Ads 728x90

Otokogirai na Bijin Shimai wo Namae Vol 1 Chapter 3

Posted by Chova, Released on

Option


Chapter 3 – Cinta yang tumbuh dari dalam.


Tidak peduli seberapa keras aku mencoba, aku tidak bisa bergerak. Aku mengalami ketindihan sekarang.


Dan bahkan jika aku mencoba untuk meminta bantuan, tidak ada yang akan datang karena aku tidak bisa berbicara, belum lagi fakta bahwa aku sendirian di rumah… Ini benar-benar jalan buntu. Aku tidak punya pilihan selain berdiam diri dan menunggu hal itu terjadi daripada melanjutkan usaha yang tak ada gunanya ini.


Atau begitulah yang aku pikirkan sampai aku mendengar dua suara.


"Tidak masalah, Hayato-kun.”


"Tidak apa-apa, Hayato-kun.”


Itu tidak mungkin, suara-suara itu berasal dari… Shinjo bersaudari! Tolong, bantu aku! 


Aku mati-matian mencoba menggerakkan mulutku yang tidak bergerak, berharap ada cara yang bisa membantuku keluar dari situasi ini.


“Tentu saja.”


“Kami akan melakukannya.”


Saat berikutnya, aku bisa merasakan sepasang tangan menyentuh tubuhku, aku berasumsi bahwa itu tangan mereka. Aku bisa merasakan sentuhan lembut telapak tangan mereka membelaiku yang meyakinkanku. 


Tapi aku jauh dari tenang karena aku masih tidak bisa membuka kelopak mataku.


“Jangan khawatir. Hayato-kun seharusnya tenggelam dalam diri kami.”


“Itu benar. Dengan begini, kita akan bersama selamanya.”


Kedua tangan menyentuh area sensitif di tubuhku, seolah-olah memaksaku untuk merespon apa yang mereka inginkan.


Aku merasakan hembusan nafas hangat yang menggelitik telingaku dan aku membuka mataku dengan panik.


"Aaah?!"


Aku membuka selimut sekuat yang aku bisa dan mengangkat tubuh bagian atasku, menghembuskan napas berat.


Setelah beberapa saat, aku menjadi tenang dan lega, tetapi meskipun semuanya gelap dan tidak ada apa-apa di kamar, aku merasa sangat bersalah karena bermimpi teman sekolahku melakukan hal-hal mesum denganku.


“Aku rasa aku terlalu pesimis ...”


Fakta bahwa aku tidak bisa melihatnya dan hanya mendengar suaranya, tampaknya secara aneh membangkitkan hasratku… Cukup, cukup, jangan memikirkan hal yang aneh-aneh!


"Arisa dan Aina..."


Pada Sabtu malam aku berbincang dengan mereka tentang berbagai hal.


Aku tidak berharap Aina memperhatikanku, tetapi ketika aku memikirkannya, tidak aneh baginya untuk mengetahuinya melalui suaraku … yah, dalam kasusnya, itu adalah masalah sebelumnya.


“Aku sangat takut ketika mereka bilang padaku bahwa mereka mengenaliku dari suaraku, tinggi badanku dan bahkan tanganku.”


Dan begitulah para gadis itu dan aku secara resmi bertemu.


Tentu saja, seperti yang aku katakan sebelumnya, aku puas dengan kenyataan bahwa aku bisa membantu mereka, dan untuk itu aku tidak akan meminta lebih dari ucapan terimakasih langsung… Yah, Meraka bahkan tidak perlu berterima kasih kepadaku untuk itu.


Ada juga detail kecil yang kami panggil satu sama lain dengan nama depan kami. Di satu sisi, itu berarti aku telah berteman baik dengan kedua saudari yang cantik. Dan sebagai cowok, aku senang dengan sepenuh hati.


Selain itu, mereka bersikeras agar aku pergi ke rumah mereka untuk menemui ibu mereka, ia juga ingin berterima kasih kepadaku atas keberanianku dalam melindungi mereka. Jadi aku tidak punya pilihan selain menerima.


Keraguan tentang bagaimana reaksi para cowok-cowok di sekolah jika mereka mengetahui bahwa aku diundang ke rumah Shinjo bersaudari ... Yah, tidak mungkin bagi mereka untuk mengetahuinya juga, tidak ada alasan untuk mempublikasikannya, dan aku sangat ragu bahwa mereka juga akan peduli seperti gagasan itu.


Cukup memikirkan hal ini, aku mau tidur lagi...


***


Hari ini adalah hari Senin pertama setelah seminggu, saat ketika aku paling tidak bersemangat, tapi aku seorang pelajar, jadi apa boleh buat.


Aku bangun, sarapan, bersiap-siap untuk berangkat dan sebelum menutup pintu, aku mengucapkan selamat tinggal pada rasa sepi abadi yang memenuhi rumah kosongku.  


“Aku berangkat.”


Saat aku berjalan di sepanjang jalanku yang biasa dengan tas tersampir di bahuku, aku hanya berjarak beberapa meter dari jalan tepat di depan rumah Shinjo bersaudari.


"Ah!"


Dan secara kebetulan, aku bertemu dengan Aina-san yang keluar dari rumahnya. Dia berlari ke arahku begitu melihatku. Dan hal yang paling menghipnotis dari cara berjalannya, adalah melihat payudaranya yang besar bergoyang-goyang.


"Selamat pagi, Hayato-kun!"


"Selamat pagi, Aina."


“Hehe♪”


Senyum mempesona yang dia tunjukkan padaku pagi ini sepertinya memurnikan perasaan buruk yang kumiliki sebelumnya. Tapi tentu saja, fakta bahwa Aina meninggalkan rumah seperti itu berarti kakaknya Arisa akan segera muncul.


“Eh?!”


Dan begitulah, Arisa-san, yang keluar semenit kemudian, memperhatikanku dan mencoba mendekat seperti Aina-san, tapi Aina-san menghentikannya sebelum dia bisa melangkah.


"Kakk, tutup dulu pintunya."


“…………”


Dengan ekspresi cemberut, Arisa-san berbalik dan menutup pintu, lalu berbalik lagi dan berlari ke arah kami.


"Selamat pagi, Hayato-sa... Umm, Hayato-kun."


“Se-selamat pagi, Arisa.”


“Umm♪♪”


Kenapa tubuhnya gemetar setiap kali aku menyebut namanya?


Awalnya aku pikir dia merasa malu, tetapi dia tampaknya bertingkah berbeda. Meski begitu, ini pertama kalinya kami melakukan percakapan seperti ini di pagi hari. Aku biasanya langsung pergi jika kami melakukan kontak mata, jadi interaksi ramah semacam ini adalah sesuatu yang sama sekali berbeda.


“Ini pertama kalinya kita melakukan percakapan seperti ini di pagi hari di depan rumahmu.”


“Ya, kurasa begitu. Meskipun itu akan menjadi normal mulai sekarang.”


“Eh? Benarkah?”


Apakah ini berarti aku bisa mengharapkan percakapan seperti ini setiap kali kami bertemu di pagi hari saat berangkat ke sekolah?


“Kak?”


“………”


"Arisa?"


Sambil mengobrol dengan Aina, Arisa mendongak dan menatapku.


Segera setelah aku memanggil namanya lagi, tubuhnya gemetar untuk kedua kalinya dan kemudian dia menggerakkan pinggulnya… Apakah benar untuk berpikir bahwa dia menahan keinginan untuk pergi ke kamar mandi? Aku rasa itu tidak sopan sebagai cowok. jika aku mengatakan hal itu, maka lebih baik aku tutup mulut.


"Kamu terlalu tidak sopan, kak, tidak bisakah kamu benar-benar mengendalikan dirimu?"


Aku tidak ingin Aina mengatakan itu.


Aku tidak mengerti pertukaran kata yang mereka miliki satu sama lain, dan akan lebih baik jika aku juga tidak mencoba untuk memahaminya. 


Setelah itu, mereka berdua menatapku lagi, Arisa memiliki mata biru dingin dan Aina mata merah lembut, membuat seluruh tubuhku bergidik. 


"Bisakah kita pergi ke sekolah sekarang?"


"Ya, sudah waktunya."


Kedua gadis itu mulai berjalan, tetapi tiba-tiba, mereka berhenti sejenak dan kemudian menoleh ke arahku.


"Apa kamu tidak mau bersama kami?"


“Eh? Kalian ingin aku pergi bersama dengan kalian?”


“Menurutku itu sudah jelas.”


Begitu ya, jadi mereka mengharapkanku untuk menemani mereka. Ketika aku mulai berjalan, mereka melakukan hal yang sama, dan untuk beberapa alasan mereka berjalan di antara diriku.


"Dan jangan khawatir, ini baru setengah jalan menuju sekolah. Aku yakin Hayato-kun tidak ingin rumor aneh menyebar tentang hubungannya dengan kita, kan?”


“Tepat.”


Tentu saja, akan sangat menyebalkan terlibat dengan seseorang karena rumor. Orang-orang akan selalu berbicara tentang mu meskipun informasinya salah, dan risikonya berlipat ganda jika Shinjo bersaudari adalah bagian dari masalaha ini.


Ada rumor di sekolah bahwa jika ada yang setuju untuk berkencan dengan Shinjo bersaudari, merea akan berada dalam masalah besar. 


“Percayalah, aku tidak akan melakukan apapun yang menimbulkan masalah bagimu, Hayato-kun… Tapi, bisakah kamu setidaknya mengizinkanku untuk berbicara denganmu di tempat di mana hanya ada sedikit orang atau di mana kita sendirian?”


“Aku juga ingin menanyakan hal yang sama. Meskipun aku juga tidak terlalu senang kita memperlakukan satu sama lain seperti orang asing dalam waktu lama.”


Tidak mungkin aku bisa menolak permintaan kedua gadis ini. Aku akan gila jika melakukan itu.


"Kamu tidak perlu meminta izin dariku untuk melakukan itu. Aku akan dengan senang hati menerimanya, lagipula, kita masih saling mengenal, kan? Aku akan senang menjadi temanmu … Jadi tolong terimalah aku!”


Begitu aku mengatakan itu, kedua gadis itu saling menatatap mata mereka sejenak, semuanya menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan jawaban ini dariku. Tapi mereka langsung tersenyum dan menyetujui permintaanku.


“Baguslah.”


“Tentu saja aku mau♪”


Mereka berdua memiliki senyum yang sangat indah. Aku yakin ekspresi di wajah mereka akan hilang jika aku mengatakan pada mereka bahwa aku bermimpi mesum tentang mereka.


Hari itu di atap, Arisa-san bilang bahwa dia sedang menyukai seseorang, tetapi apakah dia tidak menyukai cowok atau tidak masih menjadi misteri. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kupercayai apa lagi tentang rumor itu, tetapi ketika aku melihat senyumannya, sepertinya dia tidak menyimpan kebencian semacam itu di dalam dirinya.


“Ada apa?”


“Yah... Aku teringat rumor yang beredar di sekolah tentang Arisa-san yang membenci cowok. Namun, kamu di sini, berbicara denganku. Jadi aku tidak tahu harus percaya apa lagi.”


“Begitu, ya. Memang benar, aku membenci cowok… Yah, maksudku, aku tidak menyukai mereka dalam arti aku merasa tak peduli terhadap mereka. Apalagi mereka selalu menatap kami dengan mata nafsu dan tidak memperhitungkan perasaan kami. Tapi jika itu adalah seseorang yang normal seperti orang lain, biasanya aku akan menanggapinya.”


“Begitu…”


“Meskipun Aina jauh lebih baik dariku.”


“Eh?”


Apa maksudnya Aina lebih buruk? Aku belum pernah mendengar satu pun rumor tentang dia, dan selama aku berbicara dengannya, aku tidak pernah merasa begitu.


Begitu aku mengarahkan pandanganku padanya, dia mulai tersenyum lebar.


"Mungkin aku benci cowok lebih dari kakakku. Sejujurnya, aku berpikir semua cowok selain Hayato-kun harus mati sekarang juga.”


“………”


"Hei, jangan pergi! Aku hanya bercanda!"


Bahkan jika itu hanya bercanda, nada suaranya membuatnya nyata. Dan saat dia mengatakan bahwa setiap cowok harus mati kecuali aku, membuatku semakin merinding, kalimat itu bisa disalahartikan… Aku bahkan kesulitan menjaga ketenanganku di depan Aina.


"Apakah ada hal lain yang ingin kamu tanyakan kepada kami? Apakah kamu ingin tahu tiga ukuran kami atau sesuatu?”


“Tidak sama sekali.”


Aku akui, aku penasaran dengan informasi itu. Tapi masuk akal untuk menolak pada hal seperti itu!


Aku merasa benar-benar terjebak setelah pertanyaan Aina, dan apa yang dia katakan selanjutnya membuat semuanya menjadi lebih bahaya.


“Kak, Hayato-kun bilang dia ingin tahu tiga ukuranmu.”


“Okey. Delapan puluh delapan, lima puluh tujuh, sembilan puluh...”


"Arisa-san?!"


“Fufu… Ahahahahahahaha!”


Arisa-san sepertinya tidak merasa malu menanggapi permintaan Aina. Dan di saat aku panik, Aina dengan histeris menertawakanku seolah itu sesuatu yang lucu.


"Apa kamu benar-benar tidak keberatan mengatakan sesuatu yang begitu penting dan pribadi di depanku seolah-olah itu bukan apa-apa, Arisa-san? Dan dari raut wajahmu, aku tahu kamu sangat ingin mengatakannya.”


“Hahaha, senang rasanya bisa menggodamu, Hayato-kun♪”


“Tidak bagiku… Kalian akan membuatku terkena serangan jantung.”


"Hmm... Hayato-kun, apa kamu tahu baju ukuran apa yang kamu pakai?"


“Ya…”


"Dan kamu tahu ukuran itu karena kamu jelas tahu tubuhmu, kan?"


“Kurasa begitu…”


"Kalau begitu kurasa kamu harus mengerti bahwa tidak ada yang aneh dengan hal itu."


Aku mulai memahami poin yang ingin Arisa sampaikan. Tapi yang aku maksud adalah aku tidak berpikir itu hal umum atau normal baginya untuk memberitahu orang tentang tiga ukurannya. Tetapi aku memutuskan untuk tidak membicarakan hal itu, dan hanya melanjutkan perjalanan ke sekolah.


Setelah berjalan jauh sambil mengobrol dengan mereka berdua, kami berpisah di suatu tampat tertentu ketika kerumanan murid mulai memadati jalan.


“… Aku merasa sangat lelah pagi ini.” Kataku bergumam pada diriku sendiri.


Kupikir menghabiskan waktu dengan gadis-gadis itu akan mengubah kehidupan sekolahku secara total, tetapi perubahannya tidak banyak, kecuali bahwa waktu sekarang berlalu begitu saja.


“Yo, pagi.”


“Ada apa?”


“Apa terjadi sesuatu?”


Kaito berbicara padaku dan Sota dengan ekspresi serius di wajahnya. Kami mengencangkan ekspresi kami dan menunggu kata-katanya, berpikir bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi.


“Aku punya pertanyaan…”


“Dan apa itu?”


"Aku ingin tahu bagaimana seorang gadis bisa menyukaiku."


Sota dan aku mengangkat tangan ke kepala pada saat yang sama setelah mendengar itu.


"Jangan salah paham! Tapi kita sudah bersekolah selama lebih dari 6 bulan sekarang, dan aku tidak melihat tanda-tanda seorang gadis menyukaiku, bahkan kalian berdua pun tidak peduli tentang itu. Itu berarti tidak ada dari kita yang menikmati masa muda yang pahit ini!”


"Yah, sekarang setelah kau mengatakannya...”


“Ini tentu membuat frustrasi. Tapi aku juga tidak putus asa untuk memiliki pacar.”


Aku sepenuhnya setuju dengan kata-kata Sota. Sebagai siswa SMA, aku merindukan seorang pacar, tetapi aku juga tidak berharap untuk mendapatkannya karena pengalaman buruk di masa lalu.


“Kita sudah bersama sejak tahun ajaran awal dimulai, aku menikmati kebersamaan dengan kalian, dan aku ingin melakukan hal-hal sesantai mungkin sebelum bersama seseorang.”


“Itu benar.”


"Tapi... Tetap saja, aku berharap bisa menikmatinya dengan mendapatkan pasangan, dan melakukan semua hal yang dilakukan pria seusiaku."


Aku tidak bisa menyalahkan Kaito karena merasa seperti itu. Bagaimanapun, kami berada pada tahap penting dalam hidup kami.


"Kau bisa mencoba mencari pacar, tapi jangan bodoh juga, kurasa kau sudah tahu apa yang terjadi dengan pasangan dari kelas sebelah."


"Ahh iya, itu benar ...”


Setelah mendengar kata-kata itu dari Sota, aku teringat beberapa waktu yang lalu, di kelas sebelah, seorang murid cowok berkencan dengan seseorang, cewek itu ternyata diam-diam punya pacar lain. Itu adalah skandal ketika kebenaran terungkap.


Cowok yang malang itu akhirnya patah hati dan sangat sedih.


"Jika kau ingin mendapatkan seseorang, silakan, tapi pastikan itu adalah gadis yang tidak akan selingkuh darimu!"


"Ya... kurasa kau benar."


Dan begitulah semangat Kaito menurun drastis. Melihat bahwa tidak semuanya cerah dalam suatu hubungan, kurasa keinginannya untuk memiliki seorang gadis benar-benar hilang.


Ketika aku melihat Kaito dan Sota menjadi depresi karena kurangnya perhatian perempuan dalam hidup mereka, aku tidak bisa menahan tawa. Tapi aku langsung berpikir keras…


“Yah… Tidak semuanya buruk dalam hubungan. Dari sudut pandangku, memiliki seseorang yang ingin berbagi kehidupan denganku terlepas dari penampilan mereka, itu adalah sesuatu yang membuatku sangat bahagia.”


"Hayato..."


“Kau benar.”


Semenjak orang tuaku meninggal, aku memiliki kerinduan yang tak terpuaskan akan kehangatan dan kasih sayang manusia. Kebutuhan itulah yang membuatku menginginkan seseorang yang ada di sisiku selama mereka mau bersamaku dan memberikan cintanya kepadaku. Hanya itu yang penting bagiku.


“Maaf, aku membuat suasana menjadi aneh.”


“Apa yang kau bicarakan? Terus katakan hal-hal seperti itu.”


“Itu benar. Menumpukkan perasaan semacam itu tidak baik, lebih baik kau keluarkan semuanya sebelum meledak dengan sesuatu yang tak diinginkan.”


“Terima kasih atas dukungan kalian.”


Aku sangat senang bahwa orang-orang ini peduli dengan keadaan perasaanku. Mereka adalah teman terbaik yang pernah kumiliki.


***


"Shinjo-san, aku menyukaimu, kumohon berkencanlah denganku!"


“Maafka aku. Aku tidak tertarik.”


Aku baru saja mengalami Deja’Vu... Pemandangan ini sama seperti yang dialami Arisa seminggu yang lalu. Dan kali ini giliran Aina.


Sama seperti terakhir kali, saat keluar kelas, aku melihat Aina menatap punggung seorang cowok dengan wajah kesal saat dia berjalan di depannya. Jadi aku memutuskan untuk mengikutinya.


“Apakah ini cara yang sama kamu melihatku hari itu dengan Aina?”


"Huh, begitulah...”


“Begitu…”


"Hmm?" 


Arisa dengan lembut menekan tubuhnya ke tubuhku. Sama seperti yang dilakukan Aina. Aku tidak terbiasa dengan hal semacam ini, meskipun ini adalah yang kedua kalinya terjadi padaku, dan aku hampir saja berteriak, tetapi berhenti tepat pada waktunya.


"Fufu. Maaf, maaf. Apakah tidak apa-apa bagimu jika kita mengamatinya bersama?”


“… Ya.”


Sambil memperhatikan Aina, aku menyadari bahwa dia tidak bisa menyembunyikan ekspresinya yang ingin meninggalkan tempat itu secepat mungkin. Denyut nadinya bahkan terlihat... Aku heran, para cowok begitu gigih dengan pengakuan semacam itu, mereka pasti berharap bahwa mereka akan berubah pikiran.


"Aku tidak ingin merasa kasihan pada cowok itu, tetapi aku merasa sedikit kasihan padanya."


“Sekarang kamu mengerti’ kan, kenapa aku bilang kalo Aina lebih membenci cowok daripada aku?”


“Ya, aku sudah mengerti.”


Aku menganggukkan kepalaku, dan Arisa terus berbicara.


“Baik Aina maupun aku selalu menarik perhatian para pria. Sekarang itu hanyalah sebuah pengakuan biasa dari teman sekolah, tetapi saat kami masih di sekolah dasar, guru kelas kami akan memanggil kami berdua dan menyentuh kami.”


“… Apa kamu serius?”


“Ya. Dan banyak hal lainnya... Ketika hal-hal itu bertambah, wajar jika kami tidak menyukai lawan jenis.”


Tampaknya, gadis-gadis itu memiliki masa kecil yang lebih sulit daripada yang aku kira. Aku sendiri, tidak tahu bagaimana menanggapi cerita itu, tetapi aku mulai mengerti mengapa mereka enggan berinteraksi dengan cowok-cowok.


“… Banyak yang telah terjadi.”


"Arisa..."


“Tapi itu tidak penting lagi... Berkat salah satu dari banyak pengalaman buruk itu, kami bisa bertemu denganmu, Hayato-kun, dan aku rasa itu sesuatu yang bisa membuat kami sangat bahagia.”


Aku tidak tahu apakah aku layak menerima pujian sebesar itu. 


“Tapi sayangnya, kami jauh dari menemukan ketenangan.”


“Eh? Ah, aku mengerti…”


Begitu Arisa mengatakan itu, aku melihat ke atap lagi.


Suara panik cowok itu sepertinya tidak mencapai Aina, tidak peduli seberapa keras dia mencoba, dia sama sekali tidak tertarik ingin mendengarnya, dan hanya mengalihkan pandangannya yang menyedihkan darinya.


“Itulah maksudku.”


“Apa yang terjadi?”


“… Dia terus berbicara tentang penampilan Aina. Itu adalah sesuatu yang sangat mengganggunya.”


“Itu tidak baik…”


Setelah beberapa menit, cowok itu tampaknya menyerah. Dan dia berjalan menuju tempat kami berada tanpa berusaha menyembunyikan ekspresi frustrasinya. Lalu Arisa dan aku mulai bersembunyi.


"Hayato-kun, aku akan menenangkan Aina."


"Ah, ya, semoga berhasil, jadilah kakak yang baik."


"Ya…"  jawab Arisa sambil pergi ke atap.


Setelah mengucapkan sampai jumpa padanya, aku kembali ke kelas dengan rasa lelah, mengambil tasku, dan meninggalkan sekolah.


“… Aku tidak menyangka mereka berdua memiliki masa lalu seperti itu.”


Yang tersisa di pikiranku sekarang adalah apa yang Arisa ceritakan tentang pengalaman buruknya dengan pria.


Sejak mereka masuk sekolah dasar, mereka sudah menjadi objek hasrat para pria. Dan satu langkah yang salah dapat berakibat fatal … Itu pasti sangat menyakitkan, dan mengingat kenangan itu terus menghantui mereka, hingga semakin memperburuk kepercayaan diri mereka.


Itu tercermin dari ekspresi Aina beberapa saat lalu, saat dia berhadapan dengan cowok di atap.


“Yah, aku juga bukanlah orang yang paling tepat untuk membicarakan hal ini, karena aku juga menganggap mereka seperti itu.”


Mereka mempercayaiku, mereka melihatku sebagai pria yang berbeda dari yang lain, dan aku ingin membantu mereka kapanpun mereka memiliki masalah, meskipun aku tidak bermaksud untuk terlibat secara langsung dalam kehidupan pribadi mereka sebagaimana mestinya.


“Mereka bilang bahwa orang yang tepat di tempat yang salah dapat mengubah arah dunia. Mungkinkah aku yang mengubah dunia mereka?”


Mungkin aku terlalu berlebihan, tetapi aku ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengenal mereka lebih baik dan menjadi teman yang baik, meskipun kami hanya melakukannya saat kami sendirian dan tidak berada di sekolah di hadapan semua orang.


Fakta bahwa Arisa dan Aina telah berulang kali mendapatkan pengakuan oleh teman sekelas dan murid lainnya adalah bukti popularitas mereka.


Gadis-gadis itu selalu terlihat di samping teman cewek lainnya, tidak ada yang ingat kapan terakhir kali ada cowok yang berjalan dan mengobrol di bersama mereka.


“… Yah, itu aku.”


Setelah aku meninggalkan sekolah, aku datang ke kafe yang sangat populer. Desain, furnitur, dan cara penataannya, itu adalah jenis tempat yang tak akan pernah aku kunjungi sendiri.


Begitu aku memasuki tempat itu, aku disambut oleh seorang pelayang toko yang mengenakan pakaian ruffles yang sangat sesuai dengan tempat itu.


Melihat sekilas ke sekeliling toko menunjukkan bahwa ada jauh lebih banyak wanita daripada pria, dan jika ada, jumlahnya sangat kecil.


"Apakah anda datang sendirian?"


"Tidak, seseorang sedang menungguku...”


Sambil mengatakan ini, aku mendengar suara ceria.


"Hayato-kun! Di sini~!"


"... Oh, apakah anda datang dengan gadis cantik di sana? Baiklah, ikuti saya."


Pelayan itu mengangguk mengerti pada wanita yang melambaikan tangannya dan, seolah diminta, aku berjalan ke meja.


"Maaf, aku agak terlambat."


"Tidak masalah."


“Ya. Aku senang kamu ada di sini.”


Ya, orang yang memanggailku ke sini adalah Arisa dan Aina. 


Aku bertemu Aina saat makan siang, ketika hanya ada sedikit orang, dan dia mengundangku untuk minum teh di kafe sepulang sekolah, jadi aku datang dengan bermodal catatan yang ditinggalkan untukku di loker tempatku menyimpan sepatu.


“Meskipun aku sedikit khawatir tentang ancaman halus yang tidak bisa aku tolak untuk datang.”


“Mm-hmm. Aku sedikit memanfaatkan kebaikan Hayato♪”


Aku tidak tahu apakah harus menyebutnya kebaikan, tetapi aku memiliki waktu luang, dan merupakan bonus karena bisa menghabiskan waktu dengan dua gadis cantik sepulang sekolah.


Aku duduk di depan mereka dan melihat daftar menu untuk melihat apa yang bisa aku pesan.


Buku itu diilustrasikan dengan jelas dengan foto-foto, dan ada banyak jenis makanan manis yang tampak lezat yang disukai para gadis.


Aku mendongak sedikit dan aku bisa melihat bahwa mereka berdua menatapku. Dan begitu mata kami bertemu, mereka mulai tersenyum begitu manis, sehingga aku merasa malu dan menutupi wajahku dengan menu.


“Kak, Hayato malu♪”


“Fufu, imutnya.”


Aku berharap gadis-gadis ini akan berhenti mengatakan hal-hal seperti itu…


Aku melihat sekeliling untuk mengubah topik pembicaraan dengan paksa dan membuka mulut untuk menghilangkan suasana yang tak terlukiskan ini.


"Aku belum pernah ke sini sebelumnya, tapi aku melihat mereka memiliki banyak pelanggan."


“Ya, ini tempat yang bagus karena hampir tidak ada cowok yang ke sini, dan kami biasanya ke sini dengan teman-teman kami.”


"Oh."


“Mereka memiliki beberapa kue dan manisan yang sangat enak, ini adalah salah satu tempat favoritku.”


"Begitu, ya.”


Woah, jadi Arisa sangat suka yang manis-manis. Kurasa itu normal, lagipula kebanyakan wanita menyukainya, jadi aku bisa berasumsi bahwa Aina juga sama.


“Adikku tidak terlalu suka makanan manis. Dia sangat berbeda dariku.”


“Eh? Benarkah?”


“Ya. Aku suka makanan pedas.”


“Itu benar. Terakhir kali aku pergi bersamanya untuk makan makanan pedas, aku berpikir aku akan mati.”


“………”


Arisa menatap adiknya dengan sangat serius, tapi dia mengalihkan pandangannya saat dia melihat suasana suram yang menyelimuti Aina... Siapa yang akan membayangkan bahwa saudarinya akan sangat berbeda satu sama lain?


Segera setelah aku mengetahui lebih banyak tentang kepribadian kedua saudari perempuan itu, aku berhasil memutuskan apa yang harus dipesan, dan itu adalah secangkir kopi.


Begitu mereka membawakanku kopi, rasa pahitnya menenangkan suasana di antara para gadis.


“Nee, Hayato-kun, sekarang kita memiliki kepercayaan di antara kita. Bagaimana kalau kita bertukar kontak?”


“Eh? Benarkah?”


"Ya, ayo kita lakukan!"


“Kak, tenanglah, lubang hidungmu terbuka, lho.”


“Benarkah?! Ugh…”


Aina meletakkan tangannya di wajah Arisa seolah ingin menekannya, dan sebaliknya, Arisa membuat... Suara-suara yang tidak seharusnya dibuat oleh para gadis. Kedengarannya seperti sejenis binatang.


Fakta bahwa Aina, yang menentang semangat Arisa, memiliki ekspresi yang sedikit menahan di wajahnya, sungguh mengesankan dan tidak biasa.


“Baiklah, kalau begitu… umm, silahkan.”


“Ya!”


“Terimakasih!”


Dan begitulah caraku mendapatkan kontak Arisa dan Aina. Yang berarti aku bisa mengirim pesan teks atau menelepon mereka kapanpun aku mau. Tapi aku masih tidak yakin apakah aku boleh menghubungi mereka dengan seenaknya … Meskipun kami berteman, aku rasa tidak baik bagiku untuk terlalu nekat.


“Terimakasih untuk kalian berdua.”


“Sebaliknya, aku juga berterima kasih♪”


“………”


Aina tersenyum bahagia, sementara Arisa menatap ponselnya tanpa bergerak sedikitpun. Di matanya, kau bisa melihat cahaya redup saat dia menggumamkan sesuatu ... Apa yang ada di dalam pikirannya?


"... Akhirnya... Sekarang dia... menjadi milikku..."


“Kakakku terkadang agak aneh, jadi jangan pedulikan dia.”


“Mudah untuk mengatakannya, tapi rasa penasaran yang kurasakan sekarang menggangguku.”


"Hahahaha, aku tidak menyalahkanmu, terkadang lucu melihat kakakku seperti ini." Jawab Aina sambil tertawa sambil menggoyangkan bahunya.


“Ganti topik pembicaraan, Hayato-kun, apakah kamu punya impian di masa depan?"


“Impian di masa depan? Aku belum memutuskannya.”


Aku blank soal itu, dan itu karena aku masih kelas satu SMA, dan aku belum memutuskan apa yang ingin kulakukan.


"Bagaimana denganmu, Aina-san?"


“Aku ingin punya bayi.”


"Oh, itu sangat sederhana dan feminin... Maksudku, memiliki bayi sama saja dengan ingin memiliki keluarga bahagia, bukan?"


“Apa menurutmu begitu?”


“Iya. Itulah yang kupikirkan.”


“Begitu ya… Ehehe♪”


Sepertinya jawabanku tepat, sedikit melegakan melihat betapa mudahnya membahagiakannya. Dan begitu Aina memberitahuku apa yang dia inginkan, Arisa juga memberitahuku keinginannya.


“Aku ingin berguna. Aku ingin dekat dengan orang itu dan selalu menjaganya. Aku ingin menjadi hanya untuk orang itu.”


Menjadi berguna adalah konsep lain yang sangat sederhana. Selain fakta bahwa kau hanya ingin menjadi pria yang beruntung, yang berarti kau ingin menjadi faktor penting dalam hidupnya.


"Bagaimana menurutmu, Hayato-kun? Apakah menurumu itu aneh?”


“Tidak, aku rasa itu keinginan yang sangat bagus. Atau lebih tepatnya, bukankah mengagumkan untuk bisa mengatakan bahwa kamu ingin berguna bagi seseorang yang spesial itu, kan?”


Aku tidak bisa mengejek mimpi Arisa, di satu sisi, itulah apa yang kita semua harapkan ketika kita jatuh cinta pada seseorang, dan menurutku itu sungguh luar biasa.


"Itu membuatku merasa sangat lega, terimakasih, Hayato-kun."


Puas dengan jawabanku, Arisa berdiri.


“Maaf. Aku mau ke toilet, aku akan kembali sekarang.”


“Okey.”


Begitu Arisa berdiri untuk pergi ke toilet. Aku melihat keanehan pada Aina, yang memperhatikan kakaknya dari sudut matanya dengan raut wajahnya.


“Aina, jangan menatapku seperti itu, aku hanya mau ke toilet.”


“Huh? Oh, iya, kamu benar. Maaf.”


Reaksi macam apa itu...? Yah, kurasa itu tidak masalah, semakin sedikit aku mencoba memahami apa yang terjadi semakin baik bagiku.


Sementara Arisa berada di toilet, Aina dan aku ditinggal sendirian, aku masih meminum kopiku, dia bermain dengan segelas penuh es dan sedotan.


“Nee, Hayato-kun, aku tahu ini agak terlambat untuk menanyakan ini, tapi…”


“Ya?”


"Kenapa kamu membantu kami hari itu?"


“Itu…”


Aku tidak memiliki jawaban yang jelas untuk pertanyaan itu. Kalau dipikir-pikir, aku tidak punya alasan khusus yang mendorongku untuk ingin menyelamatkan mereka. Itu hanya kebetulan aku ada di sana, dan merupakan keajaiban bahwa tidak ada yang terluka atau cidera.


“… Ya, aku ingin tahu.”


“Sejujurnya, aku tidak pernah menduga akan menghadapi situasi seperti itu, aku melihat kalo pintu depan rumah kalian terbuka, dan aku ingin tahu apa yang terjadi. Dan di saat menyaksikan pemandangan itu dengan mata kepalaku sendiri, aku bertindak berdasarkan naluri.”


“… Begitu.”


"Tapi aku sangat senang bahwa kamu selamat. Aku sudah memberitahumu sebelumnya, tetapi sekarang aku mengatakannya dari lubuk hatiku yang terdalam.”


"... Hah... Tidak... Jangan sekarang..." 


"Aina?"


“Jangan sekarang... Aku harus... Menahannya...”


"Aina-san? Kamu tidak apa apa?”


“Hehe, iya, tidak apa-apa, Hayato-kun, terimakasih sudah khawatir.”


“Oke…”


Entah kenapa, Aina mengelus-elus perut bagian bawahnya sampai Arisa kembali. Dan saat itulah dia mendekati Arisa dan berkata padanya dengan suara rendah bahwa dia harus pergi ke toilet juga.


***


“Haa♪”


Saat malamnya, dan Aina mendesah bahagia setelah mengingat apa yang terjadi hari ini di kafe bersama Hayato.


Ini sudah menjadi kebiasaan di antara Shinjo bersaudari. Ketika mereka sendirian di kamar mereka, mereka tidak bisa berhenti memikirkan Hayato, bagian pribadi mereka terasa panas dan seluruh tubuh mereka terus-menerus mendidih.


Bagi mereka itu sangat normal bahwa itu terjadi ketika mereka di rumah, bahkan, itu tidak mengganggu mereka sama sekali. Namun akhir-akhir ini, hal itu juga sudah mulai terjadi di sekolah, dan hal itu menjadi mengakhawatirkan.


"Um... Hayato-kun... Hayato-kun! Ah…! Kau begitu sempurna!”


Mendengar kata-kata Hayato, Aina tidak hanya berpikir bahwa dia mengatakan yang sebenarnya, tetapi juga merasakannya ketika dia melihatnya di matanya. Hal ini semakin menyebabkan tubuhnya semakin menginginkannya, dan dorongan kewanitaannya yang baru terbangun berbisik semakin keras padanya untuk melahap pria bernama Hayato.


Bisikan manis yang harus dia tekan dengan semua kekuatan pikiran rasionalnya, dia tidak punya pilihan selain menahan keinginan itu.


"Aku tidak tahan lagi... Hayato... aku ingin kau di atasku sekarang..."


Aina telah membulatkan tekadnya, untuk menerima naluri dan hasrat duniawi yang merupakan bagian dari kewanitaannya, dia ingin bersama pria yang menyelamatkan hidupnya dan menerima apa adanya. Itu adalah perasaan yang tumbuh dengan semakin kuat dan dia tidak bisa berhenti.


“Hayato-kun, sentuh aku…. Aku akan melakukan apapun… Aku akan melakukan apapun untukmu. Jadi beri aku banyak cinta.”


[Aina, terimalah bayiku.]


Imajinasi Aina mengalahkannya kenyataan lagi, dia melihat kekasihnya lagi di depannya, dan kata-kata yang keluar dari mulut Hayato khayalan itu, adalah hal yang paling diinginkan Aina.


Hal itu menyebabkan seluruh tubuhnya gemetar hebat. Tanpa disadari, dia membuka piyamanya, dan memperlihatkan payudaranya yang besar, sedikit lebih besar daripada miilik kakaknya.


"Um... Tidak apa-apa, ini hanya karena itu kamu, Hayato-kun."


Dialah satu-satunya yang bisa melakukan apapun yang dia inginkan dengan tubuh yang begitu menggairahkan yang membuat banyak pria sangat ingin mendapatkannya. Aina ingin menjaga tubuhnya tetap bersih dan dalam kondisi sempurna untuk Hayato.


Cowok-cowok di sekolah juga memperhatikan perubahan aneh pada penampilan Aina, dan mereka percaya bahwa dia menjadi lebih cantik dan menawan daripada kakaknya. Dan dia sadar, bahwa dia mengeluarkan daya tarik segs yang melampaui batasan seorang siswi SMA.


Dan alasan mengapa tubuhnya memancarkan aura ini, adalah karena perasaan cinta yang telah ditekan selama masa mudanya terhadap kebenciannya kepada pria, tiba-tiba dilepaskan, membuatnya lebih feminin.


Tidak hanya hati mereka berubah menjadi lebih baik, tetapi tubuhnya juga mengalami perubahan besar.


"Hayato-kun…"


Aina melanjutkan dengan mengambil ponselnya, dan melihat kontak baru yang dia tambahkan hari ini. Namanya "Hayato Domoto" muncul di kontak telponnya, dan setiap kali dia melihatnya, dia merasakan kebahagiaan yang tak terbendung.


Aina sudah tenggelam pada Hayato begitu dalam, jika ia lengah, dia akan tersenyum dengan wajah nakal. Dia sangat menginginkannya untuk mengukir keberadaan pria itu di dalam tubuhnya, dia sangat ingin merasakannya di dalam tubuhnya, Aina memendam perasaan tak terbatas yang tak terbendung.


Meskipun dia mengambil langkah besar hari ini dengan mendapatkan detail kontaknya, dia masih belum merasa puas, dia ingin tahu lebih banyak tentangnya, dia ingin tahu bagaimana hari-harinya, siapa nama orang tuanya, apa yang ia lakukan di rumah saat ia sendirian, dan menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya.


Aina tertawa kecil membanyangkan apa yang akan terjadi. Senyumnya yang menyimpang, tapi tak diragukan lagi, itu wajah seorang gadis yang mengenal cinta.


"... Aku ingin tahu apakah dia tidak akan marah jika aku menelponnya untuk mengucapkan selamat malam..."


Cara dia menunjukkan kulitnya yang halus, sedikit berkeringat, dan bentuk tubuhnya, yang bukan siswi SMA, diekspos tanpa malu-malu, mungkin mengungkapkan kata-kata awal Aina yang menyimpang.


Jika adiknya seperti ini, apa yang bisa aku katakan tentang kakaknya? Kalo itu, tidak seperti Aina, dia berada di meja belajarnya, duduk di kursinya dengan postur tegak, pena di tangan dan menulis di buku catatan.


“……………”


Baik Arisa maupun Aina adalah siswi teladan dan nilai mereka selalu yang terbaik di kelas. Arisa adalah siswi terbaik di kelasnya, jadi bukan hal yang aneh jika kau melihatnya di mejanya dengan buku cacatan di tangannya.


Tapi, sepertinya kali ini dia tidak akan belajar. Karena apa yang dia tulis dengan sangat euforia di buku catatannya, dipenuhi dengan satu kata. Dan itu adalah "Hayato-sama" berulang-ulang.


Nama itu ditulis dengan tulisan tangan yang sama dan dengan kekuatan yang sama, tanpa ada coretan di antaranya. Ekspresi wajah Arisa serius dan dingin, melihatnya seperti itu, sulit untuk mengatakan apa yang sedang dia pikirkan. 


Tetapi kita dapat mengatakan dengan pasti, bahwa yang dia lakukan sekarang adalah memikirkan seorang pria istimewa.


"Hayato-kun... Hayato-sama..."


Seperti Aina, ekspresi Arisa berubah saat memikirkan Hayato, pria yang ingin dia dedikasikan seumur hidupnya.


Mendapatkan nomor kontaknya hari ini membuatnya mengambil langkah selanjutnya dalam rencananya. Tapi ini masih belum cukup, Arisa ingin tahu lebih banyak dan berguna baginya dalam kedepannya.


"Hayato-sama benar-benar mengerikan... Bagaimana kau bisa melakukan ini padaku?"


Bagian kata-kata itu mungkin terdengar kejam, mengisyaratkan bahwa Hayato melakukan sesuatu yang tidak termaafkan kepadanya, tidak ada yang lebih jauh dari kenyataan.


Alasan mengapa Arisa mengatakan itu karena perubahannya sendiri. Sama seperti Aina, dia tidak menyukai pria, dan dia tidak pernah merasakan apapun dalam hal cinta, dan dia berpikir bahwa dia tidak akan pernah mencintai seorang pria.


Namun, bertemu dengan Hayato adalah penyebab yang mengubah Arisa.


Dia mulai merasakan tubuhnya terbakar dan ingin sekali merasakan tangannya menyentuh tubuhnya. Meskipun dia bercita-cita menjadi budak dan alat, dia terus merindukan Hayato untuk mencintainya sebagai seorang wanita. Dia juga ingin ia mendukung dan peduli pada kehidupannya. Hanya itu yang dia butuhkan untuk bahagia.


"Ughh... Sekali lagi..." 


Aira bergumam sambil menatap payudaranya sendiri, yang besar dan pipinya memerah.


Sederhananya Hayato hanya memanggilnya dengan namanya membuatnya merasa sensasi geli di bagian intimnya, dan ketika dia memepertegas perasaannya, dia tidak tahan lagi, dia menerima sensai yang lahir di dalam dirinya.


Aina juga menyadari apa yang sedang dialami kakaknya, dan menghindari pernyataan yang tak pantas atau mengolok-oloknya, karena mereka berdua memiliki keinginan yang sama. Mereka berdua menginginkan Hayato.


"Hayato-sama... apa yang kau lakukan sekarang? Aku… aku… aku melakukan hal-hal yang tak pernah bisa kuucapkan sambil memikirkanmu.” kata Arisa dengan suara pelan.


Seperti Aina, pendapat Arisa tentang pria berubah saat dia menemukan cinta. Tapi mungkin dia yang mengalami perubahan terbesar.


Ketika memikirkan Hayato, tubuh Arisa berubah menjadi lebih feminin. Imut, cantik dan mesum. Tidak salah lagi, itu kombinasi yang berbahaya.

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset