Chapter
1
Permintaan
Ketua Monou.
“Sanezawa-kun, Apa maksudnya
ini?”
Monou-san menatap lurus ke
arahku dengan tatapan elegan saat dia mengatakan itu, tempatnya, kantor kerja,
departemen penjualan, cara memarahinya yang kasar dan tenang, suasana dingin melanda
tempat itu.
“Kamu belum memenuhi lebih dari
setengah target bulan ini.”
Setelah mengatakan itu, dia
menunjuk ke laporan hasil yang ada di dinding, papan tulis, dan ketika dia
melihat namaku, dia menyeringai.
“Hari-hari di mana penerbit
besar menjual tanpa melakukan apapun sudah lama berakhir, sekarang adalah era
kemajuan dalam dunia hiburan... Sekarang buku harus dijual menggunakan kepala
kita seperti yang dilakukan perusahaan kita, jika tidak, tidak ada yang akan
membeli buku kita.”
Aku dimarahi oleh atasan
langsungku.
“Sa-saya minta maaf.”
Aku tidak bisa berbuat apa-apa
selain menundukkan kepalaku.
“Saya rasa saya sudah berusaha
yang terbaik, tetapi semuanya tidak berjalan sesuai rencana...”
“Kerja keras itu hanya akan bernilai
bagi siswa.”
Itu memukulku secara logis...
Aku menoleh untuk melihatnya
lagi, rambut panjang, rimbun, tatapan tajam, bukan berarti tatapannya tajam
tapi tergantung orangnya, kau bisa melihatnya. Siapapun pasti mengakui
kalau dia cantik, bentuk tubuh yang bagus, dada besar yang tidak bisa
disembunyikan bahkan di balik setelan jasnya, dia akhirnya mencuri pandanganku
meski sedang dimarahi tapi aku mati-matian berusaha menahan diri.
“Kamu sudah berada di sini
selama 2 tahun, jadi bersikaplah seperti pekerja sekarang.”
“… Fuu.”
Aku menghela nafas setelah lepas
dari tekanannya, aku melepaskan kekuatan seluruh tubuhku.
“Ketua Monou.”
Saat dia meninggalkan tempat itu,
seorang gadis pekerja berbicara kepadanya, rekanku… Miku Kanomata.
Meskipun kamu bekerja di tempat
yang sama, kami di departemen yang berbeda.
“Akhir pekan ini… manajer mengundang
saya untuk bermain golf, tapi… karena dengan rekan bisnis, saya tidak bisa
menolak… selain itu, bahkan harus menginap…”
Mengatakan padanya dengan
ekspresi mau menangis, Monou-san mengeritkan alisnya dengan ekspresi tak
senang.
“… Aku akan pergi dan menolaknya
untukmu.”
“Terima kasih banyak!”
“Ini kesalahan manajer, tapi
kamu juga harus lebih tegas, kamu dipandang rendah karena menunjukkan sikap
lemah seperti itu.”
“… Baik.”
Kanomata mengangguk seolah takut,
lalu Monou-san meninggalkan tempat itu.
“Haah…”
Aku menghela nafas dan kembali
ke tempatku.
“Kau tertangkap basah, Sanezawa.”
Rekan yang duduk di sebelahku
adalah… Shogo Kutsuwa tersenyum saat mengatakan itu.
“Mau bagaimana lagi, itu kesalahanku
sendiri.”
“Seperti biasa, ‘permaisuri’-sama
kita tak punya belas kasihan.”
Kutsuwa mengatakan itu sambil
mengangkat bahunya. Mengatakan segala macam hal hanya karena dia tidak
ada...
Monou Yuiko, posisinya adalah kepala
bagian, seorang wanita cantik yang mengenakan setelan bermerek, bagiku dia
adalah atasan langsungku, dia telah merawatku sejak aku bergabung dengan
perusahaan ini, usianya... Aku dengar dia berusia 32 tahun.
Seseorang yang menjadi ketua
sebelum usia 35 tahun, aku tidak mengenal orang lain selain dia, artinya dia
adalah orang yang sangat baik dalam pekerjaannya, sepertinya dia dipanggil Sales
Ace saat dia masih muda, luar biasa dalam bekerja dan tidak ada yang bisa
mengeluh, dihormati dan ditakuti di tempat kerja yang dijuluki “permaisuri”
sementara aku… Aku hanya seorang karyawan di tahun kedua yang takut pada
permaisuri itu, namaku Sanezawa Haruhiko, seorang pria normal berusia 23 tahun.
[Perusahaan Maruyama.]
Salah satu penerbit terbesar di
Jepang. Novel, Manga, buku bergambar, buku bisnis, buku diet, dll....
penerbit yang menjual apa saja yang bisa disebut buku, entah kenapa aku
berhasil masuk ke perusahaan besar seperti ini, jika kita bicara tentang
pekerjaanku…
‘Kau seorang editor,
kan? Buku apa yang sudah kau kerjakan?’
Kebanyakan orang akan mendapat
kesan seperti itu, mereka pasti berpikir bahwa berada di penerbit berarti
bekerja dengan buku, tapi tentu saja, penerbit pun memiliki lebih banyak posisi
daripada sekedar menulis buku, Penjualan adalah salah satu pekerjaan itu,
pekerjaan penjualan adalah untuk menyampaikan buku-buku penulis dan editor sampai
kepada orang sebanyak mungkin, bukan berarti para pembaca tidak terlalu
memperhatikan kami, tetapi itu adalah pekerjaan yang layak dilakukan, semua orang
yang bekerja di bagian penjualan bangga dengan pekerjaan mereka…
“Haa… Kuharap aku tidak masuk ke
penjualan.”
… Itu mungkin tidak sepenuhnya
benar.
Waktu istirahat, aku keluar
untuk makan siang bersama rekan kerjaku, kami menuruni lift dan Kutsuwa
melanjutkan setelah menghela nafas.
“Aku ingin menjadi editor
selamanya dan membantu menulis buku.”
“Apa kau ingin menjadi editor?”
“Itu sudah jelas, tidak ada
seorang pun di penerbit yang ingin menjadi bagian dari penjualan.”
Dia mengatakannya dengan sangat percaya diri, dia bersikeras... yah, mungkin aku tak bisa mengatakannya.
Kebanyakan orang yang masuk ke dunia
penerbit ingin menjadi editor... Lagipula, bunga dari penerbitan... adalah
pekerjaan membuat buku, tetapi tidak semua orang yang masuk untuk bekerja di
sebuah penerbit bisa langsung menjadi editor, tergantung orangnya mungkin
diberikan pekerjaan lain dan bidang lain di penerbit, sepertinya banyak orang
yang saat ini bekerja di bidang penjualan gagal ketika mencoba menjadi editor,
namun meski begitu, ada kalanya, meskipun sudah bekerja selama kurang lebih 10
tahun di bidang penjualan, akhirnya keinginannya untuk menjadi editor menjadi
kenyataan.
“Kau juga seperti itu, kan,
Sanezawa?”
“Aku…”
Setelah memikirkannya sebentar,
aku melanjutkan.
“… Sebenarnya aku tidak punya
waktu luang untuk memikirkan hal-hal lain, aku belum cukup pandai untuk memilih
pekerjaanku, aku sudah sibuk dengan pekerjaan yang kumiliki sekarang.”
“Haa, seperti biasa kau itu
siswa teladan.”
Dia mengatakannya seolah-olah
dia sedang mengejek.
“Apa yang bisa aku lakukan untuk
menjadi editor? Memiliki hasil penjualan yang luar biasa?”
“Jangan tanya aku yang hampir
tidak bisa menangani pekerjaannya saat ini.”
“Kalau gitu, aku akan bekerja
secara biasa untuk mendapatkan hasil yang biasa-biasa aja dah.”
“Orang-orang seperti itu tidak
akan dianggap, kan?”
“Iya kah? Ahhh moooo, apa
yang harus aku lakukan?”
Dia mulai menggaruk-garuk
kepala, ini masalah yang banyak dialami para pekerja, apa yang harus aku
lakukan? Bagiku yang baru 2 tahun menjalani pekerjaan ini, tidak ada cara
bagiku untuk mengetahuinya.
Saat itulah.
“… Anoo…”
Saat kami keluar dari lift dan mulai
berjalan, seseorang berbicara kepada kami.
“Kamu Sanezawa-san dari departemen
penjualan, kan!?”
Tiga gadis pekerja menatapku
dengan mata berbinar. Mereka adalah wajah-wajah yang tidak kukenal. Mungkinkah
mereka baru?
“Ano… Jika kamu tidak keberatan,
bisakah kita betukar nomor kontak!!!?”
Seseorang dipenuhi dengan tekad
untuk mengatakan itu. Dua gadis lainnya membuka mulut.
“A-aku juga!”
“Jika kamu mau, lain kali… ayo
kita makan…”
“Ah, aku juga ingin pergi!”
Ketiga gadis itu mulai
mendekatiku... mungkin pemandangan yang membuat iri dari sudut pandang ketiga,
bahwa beberapa gadis tak dikenal tiba-tiba berbicara denganku, pasti ada yang
mengira aku adalah orang yang populer, tapi aku hanya memasang ekspresi kosong. Haa…
Ini lagi?
“… Ah, maaf tapi… “
Aku terus berusaha untuk tidak
membiarkan keadaan tertegunku terlihat di wajahku.
“Tidak mungkin aku bisa mendapatkan
tanda tangan kakakku, dan bahkan aku juga tidak bisa memperkenalkan kalian sama
pemain sepak bola.”
“““Eh!?”””
Senyuman mereka tiba-tiba
berubah menjadi ekspresi ketidakpuasan, sudah berapa kali hal ini
terjadi? Aku hanya terus menolak mereka tanpa repot-repot bersikap
lembut. Kutsuwa, yang melihat adegan itu dari awal sampai akhir, menoleh
ke arahku dengan penuh simpati.
“Serius, kau sudah terbiasa
dengan hal itu.”
“Itu sama setiap saat.”
Aku berbalik dan mulai berjalan,
aku meninggalkan perusahaan menuju kantin tempat kami akan makan hari
ini. Begitu kami melewati sebuah toko…
“…”
Ada poster besar “Jangan
menyerah pada impianmu” ada seorang pemain sepak bola profesional di sebelahnya
ada kalimat klise yang indah seperti itu, dia adalah salah satu pemain yang terpilih
untuk mewakili Jepang, dia memiliki pengalaman berpartisipasi dalam mewakili
piala dunia mewakili Jepang dan… dia adalah kakakku, dia adalah atlet yang
cukup terkenal tidak sepertiku yang merupakan pria normal yang bekerja di
kantor….
“Lagipula, apa itu benar?”
Di kantin seperti biasa, Kutsuwa
mengatakan itu sambil duduk di depanku, kami sudah selesai memesan.
“Kau memiliki masalah karena
memiliki kakak yang hebat?”
“… Menanyakan langsung itu
menyakitkan.”
Yah, baguslah kalau seperti itu,
aku lelah dengan orang-orang yang bersikap aneh.
“… Itu benar.”
Aku mengatakan itu padanya.
“Tapi aku sudah selesai dengan
hal-hal menjengkelkan ketika aku masih pelajar.”
Aku sedikit tersenyum,
sepertinya aku membuat senyuman yang baik... Lalu aku teringat saat, Sekolah Dasar,
SMP, SMA, Universitas, memberikan segalanya untuk bola, tidak peduli seberapa
keras aku mengejarnya, aku tidak pernah mencapainya, rasa sakit terukir di dalam
hatiku, rasa malu dan rendah diri sampai ingin muntah, suatu hari kaki kananku
patah dan bersamaan dengan suara itu muncullah rasa sakit yang tak terlukiskan,
mereka harus mengoperasi lututku, itu adalah rehabilitasi yang luar biasa,
berulang-ulang ketakutan karna tidak akan pernah bisa berjalan lagi, lalu
harapan, keinginan, kehilangan…
Saat aku menyadarinya, tanpa
sadar aku meletakkan tanganku di lutut kananku.
“…”
Tidak apa-apa, tidak sakit lagi,
baik tubuhku maupun hatiku, aku tidak bermain sepak bola lagi, sejujurnya aku
senang dengan prestasi kakakku, dan aku... Aku menjadi dewasa, benar-benar
dewasa normal dan sekarang aku mengetahuinya dalam tubuh dan hati.
“Menjadi seseorang yang
benar-benar normal, berjuang dengan kehidupan sehari-hari.”
Aku mengatakan itu dan
menghabiskan udon di depanku sekaligus.
“Ya, ya, menjadi karyawan adalah
pekerjaan yang layak.”
Kutsuwa setuju.
“Sebaliknya, bukannya kepala
departemen baru saja memarahimu?”
“… Aku tahu.”
Setelah mengisi bahan bakar dengan
makan siang, kami kembali ke gedung perusahaan, saat kami melihat ke dalam lagi
ada banyak orang yang berpakaian biasa agar tidak mengira itu perusahaan besar,
orang-orang berjeans datang dan pergi, ada juga orang-orang dengan ekspresi
lelah... seperti itu... yah, mungkin mereka pasti editor, kami yang di bagian penjualan
kebanyakan memakai jas sedangkan yang di departemen editorial kebanyakan
memakai pakaian yang lebih normal, dan yang terlihat dari mereka... mereka terlihat
lelah, itu menunjukkan sulitnya bekerja di dunia buku, yah, meskipun sebenarnya
aku tidak terlalu peduli, dan rekan-rekanku yang ingin menjadi bagian dari
editor... Aku merasa mereka semakin kurus setiap kali aku melihatnya.
“Baiklah.”
Setelah kembali ke lantai tempat
departemen penjualan, Kutsuwa berbicara.
“Ketua Monou, aku merasa dia
lebih keras padamu daripada siapa pun.”
“……”
“Apa kau sudah bersamanya sejak kau
bergabung di perusahaan?”
“Ya… Aku sudah menimbulkan
masalah bagi Ketua Monou sejak aku masuk.”
Saat aku masih baru... itu tepat,
tahun lalu Ketua Monou yang bertugas membimbingku, biasanya itu bukan tugas
seseorang di posisinya, tapi karena pekerja penjualan lainnya sibuk berlarian
kemana-mana, maka ketua sedirilah orang yang bertanggung jawab untuk membimbingku.
“Kau seperti murid
kesayangannya, kau benar-benar merasakan cintanya.”
“Jangan bercanda, wajarlah jika
dia memperlakukan orang yang dibimbingnya dengan kasar, bukan?”
Mengenai hal itu aku merasa
tidak enak, bukan berarti dia marah karena dia ingin melakukannya.
“Kau merasa seperti seseorang
yang memberikan segalanya untuk pekerjaanmu, apa dia masih lajang?”
“Begitulah.”
Aku belum pernah mendengar kalau
dia sudah menikah... Aku rasa dia juga tidak punya pacar.
“Jadi seseorang yang berprofesi
sebagai pacar, yah, meskipun dia cantik, dia memiliki kepribadian yang keras,
pria pasti akan kehilangan keinginan untuk mencoba merayunya.”
Aku tertawa, berbicara dengan
suara pelan, yah, menurutku sebagai sosialita dia mungkin normal, dia mungkin
bisa menemukan seseorang di antara para pekerja, tapi serius, dia cenderung
marah, menurutku dia orang baik yang bersikap menyebalkan didepan semua orang
sedangkan di belakang berbicara santai dan bersikap baik dengan orang
lain.
Tapi…
“… Setidaknya aku cukup
menyukainya.”
Aku mengatakannya dan mata
Kutsuwa terbuka lebar.
“Eh?... Hei, hei, apa kau
serius? Kau menyukai wanita yang lebih tua?”
“Tidak, bukan itu yang kumaksud.”
Memang benar kalau Ketua Monou
adalah orang yang keras, entah sudah berapa kali dia kesal padaku saat aku
masih baru, dan itu tidak mengubah fakta bahwa sampai saat ini dia masih keras,
tapi... dia bukan seseorang yang kejam, dia adalah seseorang yang mengerti
kata-kata, dia tidak mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal, hanya karena dia
melihat orang lain sebagai orang dalam masyarakat, itulah sebabnya dia menegur
mereka, aku merasakan hal seperti itu, bahkan “permaisuri” itu sendiri tidak
melakukan kekerasan terhadap para bawahannya, dengan kemauan yang kuat
membimbing mereka ke jalan yang benar… dia memang orang yang seperti itu.
“Aku menghormatinya sebagai orang
masyarakat.”
Selain fakta bahwa dia masih
muda di usia 32 tahun, fokus pada pekerjaan dan melihat sekelilingnya,
menurutku dia adalah seseorang yang hebat, aku ingin segera menjadi dewasa
sepertinya.
“Ah, aku tahu, itu dadanya,
kan? Kau mengincar dadanya ‘kan.”
Kutsuwa berkata sambil merasa
geli, sial, dengarkan apa yang aku katakan.
“Kau… apa kau benar-benar pria
yang memilih wanita karena dadanya?”
“… Meskipun benar payudara ketua
sangat menarik.”
Saat… aku mengatakannya.
“Ara.”
Kami terdiam, saat kami berbelok
di tikungan ada setelan bermerek yang aku ingat pernah melihatnya.
“… Ketua Monou!?”
Aku bergegas memperbaiki postur
tubuhku, sesaat aku merasakan keringat dingin mengalir di punggungku.
Ini buruk. Apa dia
mendengar apa yang kami katakan…!?
“Ti-tidak itu... dia yang baru
saja mengatakannya...”
Selagi aku meminta maaf, aku
menoleh untuk melihat ke samping dan... si sialan itu sudah menghilang, aku
terkejut dengan kecepatannya, sepertinya saat aku membeku dia mengambil
kesempatan untuk lari. Serius, meski begitu, dia pria baik yang membuatku
kesal.
“I-itu…”
“Kenapa kamu tampak begitu cemas?”
Dia menatapku seolah itu terasa
aneh baginya. Are? Jangan bilang... Apa dia tidak mendengar kami?
“Ah… bukan apa-apa.”
Betapa beruntungnya, itu
berbahaya, yang sebelumnya adalah pelecehan seksual, jika dia mendengarkanku, aku
rasa itu bukan sesuatu yang menyenangkan baginya. Tapi saat aku sedang
bersantai...
“… Aku minta maaf sebelumnya.”
Monou-san menundukkan kepalanya
sedikit.
“Eh?”
“Memarahimu tepat di depan orang
lain, padahal aturannya, aku seharusnya memanggilmu di tempat lain dan
berbicara denganmu secara pribadi.”
“Ketua Monou…”
“Bahkan jika kamu mendapatkan
hasil yang buruk.”
“Khgg…”
Monou-san mengatakannya
seolah-olah dia menyesalinya tapi tanpa mengesampingkan kekerasannya, yah,
tidak ada yang bisa kulakukan padanya, hasilku bulan ini menyedihkan.
“… Tidak apa, memikirkan hasil
yang telah saya berikan, wajar jika dimarahi.”
Aku mengatakan hal ini padanya.
“Sebaliknya, saya minta maaf, saya
akan menunjukkan bahwa saya bisa berkembang sehingga lain kali anda memiliki
alasan untuk memuji saya.”
“Begitu, berusahalah dengan
keras.”
“Baik.”
“… Jadi untuk memujimu, aku
benar-benar tidak tahu harus berkata apa untuk kata semangat.”
“I-itu... yah... itu salah satu
tujuan saya. Hahaha.”
“Astaga…”
Aku tersenyum pahit dan Monou-san
tersenyum sedikit, dia adalah orang yang tidak tersenyum seperti itu tapi bukan
berarti dia tidak tersenyum sama sekali, suasana menjadi lebih tenang dan
ketika aku hendak kembali ke kantorku…
“Nee, Sanezawa-kun.”
Monou-san menghentikanku, dan
itu dengan nada suara yang lembut, lalu dengan ekspresi seolah-olah dia telah
dipenuhi dengan penyelesaian.
“Apakah kamu punya waktu luang
malam ini?”
Setelah selesai berkerja, agak
jauh dari area perbelanjaan terdapat beberapa bar, tempat itu bukan salah satu
yang tertempel menu di dinding, tapi sangat berbeda dengan deretan bar yang
biasa aku kunjungi, itu jauh lebih elegan.
“Saya punya reservasi atas nama Monou.”
“Tunggu sebentar.”
Monou-san sepertinya sudah
terbiasa dengan ini, kami dipandu oleh pekerja ke bagian belakang toko, itu
adalah ruangan yang agak besar di mana kami bisa sendirian.
“Ada apa? Kamu tampak
gelisah.”
Aku meletakkan jaketku di rak
saat dia mengatakan itu padaku.
“Tidak, hanya saja saya sedikit
gugup, anda benar-benar membawa saya ke tempat yang bagus.”
“Ini bukan seperti aku sering
datang ke sini, aku pernah datang ke sini sekali karena pekerjaan.”
Beberapa saat setelah duduk,
mereka membawakan kami beberapa hidangan kecil, di sini kami akan memesan.
“Aku pesan Highball, dan kamu
Sanezawa-san?”
“Sama.”
“... Kamu tidak persu memaksakan
diri, jika kamu tidak pandai minum, kamu bisa pesan sesuatu yang lebih ringan.”
“Tidak, tidak apa-apa, saya
menyukainya.”
Kami selesai memesan dan pekerja
itu pergi, entah kenapa aku merasa sedikit tenang.
“Saya tidak pernah menyangka akan
tiba harinya ketika Kepala Departemen Monou-san akan mengundang saya untuk
minum.”
“Lagipula, aku bukanlah orang
yang suka percakapan dengan minum.”
Dia menghela nafas kecil.
“Aku berkali-kali menolak ketika
beberapa atasan mengundangku untuk minum.”
“… Ahaha.”
“Mungkin... ini pertama kalinya
aku mengundang seorang Kohai untuk minum.”
“… Eh?”
Hatiku berdebar kencang saat
mendengar kalimat yang diucapkan seolah-olah tidak terjadi apa-apa, apa maksudnya
itu? Apakah dia punya niat? Apakah dia hanya mengatakan yang
sebenarnya? Kalau iya, kenapa aku?
Sementara aku memiliki
pertanyaan, minuman tiba.
“Kerja yang bagus.”
“Terimakasih atas kerja kerasmu.”
Kami menyatukan gelas kami
bersama-sama.
Sudah sekitar satu jam sejak kami
mulai minum.
“Jadi dalam dunia penerbit,
mereka harus lebih memikirkan tentang ‘Menjual’ lingkungan penerbit berubah
terlalu cepat sehingga tidak heran, jika mereka masih seperti fosil yang berpikir
‘jika bukunya bagus, maka itu akan terjual dengan sendirinya’.”
Monou-san berbicara dengan penuh
semangat.
Awalnya kami berdua gugup,
apakah itu karena kekuatan alkohol? Bahkan belum satu jam berlalu dan kami
mulai berbicara secara alami, Monou-san sudah meminum beberapa gelas, bukankah
dia berbicara terlalu cepat? Itu akan menjadi berlebihan baginya, wajahnya
merah, dia terlihat lebih menggoda dari biasanya.
“Siapapun bisa mengatakan hal
itu setelah berhasil menjual, tapi editor….”
Setelah berbicara beberapa saat,
dia menarik napas, meletakkan tangannya ke mulut.
“… Maaf, meskipun aku membawamu
ke sini, aku menghabiskan seluruh waktuku membicarakan pekerjaan. Membosankan,
bukan?”
“Tidak, menurut saya itu hal
yang baik, tipikal diri anda.”
Menurutku, itu adalah sebuah
pujian, aku menghormati orang-orang yang memiliki semangat tentang
pekerjaannya.
“Mooo…”
Monou-san menjauhkan tangannya
dari mulutnya, terlihat sedikit kesal.
“… Apa maksudmu? Apa kamu
bermaksud aku tidak punya kemampuan lain selain bekerja?”
“Eh? Ah, tidak, bukan itu
maksud saya.”
Ini buruk, dia akhirnya
mengambil cara lain.
“Bahkan aku… Aku bisa
membicarakan hal-hal lucu sambil minum.”
Setelah “pam” dia meninggalkan
gelasnya di atas meja.
“Sanezawa-kun… Apakah kamu punya
pacar?”
Dia mengatakannya seolah-olah
sulit baginya untuk bertanya, tiba-tiba dia datanng dengan topik yang
rumit!?
“I-itu…”
“Hmm?”
Dia terus menatapku.
“… Sa-saya tidak punya.”
Aku memikirkannya sejenak,
tetapi akhirnya mengatakan yang sebenarnya kepadanya.
“Lebih tepatnya… Aku belum
pernah memilikinya, hahaha.”
“… Jadi begitu.”
Monou-san membuat ekspresi
terkejut, sial, tidak perlu membicarakan masa laluku… ‘Saat ini aku tidak
memilikinya’ Aku ingin pamer seperti itu.
“Sungguh tak terduga… meskipun
kamu cukup populer.”
“Tidak sama sekali… Aku tidak memiliki hubungan apa pun.”
“Lalu, jangan bilang...”
Monou-san mengatakan itu dan
setelah jeda…
“… Kamu masih perjaka?”
“Ugh!?”
Aku hampir saja memuntahkan apa
yang ada di mulutku, “Perjaka” Tak kusangka aku akan mendengar kata itu datang
dari atasanku yang begitu tegas, Apakah ini juga kekuatan alkohol?
“I-itu agak memalukan tapi… itu
benar…”
“Fum… Fum…”
Dia menatapku, ah, ini buruk,
cukup memalukan.
“Apakah kamu belum pernah ke
tempat-tempat seperti itu sebelumnya?”
“Mereka mengajakku tapi… i-itu…
sedikit membuatku takut…”
“Hee, jadi seseorang yang murni…
Aku rasa itu hal yang bagus.”
“… Tidak, aku hanya takut…
hahaha…”
“…”
“…”
Suasana canggung mengambil alih
tempat itu dan ketika aku tidak bisa lagi menahan rasa malu...
“… Maaf!”
Tiba-tiba Monou-san menundukkan
kepalanya dengan spontan.
“Eh!?”
“Serius, apa yang aku katakan...? Meskipun
kita sedang minum-minum, menanyakan hal seperti itu kepada salah satu
bawahanku... itu benar-benar pelecehan seksual... di zaman sekarang, hal itu
juga berlaku sebaliknya.”
“Ti-tidak apa-apa, tolong jangan
khawatir.”
“Tapi…”
Masalahnya, dia terus menatapku
seolah dia menyesal, jika dia melihatku seperti itu malah akan membuatku merasa
tidak enak.
“Tidak apa-apa, bagaimana ya? Itu
bukan pelecehan seksual jika orang lain tidak merasa tidak nyaman.”
Dia minta maaf dengan putus asa.
“Saya tidak keberatan kalau Ketua
Monou mengolok-olokku karena aku masih perjaka!”
“…”
“Jika saya harus mengatakan
sesuatu… itu membuat saya bahagia. Eh? Are? Ah bukan begitu! Aku
tidak bermaksud begitu!”
Nn? Are? Bukankah ini,
bukankah ini menjadi kesalahpahaman!?
“… Pff.”
Setelah jeda beberapa saat, Monou-san
mulai tertawa.
“Ahahahaha, apa yang kamu
katakan? Kamu terlihat seperti orang mesum.”
Dia mulai tertawa dengan keras,
membuka mulutnya, seolah-olah ekspresi dinginnya di tempat kerja adalah sebuah
kebohongan, ah, itu benar, aku tahu, Monou-san adalah orang yang keras, mereka
memanggilnya permaisuri tapi bukan berarti dia adalah seseorang yang tidak
pernah tertawa, hanya saat dia sedang santai... tertawanya seperti seorang
gadis.
“Kamu terlihat serius, tetapi
kamu sangat suka mengintip.”
Dia menatapku.
“… Kamu bilang payudaraku sangat
menarik?”
“Kghh!? La-lagi pula, anda
sudah mendengar semuanya…”
“Aku selalu mendengarmu, moo,
Sanezawa-kun selalu…”
Monou-san masuk ke mode marahnya…
Sekitar satu jam kemudian.
Kami meninggalkan bar dan
berjalan-jalan di malam hari, angin segar terasa cukup nyaman dengan tubuh yang
dihangatkan oleh alkohol.
“Terima kasih untuk makanannya,
maaf, membuat anda mengundang saya.”
“Jangan khawatir, itu normal
karna aku atasanmu.”
Monou-san mengatakan itu dengan
wajahnya yang merah, tapi sepertinya bukan karena alkohol, dia sepertinya masih
terlihat santai, sedangkan aku sendiri tidak minum terlalu banyak, bagaimana
mengatakannya? Seolah-olah kami berdua mabuk sesuai kesadaran kami.
“Sebaliknya, aku minta maaf,
membuatmu menemani wanita tua sepertiku untuk minum.”
Aku menggelengkan kepalaku
karena mendengar cacian itu.
“Apa yang anda katakan? Anda
sama sekali belum tua, dan anda masih cantik… ah… itu…”
“Fufu, terima kasih, kamu sangat baik, Sanezawa-kun.”
Aku tersenyum malu dan Monou-san
tersenyum balik padaku, wajahnya yang memerah terlihat menggoda, jantungku
mulai berdebar kencang, mungkinkah karena alkohol? Aku merasa cukup
senang, ah, ini benar-benar menyenangkan, aku bisa melihat sisi baru Monou-san,
makanan malamnya juga menyenangkan, aku merasa sekarang punya kekuatan luar
biasa untuk bekerja besok.
“Ah, ngomong-ngomong, di mana anda
tinggal? Jika anda membutuhkan taksi, saya bisa memesankannya untuk anda.”
“… Nee, Sanezawa-kun.”
Saat aku mulai berjalan lurus ke
depan, Monou-san berkata itu, aku berhenti dan menoleh ke arahnya, bagaimana
aku harus mengatakannya? Dia merasa berbeda dari sebelumnya, wajahnya
masih merah tapi ada keseriusan di matanya, entah kenapa sepertinya ada
ketakutan, bagaimana mengatakannya? Seolah-olah dia sedang menghadapi
keputusan besar yang akan mengubah hidupnya.
“… Maukah kamu menemaniku lagi
malam ini?”
“Ya…?”
Dari sudut pandangku, aku tidak
bisa meminta apa-apa lagi, aku pikir dia ingin terus minum.
“Tentu, saya akan menemani anda kemanapun
anda pergi.”
Suara air mengalir memenuhi
ruangan. Terdengar “krekkk” dari pintu yang bergeser ke samping… tapi
hatiku semakin bergetar, aku selesai mandi lebih cepat dan sekarang aku
mendapati diriku duduk sendirian dengan handuk menutupiku, untuk pertama kalinya
dalam hidupku aku masuk ‘tempat seperti ini’ luar biasa di dalamnya lebih
tenang dari yang kukira karena kesan yang diberikan dari fasilitasnya dulu... tetapi
di satu sisi tempat tidur ada panel kontrol untuk penerangan dan sebuah kotak
kecil, yang membuatku merasa bahwa aku benar-benar berada di “tempat seperti
itu”, sudah sekitar satu jam sejak kami meninggalkan bar.
Kami… menemukan diri kami di
sebuah hotel cinta.
“… Eh?”
Tidak, tunggu.
Apa ini?
Apaapan dengan situasi ini?
Setelah dia mengajakku untuk tetap
bersamanya, aku mengikutinya tetapi ketika kupikir kami mau minum lagi… kami
tiba di sebuah hotel cinta, sementara aku panik dia menyarankan ‘Bagaimana jika
kamu mandi dulu?’ Aku hanya mengikuti instruksinya tapi... sekarang dia
sedang mandi.
… Tidak, tidak, tidak,
tidak. Aku tidak mengerti apa yang terjadi, apa yang harus aku lakukan sekarang? Artinya,
aku... apakah aku akan melakukannya? Dialah yang mengajakku jadi tidak
apa-apa, kan? Hubungan duniawi dengan Monou-san…
“…!”
Ini buruk, serius ini buruk, aku
merasa ingin muntah karena gugup, perutku terasa sakit, rasa mabukku sudah
hilang sudah lama hilang, apakah orang dewasa seperti ini? Padahal aku sudah
bilang padanya aku masih perjaka? Tidak, mungkin sebaliknya, Monou-san
meskipun berpenampilan seperti itu...
Apakah dia suka menyentuh perjaka? Tidak,
tapi apakah semudah ini ya? Sesuatu yang lain untuk bergiliran… Are? Tidak,
tapi apakah pengakuan dosa hanya untuk siswa? Namun aku pernah mendengar
bahwa beberapa orang dewasa mampu melakukan ini tanpa basa-basi…
Krekkk.
Ada suara pintu terbuka, aku
berpikir tetapi sebagai reaksi aku mendongak... dan aku tersentak.
“… Terima kasih sudah menunggu.”
Orang yang muncul adalah Monou-san...
mengenakan baju mandi, sosoknya menonjol dengan kekuatan destruktif, rambutnya
tidak basah, sepertinya dia hanya membasuh tubuhnya, ah, kalau dipikir-pikir
dalam situasi ini, kepalanya tidak dibasuk, sekarang aku malah malu padahal
pakai shampo.
Wajah dan kulit Monou-san menjadi merah, apakah karena alkohol? Karena mandi? Atau... Apakah dia gugup memikirkan hal yang sama sepertiku...?
Aku langsung mengerti, orang ini
ingin aku melakukannya dengannya…
“Sanezawa-kun.”
Satu, dua, tiga langkah. Dia
mulai mendekat perlahan, jantungku berdebar kencang, sepertinya pikiranku
kosong, aku menunduk lagi.
“U-umm… saat ini…
Aku akhirnya mengatakan sesuatu
yang menyedihkan, aku benar-benar payah, aku payah sekali, apa yang aku katakan
adalah um, tapi sekarang aku berada di tempat yang sebenarnya, aku takut sekali.
“A-anoo… yang terbaik adalah
jika… sebagaimana mestinya… pacaran dulu…”
Di tengah kata-kataku, aku
mendengar danau jatuh, aku melihat ke bawah dan apa yang memasuki
pandanganku... adalah baju mandinya, aku mendongak sebagai reaksi dan segera
memahaminya.
“…!”
Aku kehilangan kata-kataku,
ruangan itu gelap tapi karena begitu dekat aku bisa melihatnya sepenuhnya, di
bawah baju dia hampir telanjang, apa yang dia kenakan adalah pakaian dalam di
bagian bawah tubuhnya, hanya saja, kakinya, pantatnya, pinggulnya dan
payudaranya yang menggoda dan indah, dia mencoba menyembunyikannya dengan kedua
tangannya tetapi sekarang tangannya turun sedikit, itu adalah tubuh seorang
wanita yang menggairahkan.
“Umm… umurku sudah lebih dari 30
tahun…”
Suaranya mengandung rasa tidak nyaman
dan gugup saat dia terus mendekat…
“Ji-jika ini pertama kalinya
bagimu, jika kamu tidak masalah dengan seseorang yang lebih tua…”
Dia mengulurkan tangannya untuk meraihku
dan membawaku ke tempat tidur.
“Kuhomon... lakukanlah denganku.”
Ibarat doa, seolah sedang
berdoa, suaranya merdu, aromanya sampai ke hidungku, sensasi kulitnya yang lembut,
saat itu juga... kewarasanku hilang, aku memeluknya erat-erat, membawa
kelembutan tubuhnya ke arahku.
… Aku mengungkapkannya sebagai
“kewarasanku hilang” tetapi saat kewarasanku mulai bekerja, bagaimanapun juga
aku tidak punya pengalaman, aku tidak punya kebebasan untuk menyerahkan
segalanya pada naluriku, kepalaku bekerja sekuat tenaga, video di internet,
majalah, manga erotis yang dipinjamkan teman-teman kepadaku...
Aku mencoba mengeluarkan
semuanya tetapi sepertinya ini pertarungan yang lebih sulit dari yang
kukira. Jadi... setiap aku menyentuhnya dia mengeluarkan erangan manis
yang mematikan kewarasanku, sepertinya dia tidak menyadarinya tapi kulitnya
terlalu menggoda, bagiku yang belum memiliki pengalaman itu rangsangan yang
terlalu kuat.
“… Apa kamu baik-baik saja?”
Di tempat tidur, dalam posisi di
atasnya, aku menanyakan hal itu kepadanya, aku merasa seperti membaca sesuatu
seperti ‘pria yang mengajukan pertanyaan selama bercinta itu payah’, tetapi
karena rasa tak enak, aku akhirnya bertanya.
“…”
Dia mengangguk sedikit, dengan
begitu dia terlihat terlalu manis membuat gairahku meningkat pesat, sedikit
kewarasan yang tersisa membuatku menggerakkan tanganku.
“Mmm… kalau begitu aku akan
memakainya…”
Kami berada di hotel cinta, di
salah satu sisi bantal ada kondom, jika berbicara tentang melakukannya kita
harus pakai ini, walaupun kewarasanku sudah hilang, masih ada bagian dari
diriku yang mengingatkanku, otakku yang putus asa berkata "akan lebih baik
jika kau menggunakannya" tetapi pada saat itu...
“… Jangan memakainya.”
Monou-san mengatakan itu, aku
tidak mengerti apa yang dia bicarakan.
“… Eh?”
“Kamu tidak perlu memakainya, masukan
saja.”
“Apa maksudmu? … Aku tidak bisa
melakukan sesuatu seperti…”
Sesuatu seperti itu, bukan
berarti kami sudah menikah, kami bahkan belum berpacan, bukan berarti kami
punya rencana keluarga, pada akhirnya yang terbaik adalah menggunakannya, akan
buruk jika kita tidak melindungi setidaknya seminimal mungkin, ada batasan seberapa
tidak bertanggung jawabnya aku, aku tidak keberatan menjadi musuh semua wanita,
tetapi pria yang tidak memanfaatkannya hanya karena dia tidak mau menggunakannya,
aku seharusnya punya hak untuk melakukannya. Aku tidak punya pengalaman
dalam hal ini dan aku pikir itulah mengapa aku berpikir seperti itu, tetapi
dia...
“Tidak apa, tolong…”
Dia menginginkanku, dia
memintaku, dia ingin kami melakukannya tanpa apapun...
“… Ti-tidak, jika terjadi
sesuatu…”
“Tidak apa, lakukan saja.”
Aku menolak melakukannya tanpa
menggunakannya tetapi dia memintanya lagi... sampai terlihat aneh. Kenapa? Kenapa
dia begitu bersikeras...?
“… Uuu.”
Saat aku mencoba memakainya...
dia bergerak, mengulurkan tangan ke bagian bawah tubuhku untuk menyentuhku,
meraihku dengan jari rampingnya, dan kemudian dengan paksa... mencoba
memasukkannya ke dalam dirinya sendiri.
“Tunggu…! Apa yang…”
Aku dengan cepat menggerakkan
pinggulku ke belakang tetapi dia benar-benar menjebakku dengan kakinya dan aku
tidak bisa bergerak, aku mati-matian berusaha untuk bergerak dan aku
mati-matian berusaha menjauh, tak satu pun dari kami yang mengalah yang ada
hanya bertabrakan lagi dan lagi di pintu masuk, hanya bergesekan satu sama lain
dan akhirnya...
“… Ah.”
“Eh…?”
Berakhirlah sudah. Rasa
maluku memenuhi ruangan.
“… Maaf.”
“… Sebaliknya, aku yang minta
maaf.”
Kami berdua meminta maaf sambil
duduk di tempat tidur, tapi kami langsung berhenti berbicara, kupikir aku akan
mati karena malu... aku benar-benar payah, karena aku masih perjaka, itu tidak masuk
akal, dia meraihku dan aku mencapai batasku ... Bagaimana aku bisa
mengatakannya? Itu keluar ke mana-mana, sungguh masalah besar.
“…”
Tapi, aku merasakan sesuatu yang
berbeda, ada yang aneh selain kurangnya pengalamanku, kenapa? Kenapa dia
menginginkannya tanpa apapun dan berusaha memaksanya?
“Sanezawa-kun.”
Monou-san yang duduk di
sebelahku membuka mulutnya, seolah-olah ekspresi menggodanya sampai saat ini
adalah sebuah kebohongan, dia berbicara dengan nada suara yang serius.
“… Kurasa terus menyembunyikannya
tidak baik, jadi izinkan aku menjelaskannya.”
Penjelasan? Penjelasan apa?
“Aku tidak punya niat berkencan
dengan siapapun.”
Dia mengatakan itu dengan nada
dingin.
“Aku cukup puas dengan gaya
hidupku saat ini, aku tidak bisa memikirkan untuk menikah dan berbagi hidupku dengan
seseorang.”
Dengan ambigu, seolah dia sedang
berbicara tentang pekerjaan.
“Aku tidak punya niat untuk
menikah, atau memiliki pasangan.”
‘Tapi…’
“Sebagai seorang wanita… Aku
ingin melahirkan seorang anak.”
“…”
Untuk sesaat aku berhenti
berpikir, dan saat itu juga aku merasa seperti ada seember air yang disiramkan
ke tubuhku, semua pertanyaan yang ada di benakku, kenapa dia mencobanya dengan
paksa? ... Kenapa dia tidak mau menggunakan kondom? Dengan kalimat itu
semuanya terjawab, sekarang aku mengerti dengan jelas apa yang dia inginkan
dariku.
“Jadi Sanezawa-kun.”
Dia mengatakannya dengan jelas.
“Mulai sekarang... Bisakah kita membuat anak?”