Aku
bermalam di apartemen muridku.
>>Paragraf Lebih Rapi Disini Ya<<
“Mmm~~~, tidurku nyenyak sekali.”
Seakan-akan ada tombol telah diputar, aku
langsung terbangun dengan mata terbuka lebar.
Biasanya, aku harus memasang beberapa
alarm di ponselku, menarik kesadaranku keluar dari tidur nyenyak yang suram,
dan merangkak keluar dari tempat tidur seperti zombie.
Sudah lama sekali aku tidak bisa tidur
nyenyak. Aku merasa lebih ringan dari biasanya dan kepalaku jernih.
Kapan terakhir kali aku terbangun dengan
perasaan senyaman ini?
Alangkah baiknya jika seperti ini
setiap hari.
Aku berbaring di tempat tidur dan
mencari ponselku untuk mengecek jam, tapi tidak ada di dekat bantal.
"Apa? Dimana?"
Ponsel tidak ada.
“Ini, seprainya terasa berbeda…”
Sensasi bantal yang biasa aku peluk
terasa berbeda, dan kalau dipikir-pikir, baunya juga berbeda.
Aku duduk dan melihat sekeliling
dengan bingung.
Ini tempat yang aku tahu, tetapi ada
sesuatu yang tak beres.
“… Selalu begini, kah?”
Saat penglihatanku menjadi jelas, aku
menyadari apa yang terasa sangat berbeda.
“………!? Ini apartemen Nishiki-kun! Aku
benar-benar melakukannya~~~~!!!!”
Aku merasakan darah mengalir dari
wajahku. Bagaimana ini bisa terjadi?
"Ah! Apa aku benar-benar
melakukannya!?”
Jeritan keputusasaan yang tak
terdengar keluar dari diriku.
Kata-kata seperti 'bermalam',
'perilaku buruk terhadap anak di bawah umur', dan 'pemecatan secara tidak
hormat' tiba-tiba terlintas di benakku.
"Itu tidak mungkin! Bentar! Apa
aku benar-benar tidur di apartemen muridku?"
Aku segera memeriksa kondisiku
sendiri. Tidak ada apa-apa, aku berpakaian dengan benar. Aku juga memakai
celana dalamku. Sepertinya tidak ada yang acak-acakan. Itu masih sempurna.
Setelah merasa lega sejenak, aku
buru-buru mengingat apa yang terjadi tadi malam.
Aku datang ke apartemennya, makan nasi
kari, menangis dan membuat diriku nyaman sambil bersandar di dadanya.
Setelah itu, kami ngobrol sambil makan
stroberi, dan--- pada titik tertentu aku pasti tertidur.
Mengingat hal itu membuat wajahku
memanas.
“Aku tidak hanya memasuki apartemen
seorang pria, tetapi aku juga bermalam di sini…”
Kecerobohanku menurunkan suasana
hatiku yang tadinya cerah.
“Sensei, apa kamu sudah bangun?”
Sebuah suara datang dari lantai.
“Ni-nishiki-kun!?”
"Selamat pagi."
Dia terdengar mengantuk saat dia
bangkit dari lantai.
“Se-se-selamat pagi.”
Kecemasanku muncul dalam suaraku.
"Apa kamu tidur dengan
nyenyak?"
“I-iya. Te-terima kasih, kamu tidur di
lantai?”
"Ya, karena kamu tertidur lelap
di tempat tidurku. Apa kamu tidak ingat?" Nishiki-kun bertanya sambil
menahan kuap.
“Aku sama sekali tidak ingat …”
Aku merasa sangat tidak enak bahkan aku
tidak bisa menatapnya dengan benar.
“Umm, Sensei, bisakah kamu memperbaiki
pakaianmu atau bersembunyi?”
Aku memeriksa penampilanku saat di amembuat
permintaan itu.
Pakaianku benar-benar berantakan
karena memeriksa tubuhku tadi.
Kancing atas kemejaku terbuka,
memperlihatkan belahan dada dan braku, dan rokku terangkat saat memeriksa
celanaku, menciptakan tampilan yang agak terbuka dan seksi.
Aku buru-buru menutupi diriku dengan
seprai dan bersandar ke dinding.
“Untuk lebih jelasnya, aku belum
menyentuhmu, Sensei.”
"Tapi! Kenapa aku tidur di tempat
tidurmu?”
Aku meronta-ronta di bawah selimut
saat aku memperbaiki pakaianku.
“Yah, kamu merebahkan dirimu di sana,
Sensei. Awalnya kamu bersandar di tempat tidur, namun pada akhirnya kamu masuk
ke atas dan tertidur lelap. Aku mencoba memanggilmu beberapa kali, tetapi kamu
tidak mau bangun, jadi aku menyerah.”
Dia dengan tenang menjelaskan kepadaku
apa yang terjadi tadi malam.
Itu benar, aku sering tertidur sambil
bersandar di tempat tidur di apartemenku.
Biasanya aku terbangun sebentar di
tengah malam dan tidur dalam keadaan setengah tertidur, sehingga bukan tidak
mungkin aku melakukan hal seperti itu.
Namun tidak disangka aku akan
melakukan hal seperti itu di apartemen seorang laki-laki yang juga muridku.
“Lalu kamu menghabiskan sepanjang
malam di lantai?”
“Apa akan lebih baik jika aku tidur di
sebelahmu?”
Dia berdiri, meregangkan punggung dan
pinggangnya seakan-akan terasa kaku.
"Aku benar-benar minta maaf!!!"
Aku membungkuk dalam-dalam di atas tempat
tidur.
Aku benar-benar bodoh---!!!
Apa yang akan terjadi jika dia tidak
bersikap seperti pria sejati?
“Jika ketahuan kamu menginap di
apartemen murid, itu akan menjadi skandal besar.”
“Tidak mungkin~ aku tidak ingin
dipecat sebagai guru.”
Aku meraih kepalaku dengan tanganku.
“Aku tidak akan menyebarkannya.”
Seberapa besar kelemahanku yang telah dia
ketahui hingga pagi ini?
“Kamu tidak akan mengancamku? Kamu
tidak mengambil fotoku?”
Rasanya aku ingin menangis lagi di
hari yang masih pagi ini.
“Jika kamu meragukanku, silakan
periksa ponselku.”
“… Apa kamu ini dewa? Aku hampir saja ingin
memujamu.”
Dalam situasi di mana aku tidak bisa
lagi menjaga martabatku sebagai seorang guru, dia tetap tenang, dengan sikap
yang sama.
Pendidikan seperti apa yang dibutuhkan
agar seorang murid SMA bisa begitu tenang?
Muridku terlalu dewasa.
"Apa yang akan kamu lakukan? Jika
kamu punya waktu setelah ini, aku ingin melanjutkan apa yang sudah kita bahas kemarin.”
"Apa?"
Aku memiringkan kepalaku, tidak
mengerti apa yang dia maksud.
Jangan bilang padaku bahwa meskipun
dia tidak akan menyerang seseorang di saat mereka sedang tidur, dia akan
melakukannya jika orang lain setuju?
Merasakan bahaya, aku mencoba berdiri
dari tempat tidur, tapi dia menghalangi jalanku, menutup jalanku.
Oh tidak, aku yakin aku tidak akan
bisa melarikan diri jika dia mendekatiku.
“………!”
Aku menelan ludah saat ketegangan
menguasai tubuhku.
“Sensei?”
"Dengat! Aku telah memutuskan
bahwa pertama kaliku akan bersama seseorang yang kucintai, jadi aku tidak bisa
melakukan hal seperti itu dengan mudah! Juga, aku bukannya tidak mengetahui
teknik segs yang mungkin kamu harapkan dariku, jadi menyerah saja!”
Bingung, aku mengatakan semua yang
terlintas dalam pikiran.
Sepertinya aku sudah bicara terlalu
banyak, tapi aku benar-benar ingin melindungi diriku sendiri.
Lalu, dia sendiri yang panik.
“Aku sedang membahas tentang diskusi menjadi
bertetangga! Sensei, sejak kamu tertidur tadi malam, kita belum
membicarakannya!”
Dia juga bergegas membersihkan namanya
dari tuduhan palsu.
"Ah~~~, iya, begitu ya. Tentu
saja, itu yang kamu maksud. Syukurlah."
Akhirnya, ketegangan hilang dari
tubuhku.
“Kamu menilai tanpa bertanya apapun
kepadaku, dan kemudian hal ini terjadi. Astaga, beri aku waktu sebentar.”
Dia tampak sangat cemas dan
mengalihkan pandangannya dariku.
“Aku tidak bisa cukup meminta maaf.
Tapi aku memintamu untuk memaafkanku.”
Yang bisa kulakukan hanyalah meminta
maaf.
Malu dengan kesalahpahamanku sendiri,
aku bahkan tidak bisa melihat wajahnya. Ini lebih dari sekedar pukulan terhadap
martabatku sebagai seorang guru.
Meski tidak ada yang terjadi,
keheningan yang canggung memenuhi apartemen yang disinari cahaya matahari pagi.
“Karena ini hari libur, bagaimana
kalau kita sarapan dulu? Mungkin kita bisa membicarakannya saat sarapan.”
Dia orang pertama yang berbicara.
“Ya, sambil sarapan. Terimakasih."
Aku menjawab dengan cepat.
Selalu Nishiki-kun yang memberikan
saran itu terlebih dahulu.
Kemampuannya untuk memahami dan menangani
situasi yang tidak nyaman sejujurnya dapat diandalkan.
“Lalu bagaimana kalau aku
menyiapkannya dalam satu jam? Sensei, kamu harus membersihkan dirimu juga.”
Mendengar sarannya, aku teringat kalau
aku bahkan belum mandi sebelum tidur di ranjangnya tadi malam.
Oh tidakkk, aku mulai khawatir dengan
keringat dan bauku sendiri.
"Okey!!! Dan aku akan mencuci
seprai dan semuanya!”
"Tidak, aku akan melakukannya
sendiri."
"Serahkan saja padaku! Ini
permintaan maafku karena menggunakan tempat tidurmu!”
Sebelum Nishiki-kun menyetujuinya, aku
dengan paksa melepas seprai dari tempat tidur.
“Sampai jumpa satu jam lagi!”
Aku berlari keluar dari apartemennya
sambil mengambil seprai seperti pencuri.
Dengan momentum itulah, aku kembali ke
apartemenku semula, melupakan lagi kantong sampah yang kutinggalkan di lorong.
“Whoahhh! Apa!?"
Aku tersandung keras dan akhirnya
membenamkan wajahku di tumpukan selimut yang kubawa.
Setelah sedikit kesakitan, aku mencium
bau yang bukan milikku.
“Ahhhhhhhh---!”
Saat aku berteriak kaget, aku segera
memasukkan semuanya ke dalam mesin cuci.
Lalu, seolah ingin menghapus jejak
semalam, aku melepas baju dan celana dalam yang kupakai dan menyalakan tombol.
Saat aku masuk ke kamar mandi dan
membiarkan air panas mengalir ke seluruh tubuhku, aku diliputi rasa benci pada
diri sendiri.
“Apa yang kau lakukan, tidur di
apartemennya.”
Tidak ada yang terjadi, tetapi itu
adalah pertama kalinya dalam hidupku bermalam di apartemen seorang pria.
Aku sudah hidup 23 tahun tanpa
memiliki kekasih. Aku bahkan belum pernah menjalin hubungan berpacaran.
Tentu saja, aku juga belum pernah
menjalin hubungan dewasa.
Aku selalu kurang tertarik pada romansa,
melihat obsesi teman-temanku dengan cinta dan pasangan sebagai sesuatu yang
sangat jauh dariku.
Meskipun aku sudah menerima pengakuan
cinta sejak aku masih mahasiswa, aku selalu menolak semuanya.
Karna itulah aku belum pernah
berkencan, apalagi bermalam di apartemen pria.
“Ini terjadi terlalu cepat.”
Dan orang yang dimaksud adalah pria
yang lebih muda.
Yuunagi Nishiki. Muridku, yang
kebetulan tinggal di sebelah rumahku.
(Bukankah dia akan dekat denganmu?
Bukankah ada anak baik di sekolah tempatmu bekerja?)
Kata-kata temanku tiba-tiba muncul
kembali.
Itu hanya membuatku semakin sadar akan
hal itu.
… Sekarang rasa panas di wajahku bukan
hanya karena mandi.
“Bagaimana aku harus memperlakukannya
setelah ini!?”
Aku tidak yakin lagi bisa bertingkah
seperti orang dewasa di depannya lagi.