Prolog
Aku berpikir suatu hari nanti aku
pasti akan melakukannya.
Aku berpikir aku tidak peduli
dengan siapa aku melakukannya.
Karna itulah... sesuatu yang
selalu dilakukan manusia.
Biasanya hal ini tidak perlu
dipikirkan, aku tidak ingin memikirkannya tetapi... dunia ini, dalam sejarah
ini, sebagian besar umat manusia telah melakukannya. Kita semua terlahir
seperti itu, baik orang tuaku, kakek dan nenekku, bahkan yang lebih jauh lagi,
selalu, selamanya... begitulah hal-hal itu harus terjadi hingga aku lahir,
dengan begitulah kehidupan akan terus berlanjut, perbuatan laki-laki dan
perempuan tanpa busana, tindakan sakral melahirkan anak adalah sesuatu yang
istimewa, sekaligus sesuatu yang sangat normal.
Aku rasa tak peduli seberapa
banyak mereka memutarbalikkannya atau cara mereka mencoba menyembunyikannya,
menurutku itu adalah tindakan yang tidak dapat disembunyikan... Jika aku
mengatakan "membuat anak", itu pasti cara yang tidak masuk akal untuk
mengatakannya, yah, bagaimanapun, itu sebenarnya itu tidak banyak perbedaan…
Aku merasa… suatu hari nanti akan
tiba saatnya aku juga harus “membuat anak” dengan mengesampingkan fakta bahwa
waktu yang aku miliki sebagai seorang perjaka adalah waktu yang sama aku harus
hidup, tetapi aku berpikir itu adalah sesuatu yang akan datang secara alami. Tentu
saja, suatu saat nanti aku akan menemukan pasangan dan untuk membuat keluarga
penuh dengan cinta, aku harus mengalami tindakan membuat bayi... keinginan itu
belum menjadi kenyataan dalam hidupku, tapi...
Aku ingin mengalaminya suatu hari
nanti… dan itu terjadi lebih cepat dari yang aku kira.
“…!”
Tubuhku panas seperti ada uap
yang keluar dari kepalaku, perasaan yang muncul dari lubuk hatiku menyebar ke
seluruh tubuhku, apakah itu perasaan senang atau rasa bersalah? Aku bahkan
tidak tahu lagi.
Kamar nomor 302, hotel
cinta. Di ranjang seorang pria dan seorang wanita, pria itu adalah aku… wanitanya
adalah Mono-san, Ketua tempat kerjaku, bagiku dia adalah atasanku langsung, di
tempat kerja dia tegas, keras pada bawahannya, seorang wanita yang beberapa
staf di perusahaan takut dengan panggilannya “Permaisuri” … tapi bagiku dia
adalah orang yang aku rindukan.
Dan sekarang... kulit kami
bersentuhan.
“A-akun akan memasukkannya,
Mono-san.”
“Umm…”
Itu adalah suara yang kecil dan
lucu, seolah-olah nada suara kasar yang dia gunakan di tempat kerja adalah
sebuah kebohongan.
“Masukkan saja semuanya.”
Kami menjadi satu, tanpa ada
benang diantara kami, tapi... tidak ada cinta, kami belum menikah, kami bahkan
bukan sepasang kekasih, kami menyatukan tubuh kami tanpa cinta di dalamnya,
sebuah tindakan hanya agar dia bisa mempunyai anak. Hubungan inilah yang
dia minta.
Semuanya dimulai pada hari itu, sebulan yang lalu.