembali dalam pikiranku.
‘Ayana… Apa kamu bahagia sekarang?’
Itulah yang Towa-kun tanyakan padaku.
Aku merasa bahagia… Aku yakin itu… Aku tidak bisa
merasakan sebaliknya karena aku berada di sampingnya dan sejujurnya aku sedang
mengalaminya sekarang, tapi… Kenapa kau menanyakan pertanyaan itu padaku?
Aku merasa jemariku menggenggam tangannya erat-erat, jadi
aku melonggarkan genggamanku.
"… Aku merasa bahagia. Aku tidak merasakan apapun
selain kebahagiaan… itulah sebabnya aku ingin kamu lebih bahagia dan tidak ada
yang menyakitimu…”
Jadi untuk itu… aku…!
Aku menarik napas dalam-dalam dan menenangkan diri.
Sensei mengatakan ada sesuatu yang harus dia lakukan,
jadi dia meninggalkan ruang UKS dan karena tidak ada murid lain yang sakit,
hanya ada aku dan Towa-kun di tempat ini.
“Tak ada gunanya memikirkan hal-hal negatif karena aku
akan depresi! Lebih baik aku melihat wajah tidur Towa-kun yang lucu!”
Melihat laki-laki yang kucintai membuatku merasa lebih
tenang... Mungkin itu sebabnya aku merasa sedikit mengantuk. Sepertinya
Towa-kun yang sedang tidur akan mengajakku tidur.
Meskipun aku menutup mulut dan menguap, rasa kantuknya
sangat kuat.
“… Lagipula, aku tidak akan kembali ke kelas sekarang,
jadi… Tidak apa-apa kan kalau aku tidur?”
Aku berpikir ini tidak akan pernah terjadi, tapi sekeras
apapun aku berusaha, kepalaku terasa pusing karena aku sangat mengantuk... dan
sebelum aku menyadarinya, mataku sudah terpejam dan aku merebahkan badanku ke
sandaran kursi yang nyaman.
wu
"… Eh?"
Seharusnya aku tidur di sebelah Towa-kun, tapi aku berada
di tempat yang aneh.
Ini adalah ruangan yang sekililingnya gelap dan jarak
pandang tak jelas… Aku tidak panik karena aku langsung menyadari bahwa ini
adalah mimpi.
“Mimpi… ruang gelap… Fufufu, itu seperti mewakili hatiku.”
Aku merasa lega saat mengatakan itu.
Mengapa aku menganggap ruang gelap ini mewakili
hatiku...? Kalau harus kugambarkan hatiku, seharusnya lebih terang dari
ruang ini... karena itulah warna kebahagiaan yang ingin kusampaikan pada
Towa-kun.
"... Ini tidak menyenangkan. Mimpi apa ini---?"
Tunggu, mungkin sekarang aku... Ini adalah ekspresi yang tak
seharusnya kutunjukkan pada Towa-kun.
Aku hampir mendecakkan lidahku… Tidak, aku mendecakkan
lidahku seperti biasanya.
Aku tidak tahu apakah itu pertanda atau bukan, tapi
perubahan terjadi di ruang gelap--- sesuatu mencengkeram kakiku.
"… Huh?"
Itu adalah seorang wanita… Wajah itu familiar bagiku.
Itu seperti sebuah tangan yang keluar dari rawa... dan
itu meraih kakiku---
“… Honjou-senpai?”
Ya, itu dia.
Pakaiannya sangat kotor dan rambutnya sangat kering
sehingga sulit dipercaya bahwa itu adalah dia karena dia biasanya terlihat rapi
dan terawat... Yang terpenting, bau yang sangat aneh yang membuatku ragu bahwa
itu adalah dia.
"Apa yang sedang kamu lakukan…? Huh? …
Bukankah kamu terlihat sedikit dewasa?”
Hal lain yang aku perhatikan adalah dia lebih dewasa
daripada Honjou-senpai yang aku kenal.
Aku tidak pernah berpikir bahwa aku akan berusaha keras
untuk membuatnya tampak seperti gadis dewasa dalam mimpi yang aneh dan tidak
menyenangkan... Itulah yang kupikirkan--- Tiba-tiba... Honjou-senpai menatapku
dan membuka mulutnya.
“Kau pasti tidak akan pernah… bahagia.”
"… Eh?"
Aku tidak akan pernah bisa bahagia...?
Apa sih yang orang ini katakan? … Kebahagiaanku nomor
dua… Selama Towa-kun bahagia, semuanya baik-baik saja.
Jadi, meskipun kau memberitahuku bahwa aku tidak akan
bisa bahagia, itu tidak menggangguku... Juga, karena ini adalah mimpi, aku
hampir menghancurkan kepalanya.
[Mungkin akulah… yang mencurimu.]
"… Huh?"
Saat Honjou-senpai menghilang yang memegangi kakiku, aku
mendengar suaranya di belakangku.
Suara yang kudengar dalam kegelapan ini seperti secercah
harapan yang menyembuhkan hatiku dan meneranginya... dan saat aku berbalik, dia
disana.
“Towa-kun!”
Aku hendak mengulurkan tanganku untuk menyentuhnya, tapi
entah kenapa aku memutuskan untuk tidak melakukannya.
Aku tidak tahu kenapa... tapi aku merasa laki-laki di
depanku ini bukanlah Towa-kun.
(Tidak, itu bukan dia... Dia bukan orang yang aku inginkan
dekat denganku... Ketidaknyamanan apa ini---?)
Laki-laki yang membelakangiku... itu pasti Towa-kun.
Tapi kenapa sebelumnya aku membandingkannya dengan laki-laki
yang selalu berada di sisiku? … Tiba-tiba, Towa-kun menoleh ke belakang
sambil memikirkan sesuatu yang tak begitu kumengerti.
"Ah…"
Sebenarnya, itu adalah Towa-kun… Namun, ekspresi wajahnya
terasa sangat menyakitkan seolah hatinya akan hancur kapan saja.
Kenapa? Kenapa kau memasang wajah seperti
itu? Kenapa kau terlihat seperti hendak menangis!?
“Towa-kun…!”
Aku tahu... Aku tahu ini hanya mimpi dan laki-laki itu
berbeda dengan Towa-kun yang kukenal.
Dan lagi... tapi aku tak bisa mengulurkan tanganku...
Karena hal yang paling tak ingin kulihat di dunia ini adalah wajah sedih
Towa-kun!
“Towa-kun…?”
Aku mengulurkan tanganku dengan putus asa, tapi aku menembus
Towa-kun dan dia menghilang--- namun, aku masih bisa mendengar suaranya.
[Gadis itu… Ayana, bertingkah memikirkanku, menghancurkan hatinya
sendiri… dan berusaha mati-matian agar tak terlihat terluka.]
Jantungku berdetak kencang.
Lalu, sebuah video diputar sebagai pengganti Towa-kun
yang hilang... Itu adalah video wanita dekat Shuu yang tubuhnya dilecehkan...
Seolah-olah itu adalah cerminan masa depan--- Karena semua itu adalah sesuatu
yang ingin kulakukan.
Tak perlu dikatakan lagi, mereka adalah Hatsune-san dan
Kotone-chan, namun, bagi Honjou-senpai dan Mari-chan, itu hanya membuat Shuu
semakin putus asa... Huh?
"Kenapa…?"
Aku merasakan sakit yang menusuk di dadaku dan meletakkan
tanganku di atasnya.
Tidak menyenangkan... Tidak menyenangkan, tidak
menyenangkan, tidak menyenangkan, tidak menyenangkan... Aku tidak mau melihat
atau mendengarnya... tapi, aku masih bisa mendengar suara Towa-kun.
[Akulah yang mencuri Ayana, yang merupakan orang baik dalam arti
sebenarnya. Seandainya aku tahu lebih awal… Seharusnya aku lebih banyak
berbicara dengan Ayana… Berengsek! Sialan!!]
"Berhenti… berhenti…!"
Tolong jangan sebut namaku sambil terlihat sedih... Kedengarannya
seperti apa yang akan kulakukan akan menyakiti Towa-kun!
Memikirkan hal itu, aku membuka mataku dan menarik napas.
“Kalau terus begini... Towa-kun tidak bisakah dia
bahagia...? Apa aku akan membuat Towa-kun terlihat seperti ini…? Apakah
aku akan membuatnya sedih…?”
Dia baik... itu sebabnya aku tidak pernah bisa
memberitahunya apa yang akan kulakukan.
Aku akan menyelesaikannya agar dia tidak menyadarinya...
Aku akan melenyapkan siapapun yang mengganggumu, Towa-kun. Aku akan
melakukannya agar tidak ada yang menyakitimu.
Meski begitu, aku tahu kalau aku tidak bisa
menyembunyikan semua perubahan di sekitarku, jadi aku hanya perlu dekat dengan
Towa-kun... Kupikir akan baik-baik saja jika aku bisa melupakan segalanya
seolah itu adalah mimpi indah, tetapi ... Kenapa kau menunjukkan adegan itu
padaku!?
“… Aku… masih…”
Dan saat aku memegang kepalaku dengan kedua tangan, aku
berusaha mengucapkan kata-kata itu dan tiba-tiba menyadari sesuatu.
Daripada mengkhawatirkan kebahagiaan Towa-kun, aku hanya
ingin menghilangkan kebencian yang kupendam terhadap orang-orang yang
menyiksanya…
Apa aku benar-benar hanya bertindak… demi Towa-kun?
Bukankah aku menggunakan Towa-kun sebagai alasan hanya
karena aku ingin membersihkan kebencian yang ada di dalam diriku…?
Aku terbangun dengan pemikiran itu.
“…… uhh.”
“Ara, apa kamu sudah bangun?”
"Sensei…?"
Begitu aku bangun, sensei memanggilku.
Aku sedikit pusing karena baru bangun tidur, namun
melihat sensei menatap mataku dan Towa-kun yang tertidur di kasur membuatku
terbangun sepenuhnya.
“Ada apa, Otonashi-san? Bukankah kamu sedikit
pucat?”
“Umm… aku baik-baik saja. Aku hanya… mengalami mimpi
buruk.”
"Begitu? Hmm, jika kamu berkata begitu, tapi
aku penasaran apakah benar begitu.”
Kata sensei sambil menatap wajah Towa-kun.
“Keadaan Yukishiro-kun sudah membaik, bukan
begitu? Mungkin dia seperti ini karena kurang tidur? Apa dia tidur
larut malam atau berolahraga sebelum tidur?”
"… Ah."
Aku mempunyai gambaran tertentu saat mendengar tentang
melakukan oalahraga sebelum tidur, sehingga suara itu luput dari perhatianku.
Untung saja sensei menatap serius ke arah Towa-kun yang
bahkan tidak memperhatikan suaraku.
Aku melihat arlojiku dan menyadari bahwa aku telah tidur
sekitar 50 menit.
“Sepertinya kelasnya… akan segera berakhir.”
"Ya. Belnya akan segera berbunyi, jadi
Otonashi-san, kembalilah ke kelasmu sekarang.”
"Aku mengerti. Sensei, tolong jaga Towa-kun,
ya.”
"Serahkan padaku."
Towa-kun, semoga cepat sembuh ya. Tunjukkan lagi
penampilan energikmu yang biasa karena hanya dengan begitu aku akan tenang.
“… Jadi, aku permisi dulu.”
Aku benar-benar ingin berada di sisimu lebih lama lagi,
tapi aku harus kembali ke kelas.
Jadi, aku meninggalkan ruang UKS dan langsung menuju ke
ruang kelas--- Selama waktu itu, pikiranku penuh dengan pemikiran tentang
Towa-kun dan… tentang mimpi itu.
“… Kenapa aku mengingatnya dengan sangat detail?”
Aku ingat semua mimpiku.
Alangkah baiknya jika aku bisa melupakan semuanya... tapi
mimpi itu tidak sebaik kelihatannya.
Saat aku berjalan menyusuri lorong, bel berbunyi
menandakan kelas telah berakhir.
Aku masuk ke dalam kelas dan teman-temanku langsung
bertanya tentang kondisi Towa-kun, jadi kuberitahu mereka kalau dia sudah
tertidur lelap sekarang.
"Begitu ya? Baguslah."
“Aku tahu jika sesuatu terjadi pada Yukishiro-kun, tadi kamu
mau menangis lho, Ayana!”
“Fufufu, Maaf
karena sudah membuat semua orang khawatir.”
Setelah teman-temanku, Aisaka-kun datang dan bertanya
padaku tentang Towa-kun.
“Aku baru saja mendengar kalau dia sedang beristirahat. Aku
senang Yukishiro-kun tidak mengalami masalah serius.”
“Itu benar. Maaf karna sudah membuatmu khawatir,
Aisaka-kun.”
Kalau dipikir-pikir lagi... Aku tidak menyadarinya, tetapi
aku ingat kalau aku bisa saja berbicara dengan tegas padanya.
Apa aku memiliki wajah yang agak menakutkan...?
Yah, aku melakukannya karena panik saat itu.
“Ayana.”
“………”
Setelah Aisaka-kun kembali ke tempat duduknya… Shuu
mendekatiku.
“Apa Towa baik-baik saja?”
"Iya. Jangan khawatir."
Shuu dengan mudah memahami apa yang kukatakan dan merasa
lega.
Yah, melihat betapa banyak orang yang mengkhawatirkan
kondisi Towa-kun... dan berpikir bahwa semua orang menyukai kepribadiannya
membuatku merasa bahagia seolah-olah aku adalah dia.
“He-hei, Ayana.”
"Ada apa?"
Aku tersenyum kecil mendengarnya dan Shuu menggaruk
pipinya.
Dia terdiam beberapa saat dan menggelengkan kepalanya
mengatakan itu bukan apa-apa.
“Maaf, Ah, tapi! Terimakasih sudah menjawab
panggilanku tadi malam. Aku senang akan hal itu.”
“Ah, jadi itu. Tidak, tidak apa."
"Lagipula, mendengar suaramu di malam hari membuatku
merasa nyaman dan rileks, Ayana. Apa karena selama ini aku mendengarkan
suaramu?"
“Ah, jadi menurutmu begitu ya.”
Sejujurnya aku memberikan jawaban asal-asalan karena aku
tak peduli dengan percakapan ini.
Itu karena aku terus memikirkan mimpi itu sejak saat
itu. Bukan hanya saat aku ngobrol dengan Shuu-kun, tapi juga dengan
Aisaka-kun dan teman-temanku.
Hmm, Shuu tidak menyukai jawabanku, jadi dia mengucapkan
kata-kata berikut kepadaku.
“Ayana… kamu terlalu peduli pada Towa. Kamu tidak
perlu sampai sejauh itu, kan?”
“… Apa yang ingin kamu katakan padaku?”
Suaranya ternyata sangat pelan bahkan bagiku.
Shuu mengangkat bahunya, lalu berkata lagi bahwa itu
bukan apa-apa dan pergi dari sini seolah-olah sedang melarikan diri.
“………”
Aku tak begitu peduli dengan apa yang dipikirkan Shuu
atau alasan dia melarikan diri.
Setelah itu, saat kelas berikutnya dimulai, sedari tadi… aku
tidak bisa berkonsentrasi. Suara itu terus bergema di kepalaku.
[Gadis itu… Ayana, bertindak memikirkanku, menghancurkan hatinya sendiri…
dan berusaha mati-matian agar tidak terlihat terluka.]
Aku bisa mendengar suara Towa-kun berulang kali di
kepalaku.
Tak perlu khawatir tentang itu... Aku tak perlu khawatir
tentang mimpi yang tak jelas seperti itu... tapi, meski begitu, suara orang
yang paling kucintai terus bergema di kepalaku.
(Bukankah itu hal buruk yang akan kulakukan...? Apa itu
ide yang buruk membuat semua orang yang mengatakan hal-hal buruk kepada
Towa-kun menderita...? Tapi jika orang-orang itu dekat dengannya, aku yakin
Towa-kun akan lebih menderita lagi di masa depan…!)
Aku sudah mengambil keputusan sejak aku melihat Towa-kun
menangis di kamar rumah sakit.
Aku berpikir untuk menyingkirkan semua orang yang
menyakiti Towa-kun... walaupun itu melibatkan orang luar dalam prosesnya... tetapi,
jika tindakanku justru menyakitinya, lalu untuk apa yang telah kupersiapkan
semuanya selama ini?
Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk 'menyingkirkan' rintangan yang
menghalangi orang yang kucintai... sebaliknya, aku tidak tahu apa yang harus
kulakukan menghadapi kenyataan bahwa mungkin ada masa depan yang membuat orang
yang paling kucintai menderita.
Tolong aku, Towa-kun… Aku sangat ingin dia menghiburku hingga tanpa sadar aku mengucapkan kata-kata itu dalam hatiku.