Chapter 4 Part 1
“………? Aku merasa seperti mengalami mimpi aneh."
Itu adalah hal pertama yang aku katakan ketika aku bangun.
Sekarang aku mengingatnya, tadi malam, setelah memahami beberapa hal tentang dunia ini, aku ingat kalau aku sedang berbicara dengan Ayana dan setelah itu aku pergi beristirahat.
Tapi… aku tidak bisa mengingat lebih dari itu. Satu-satunya hanya saat aku tertidur muncul di benakku dan sekarang aku baru bangun, namun… aku merasa seperti mengalami mimpi aneh.
"Lebih baik aku bangun. Aku rasa ibuku sedang menyiapkan sarapan."
Aku meninggalkan kamarku dan pergi ke ruang tamu sambil membangunkan tubuhku yang masih mengeluh ingin terus tidur.
"Selamat pagi, Towa."
"Selamat pagi Ibu."
Ketika aku membuka pintu dan masuk, aku disambut dengan aroma yang enak.
Yah, aku rasa itu adalah sarapan biasa yang disajikan di rumah mana pun, tetapi bedanya itu dibuat dari cinta ibuku.
(Hal yang sama berlaku untuk makanan dan makan siang lainnya yang dia buatkan untukku ke sekolah. Semuanya benar-benar enak.)
Bagaimanapun, dia adalah seorang ibu, yang tahu selera anaknya, itulah mengapa makanannya terasa enak.
Aku melihat ibuku, yang sedang mengambil sup miso dan menuangkannya ke dalam mangkuk, dia tiba-tiba memiringkan kepalanya dan menatapku.
"Ada apa?"
"… Tidak ada."
Memang benar ternyata aneh aku melihatnya seperti itu.
Ibuku menatap mataku dan aku tidak tahu harus berkata apa, namun, kata-kata yang segera keluar dari mulutku adalah ucapan terimakasih kepadanya.
"Terima kasih untuk semuanya ibu. Makanan dan makan siang yang kamu siapkan untukku ke sekolah sangat enak.”
Dengan mengatakan itu padanya, ibuku bahkan lebih bingung dari sebelumnya.
Kata-kata terima kasih ini bukanlah kebohongan. Terlebih lagi, aku diliputi oleh keinginan untuk mengatakan itu padanya.
(Apakah ini juga perasaan Towa? … Aku bertanya-tanya apakah aku melakukan ini karena aku ingin meyakinkan ibunya, yang merupakan satu-satunya orang yang tersisa di keluarganya, atau karena aku ingin membuatnya bahagia.)
Berkat percakapan barusan, ibuku dalam suasana hati yang baik dari awal hingga akhir, dia bahkan tersenyum sepanjang waktu membuatku merasa sedikit malu.
(Mama sangat bersinar)
Inilah yang aku pikirkan ketika aku melihat ibuku tersenyum seperti itu.
Dia memiliki rambut cokelat, memakai anting-anting di telinganya, dan mengingat dia memiliki seorang anak di usianya yang masih muda, orang-orang mungkin akan mengatakan kalau dia lebih bersinar dari biasanya.
Namun, bukan berarti hal itu dibenci oleh orang lain. Jika ada, itu membuat orang berpikir kalau dia adalah Onee-san.
"Towa, enggak apa-apa kita mengobrol dengan santai, tapi bukankah kamu akan terlambat pergi ke sekolah?"
"… Eh?"
Tak perlu dikatakan, aku sedang terburu-buru ketika aku melihat jam.
Setelah menggosok gigi dan bersiap-siap untuk keluar, aku berlari keluar rumah.
"Sepertinya hari ini aku akan pulang terlambat."
Apa yang aku katakan bukanlah kebohongan dan ketika mereka sudah ada di titik pertemuan yang biasa, Ayana dan Osamu sudah saling berbicara.
“… Mereka adalah teman baikku.”
Akan sangat bagus jika adegan ini bertahan selamanya, tetapi semakin aku memikirkan peranku dalam cerita ini, semakin banyak rasa sakit yang mengalir di dadaku.
Di saat yang sama, aku memikirkan tentang kegembiraan dan kesenangan yang aku alami ketika aku mengobrol dengan Ayana kemarin… alangkah baiknya jika aku bisa memonopoli itu untuk waktu yang lama.
“… Entah bagaimana, perasaan ini membuatku bertanya-tanya siapa aku.”
Aku memiliki ingatan tentang kehidupanku sebelumnya, atau lebih tepatnya, aku memiliki ingatan tentang duniaku sebelumnya.
Ini berarti aku memiliki kehidupan sebelumnya dan itu adalah bukti kalau aku adalah orang yang berbeda dari Towa.
Namun, setelah menjadi seorang Towa, setiap kali aku merasakan tubuhnya mempengaruhiku, aku tidak tahu apakah itu Towa atau aku.
“Ah~, perasaan yang kumiliki ini…”
Sebanyak yang aku khawatirkan tentang ini, aku akan segera merasa lebih baik.
Pada akhirnya, tidak masalah siapa itu karena aku tidak bisa mengubah atau menghentikan keberadaan Towa.
"Hei, Towa! Apa yang kamu lakukan di sana~?”
“Towa-kun~! Tolong cepat sedikit!"
"Ah! Maaf, maaf!"
Aku segera mendatangi mereka karena mereka memanggilku.
Keduanya mulai berjalan ketika aku bergabung dengan mereka dan seperti kemarin, mereka berdua di depanku dan aku di belakang mereka.
"Sekarang aku ingat Ayana, ibuku bertanya apakah kamu bisa datang ke rumahku untuk makan malam hari ini."
"Hari ini? Hmm…"
Ayana khawatir dengan apa yang dikatakan Osamu.
Rumah mereka berdekatan satu sama lain, jadi tak jarang mereka saling berkunjung dari waktu ke waktu. Makan malam di rumah masing-masing adalah hal yang biasa bagi mereka.
Pada akhirnya, Ayana ingin pergi berbelanja, jadi dia menolak undangan itu dengan mengatakan kalau akan lebih baik jika diundang lagi di lain waktu, tetapi Osamu tentu saja tidak menganggap hal itu baik.
"Apakah itu lebih penting daripada datang ke rumahku?"
"Itu…"
Ayana merasa kesulitan mendengar kata-kata Osamu.
Karena aku mendengarkan semuanya dari belakang, kupikir cara dia bertanya bukanlah cara yang tepat, jadi aku meletakkan tanganku di bahu Osamu.
“Ayana juga punya masalah pribadinya sendiri, bukan? Bahkan ada pepatah yang mengatakan: 'Bahkan di antara teman terbaik sekalipun, seseorang harus sopan dan perhatian', jadi jangan menanyakan pertanyaan semacam itu, oke?"
"… Aku minta maaf."
Osamu meminta maaf dengan tulus dari kata-kataku, namun, dia sepertinya tidak menyukai apa yang aku katakan sejak setelah itu dia hampir tidak berbicara sepanjang perjalanan ke sekolah.
"... Maaf, Towa-kun."
"Jangan khawatir tentang itu."
Ayana meminta maaf karena memperburuk keadaan, tetapi dia tidak perlu khawatir.
Karena ini tentang Osamu, aku yakin dia akan segera melupakan semua ini, ditambah lagi menurutku dia tidak akan terpengaruh oleh sikap khawatir Ayana.
Namun, Osamu bergegas pergi ke sekolah lebih cepat.
Ayana dan aku, yang tetap di belakang, mengikuti dengan senyuman di wajah kami.
"Sebenarnya, belanja itu bohong."
"Eh?"
Aku terkejut ketika Ayana mengatakan itu dengan menjulurkan lidahnya.
Dengan kata lain, Ayana berbohong… Yah, menurutku Ayana bukanlah orang yang tidak pernah berbohong karena itu bukan hal baru bagi manusia.
Meski begitu, cukup menakjubkan kalau dia berbohong ke Osamu.
“Ada hari-hari dimana aku ingin sendirian. Meskipun jelas, jika kamu ada di sisiku, itu akan membuatku lebih bahagia dari apapun Towa-kun."
“……….”
Sekali lagi… dia mengatakan itu lagi.
Saat Ayana mengucapkan kata-kata yang sepertinya memiliki arti yang lebih dalam, aku teringat telpon yang kami lakukan kemarin.
“Aku suka orang seperti apapun kamu, Towa-kun. Bukan karena kasihan aku memutuskan untuk menerimamu saat itu. Aku ingin berada di sisimu, aku ingin mendukungmu, itu sebabnya aku memberikannya padamu."
Aku dengan berani mencoba bertanya padanya apa arti kata-kata itu, tapi Ayana memegang tanganku sebelum itu.
"Alangkah baiknya jika kita berdua bisa pergi ke sekolah seperti ini, namun, aku nggak ingin Osamu semakin marah, jadi ayo cepat."
"… Kamu benar."
Lagipula, Ayana hanya memanjakan Osamu, lalu aku tersenyum.
Kami diam-diam berjalan bergandengan tangan, lalu tiba-tiba, Ayana menatapku dan berkata.
"Towa-kun... Apa terjadi sesuatu?"
"Apa maksudmu?"
“… Aku merasa kamu telah berubah.”
Aku secara tak sengaja menegang mendengar kata-katanya.
Seolah-olah tidak hanya gerakan tubuhku yang berhenti tapi juga detak jantungku... dengan kata lain, aku memiliki ilusi kalau waktu telah berhenti.
Entah bagaimana, orang-orang berubah dan itulah yang terjadi padaku.
“Oh enggak, tunggu, tolong jangan khawatir tentang itu. Itu hanya kesan."
"... Ah."
Bahkan jika dia mengatakan itu padaku untuk tidak khawatir tentang itu, aku terkejut dan gugup kalau dia akan menemukan kebenaran dan menolakku.
Ayana tersenyum padaku, lalu aku sadar sampai batas tertentu, namun, itu tidak bisa lepas dari kepalaku kalau ada orang yang memperhatikan perubahan yang telah terjadi padaku.
Debaran di hatiku saat Ayana memberitahuku… itu adalah bukti kalau dia adalah orang yang spesial.
“……….”
“… Um… Apa aku membuatmu marah?”
“… Mmm~”
Tampaknya, ekspresiku tetap kaku sepanjang waktu, jadi Ayana menatap wajahku dengan prihatin.
Dia terus berbicara sebelum aku mengatakan kepadanya kalau semuanya baik-baik saja karena aku tidak peduli apa yang dia katakan.
“Meskipun orang bisa berubah, bukan berarti mereka berubah total. Memang benar kamu sedikit berubah beberapa hari ini, Towa-kun, tapi… aku masih menganggapmu adalah Towa-kun yang aku kenal.”
"Maksudnya?"
“Hehehe… Sebenarnya, aku juga enggak tahu, tapi enggak peduli seberapa berbedanya penampilanmu, karena aku tahu itu masih ada, Towa-kun yang kukenal. Hatiku enggak akan pernah membingungkanmu dan itulah mengapa aku bisa mengatakan kalau kamu adalah Towa-kun yang aku kenal saat kamu memegang tanganku seperti ini."
Sejujurnya, aku tidak mengerti apa yang dia katakan, meski begitu, setelah mengucapkan kata-kata itu, Ayana tersenyum dan mulai berjalan lagi.
Dia melepaskan tanganku dan melangkah maju, namun, kata-katanya membuatku merasa lega.
Di dunia yang penuh dengan hal-hal yang masih belum kupahami ini, aku merasa Ayana telah memberitahuku kalau aku boleh tinggal di sini.
“Aku merasa cemas dan lega sepanjang waktu. Wow, aku merasa enggak bisa enggak mengeluh seperti ini."
Tentu saja, ini karena dunia tempatku tinggal telah berubah dari hari ke hari, jadi seseorang sepertiku, yang sudah memiliki pengalaman di dunia ini, bisa memahaminya.
Aku rasa aku terlalu gelisah tentang hal itu, karena aku berada dalam posisi di mana aku bisa mengatakan apa yang aku tahu bahkan jika aku benar-benar orang asing ... Yah, kekhawatiran ini jelas tidak buruk.
"......?"
Ayana menungguku di depan saat aku berhenti memikirkan hal-hal itu.
Aku tak bisa menahan senyum sinis melihat wajahnya yang khawatir padaku, namun, karena aku tahu itu mungkin akan mengganggu, aku memutuskan untuk segera bergegas.
"Maaf, maaf. Sekarang aku baik-baik saja."
"Benarkah?"
"Ya."
Meski begitu, Ayana menatap wajahku sejenak, tapi dengan cepat menjadi tenang seolah semuanya baik-baik saja sekarang.
Jika kami terus melakukan hal seperti ini, jarak antara kami dan Osamu akan semakin jauh, jadi aku mencarinya namun dia tidak ada.
Osamu pergi terlalu cepat.
"Benar juga. Nee Towa-kun, bisakah kita jalan dengan bergandengan tangan?”
"… Eh?"
Apa yang baru saja Ayana katakan?
Seharusnya aku bertanya mengapa dia ingin melakukan itu, tapi tubuhku bergerak sendiri untuk menjawabnya. Dengan begitu, dia bisa menyilangkan lengannya dengan kuat.
“… Hehehe♪”
"........."
Dia dengan lembut memeluk lenganku seolah itu adalah sesuatu yang berharga baginya.
Tidak hanya sensasi lengan Ayana yang langsung ditransmisikan, tetapi juga kelembutan dadanya yang menggairahkan, yang membuat jantungku berdetak sedikit lebih kencang.
(… Setiap kali hanya kami berdua, Ayana semakin dekat denganku.)
Dibandingkan dengan apa yang terjadi sepulang sekolah kemarin, itu masih tidak semenggairahkan ini, tapi tetap saja, itu membuatku merasa ada sesuatu antara dia dan aku.
Hanya kami berdua… Yah, kalaupun tidak bisa, aku bisa menanyakannya hanya dengan menelponnya.
Saat itulah aku memutuskan untuk mengajukan pertanyaan kepadanya.
"Apakah itu kamu, Ayana-senpai?"
Tepat saat aku mendengar suara itu, Ayana tiba-tiba melepaskan genggamannya dariku.
Merasa sedikit kesepian karena kelembutan dan kehangatan di lenganku menghilang, aku berbalik dan melihat seorang kouhai berdiri di sana.
Sekarang, sebagai orang yang mengetahui keadaan dunia ini, kehadiran kouhai itu seharusnya membuatku khawatir.
“Mari-chan? Selamat pagi."
"Ya! Selamat pagi!"
Seorang kouhai yang dikenal energik dan yang membalas sapaan Ayana dengan senyum di wajahnya, bernama Mari Uchida, heroine yang tak setia dari kategori kouhai.
Melihatku berdiri di samping Ayana------- Mata Mari terbuka lebar kaget tapi dia segera meninggikan suaranya dan menundukkan kepalanya.
"Senang berkenalan denganmu! Meskipun kamu tidak mengenalku, kamu adalah Yukishiro-senpai, bukan? Aku mendengar tentangmu dari Ayana-senpai dan Osamu-senpai!"
"Lalu? Hmm, aku Towa Yukishiro. Senang bertemu denganmu."
"Ya! Aku Mari Uchida! Aku juga senang bertemu denganmu!”
Apa yang bisa aku katakan… gadis ini terlalu energik.
(Begitu… jadi disinilah Towa dan Mari pertama kali bertemu.)
Karena bagian ini tidak pernah diceritakan dalam game, ada kemungkinan kalau pertemuan ini hanya disebabkan oleh pengaruh kedatanganku sebagai Towa.
Selain itu, interaksi antara Towa dan heroine lainnya pada dasarnya terbatas di dalam game. Misalnya, tidak ada adegan yang menunjukkan bagaimana Towa bertemu Mari atau Iori, jadi mengalami situasi di mana aku berbicara dengan Mari seperti ini memberiku perasaan yang sangat aneh.
"Yah, ummm... aku melihatmu dari jauh, tapi kamu benar-benar cowok yang sangat tampan, Yukishiro-senpai!"
"Benarkah? Terima kasih banyak."
"… Wow!"
Bukan karena aku tersenyum padanya tapi wajah Mari memerah.
Sekarang dia memuji tubuhku, namun, tak perlu dipungkiri lagi kalau wajah Towa sangat tampan sampai-sampai dia disebut tampan… Seringkali, aku berharap dilahirkan dengan wajah seperti ini di kehidupanku sebelumnya.
Setelah itu, karena dia bersusah payah untuk bergabung dengan kami, Mari pergi ke sekolah bersama kami.
Meski begitu, Ayana dan Mari pada dasarnya mengobrol ramah dan aku hanya memperhatikan mereka beberapa langkah di belakang mereka, sama seperti Ayana dan Osamu.
“… Dia gadis yang energik dan baik.”
Meskipun aku baru-baru ini berbicara dengannya, aku bisa merasakan kalau Mari baik dengan orang-orang.
Bahkan seorang gadis seperti dia jatuh ke dalam genggaman ketidaksetiaan, jadi untuk mencapai momen itu dalam permainan Eroge terlalu berat. Itu benar-benar cerita yang tak bisa dihindari.
"Gadis ini aman ..."
Saat Mari mulai pergi ke gym, dia diejek oleh pelatihnya.
Dia adalah bagian dari klub atletik dan diharapkan memiliki masa depan yang menjanjikan, jadi dia terus pergi ke gym untuk memenuhi ekspektasi orang-orang di sekitarnya.
"Osamu-senpai! Aku benar-benar ingin pergi ke gym minggu depan!”
Itulah yang dia katakan dengan riang ke Osamu. Nah, jika kau pemain Eroge veteran sepertiku, kau bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
“… Tapi ini aneh.”
Kalau dipikir-pikir, keempat gadis yang dekat dengan Osamu, kecuali Ayana, mulai menjadi korban kejahatan di waktu yang hampir bersamaan.
Ada sesuatu yang disengaja tentang terjadinya serangkaian peristiwa yang seolah-olah diatur. Apakah itu diputuskan oleh tim produksi game?
"Kalau dipikir-pikir lagi, dimana Osamu-senpai?"
“Aku bilang padanya aku enggak bisa bersamanya sepulang sekolah hari ini dan dia jadi ngambek…”
Saat Ayana mengatakan itu, Mari tersenyum kecut.
"Begitu, tapi entah mengapa, membuat Osamu-senpai kesal adalah sebuah keistimewaan yang hanya dimiliki Ayana-senpai, kan?"
"Menurutmu begitu?"
Dia tidak menginginkan hak istimewa semacam itu, jadi diam-diam dia tersenyum sinis.
Aku menjaga jarak dari keduanya, namun Mari menatapku untuk melihat apakah aku ingin berbicara dengan mereka.
"Sejujurnya, aku ingin berbicara seperti ini denganmu Yukishiro-senpai. Aku selalu mendengar dari Osamu-senpai kalo kamu seperti Hero Yukishiro-senpai!"
"Hero?... Aku enggak seperti itu."
“Kamu hebat, Towa-kun. Kamu adalah hero."
"... Ayana."
Bahkan Ayana mengatakan itu padaku, yang membuatku merasa sedikit tak nyaman. Bahkan dengan senyum lembut di wajah Towa, sepertinya dia tampan saat Mari berteriak.
"Yukishiro-senpai, kamu benar-benar sangat tampan!... Apa kepribadianmu tampan, juga?"
“Aku sendiri enggak mengerti. Seringkali aku juga merasa bingung atau khawatir seperti Osamu.”
"Enggak, enggak, caramu merespons dan gerakanmu sendiri sudah tampan."
Aku rasa akan lebih baik jika seseorang mengajari Mari apa definisi dari kata tampan.
“Hari ini aku bertemu denganmu Yukishiro-senpai berkat Ayana-senpai, tapi juga berkat dia aku bertemu Osamu-senpai. Rasanya Ayana-senpai telah mengenalkanku pada kalian semua."
"Begitukah?"
Menanyakan itu pada Ayana, dia mengangguk.
Dikatakan kalau Ayana adalah alasan Iori bertemu Osamu, namun hal ini tidak pernah disebutkan dalam game, jadi ini pertama kalinya aku mengetahui kalau Mari, sama Iori, bertemu Osamu campur tangan Ayana.
Setelah itu, aku aktif berpartisipasi dalam percakapan saat kami menuju sekolah dan berpisah dari Mari di loker sepatu sebelum Ayana dan aku pergi ke kelas.
"Oh! Kau disini."
"Ini masih pagi, kau sudah tidur aja."
Osamu, yang sampai di ruang kelas lebih dulu, sedang bersandar di mejanya tanpa bergerak.
Aku rasa akan lebih baik untuk tidak tetap berada di duniaku sendiri seperti Osamu ketika aku sampai di kelas, tetapi mulai menciptakan suasana untuk bisa berinteraksi dengan teman sekelasku di sekitarku... tetapi meskipun Ayana dan aku tidak bisa memaksa dia untuk melakukan itu.
"Pagi, Yukishiro."
"Pagi, Aisaka."
Aku membalas sapaan Aisaka dan duduk di kursiku.
Ayana pergi ke Osamu untuk mengobrol dengannya dan saat dia melakukannya, dia menatapku, meletakkan tangannya ke mulutnya dan tertawa.
"Sepertinya dia sedang dalam suasana hati yang baik."
Aku merasa lega kalau itu seperti yang aku pikirkan.
Perlahan-lahan aku mengeluarkan perlengkapan sekolahku di mejaku dan mulai memikirkan tentang apa yang aku bicarakan dengan Mari tadi.
“… Dia gadis yang sangat baik.”
Citra yang dimiliki Mari tentangku adalah kalau aku tidak jelek seperti kebanyakan orang.
Mari dan Iori bertemu Osamu berkat Ayana… dan meskipun kami berada dalam cerita Netorare di mana mereka semua akan dicuri oleh Towa, aku pikir, sebagai seseorang yang mengetahui masa depan mereka, aku mungkin bisa membantu mereka dengan beberapa cara.
"Towa."
"Ada apa?"
Osamu datang bersama Ayana dan berbicara kepadaku.
"Sebenarnya, kami memutuskan untuk jalan-jalan bersama sepulang sekolah sampai Ayana pergi berbelanja dan aku bertanya-tanya apakah kamu juga ingin bergabung dengan kami."
"Hmm~?"
Begitu, jadi Ayana yang menyarankan itu padanya.
Aku ingin bertanya apakah boleh bagiku untuk menghalangi momen yang hanya untuk mereka berdua, namun, karena dia mengundangku seperti itu, mungkin kurang sopan jika aku menanyakan pertanyaan itu.
"Baiklah. Aku akan menemanimu."
Dan begitulah cara kami memutuskan apa yang akan kami lakukan sepulang sekolah.
Hari ini, ada juga momen dimana Iori datang ke kelas dan membawa Osamu bersamanya, tapi mungkin karena Ayana dan aku memutuskan apa yang kami pikirkan tentang mereka berdua, sehingga tidak ada seorangpun, termasuk Someya dan teman-temannya, yang mengusik Osamu.
Sebaliknya, aku melihat sedikit perubahan.
"Oi Someya, apa yang akan kau lakukan hari ini sepulang sekolah?"
"Eh? Hmm… itu…”
"Kenapa kau begitu gugup? Bagaimana kalau kita bersenang-senang lagi?”
“…Te-tentu saja!!”
Aku mengalihkan perhatianku ke percakapan antara Someya dan teman Ayana, Uesaka.
Uesaka adalah gal yang akhirnya diajak Someya dan teman-temannya pergi ke karaoke kemarin, tetapi hari ini, jarak antara mereka berdua telah memendek sehingga memberi kesan kalau mereka sudah sangat dekat.
Aku tidak tahu bagaimana hubungan mereka satu sama lain sampai sekarang, tetapi melihat reaksi orang-orang di sekitar kami, sepertinya hari ini adalah pertama kalinya Someya dan Uesaka bergaul seperti itu.
"Apa yang telah terjadi?"
Ayana, yang berada di sebelahku, mengarahkan pandangannya ke tempat ku melihat, mengangguk, dan terus berbicara.
“Sepertinya hubungan mereka lebih baik dari yang aku harapkan setelah karaoke. Gal itu bilang padaku kalo dia sangat bersenang-senang, jadi kurasa dia sangat menyukainya.”
"Hah…?"
Aku bahkan tidak berpikir mereka ... pasangan yang agak aneh.
Baik Someya maupun Uesaka memiliki penampilan yang mencolok, tetapi mereka bukanlah orang jahat.
Sedangkan Someya, meskipun dia memusuhi Osamu, dia benar-benar mendengarkan apa yang kami katakan padanya… yah, lebih baik berterima kasih padanya karena tidak bertindak seperti itu lagi.
"Apa kamu menyukai gadis seperti itu, Towa-kun?"
Ayana mengatakan itu karena aku menatap Someya dan Uesaka.
Aku tidak tahu apakah itu hanya imajinasiku, tetapi aku merasakan sesuatu yang mirip dengan kecemburuan di matanya, namun, Ayana langsung tertawa.
“Aku bercanda, Towa-kun. Aku sudah tahu seleramu sejak lama♪”
Aku memalingkan muka dari ekspresi senyuman itu.
Aku melakukannya sebagian karena aku tak bisa melihat langsung ke senyum Ayana dan karena aku merasa bisa melihat seleraku sendiri, bukan selera Towa.
(Memang benar aku suka gadis cantik dan anggun seperti Ayana… juga, jika aku boleh mengakatakan sesuatu yang lain, seorang gadis cantik dan anggun bisa sedikit bergairah, dan itu membuatku terangsang…)
"Aku ingin menanyakan sesuatu padamu."
"Ya?"
"Apa kamu mau jika aku berpakaian seperti gal seperti gadis itu?"
Kata-katanya berdampak besar padaku, memberiku ilusi kalau petir menyambar tepat di belakangnya.
Tentunya dalam ingatanku, ada banyak kisah tentang gadis cantik dan anggun seperti Ayana yang menjadi gal, jadi berdasarkan penampilannya saat ini, sangat mudah bagiku untuk membayangkannya sebagai gal Ayana, tapi... sejujurnya, penampilan itu tidak sangat cocok untuknya, meskipun dia terlihat seksi.
"Nggak ... Kamu terlihat cantik apa adanya."
“Fufufu, aku mengerti♪”
Melihat wajahnya yang tersenyum, kupikir Ayana pasti mengerti jawabanku.
(… Namun)
Sekali lagi, ketika aku melihat Someya dan yang lainnya, aku bertanya-tanya apakah kecemburuan yang mereka tunjukan ke Osamu dalam game adalah karena hal ini.
Di game, teman-teman yang menggangu Osamu diperlakukan seperti sekelompok berandalan, jadi tentu saja, nama mereka tidak pernah diungkapkan dan seperti apa penampilan mereka bahkan tidak pernah dijelaskan.
(Lagipula, dalam setahun dari sekarang kami akan berada di kelas yang berbeda... jadi tidak ada gunanya memikirkannya sekarang.)
Itulah yang aku pikirkan dan menyesuaikan kembali pikiranku.
Untuk saat ini aku akan berhenti memikirkan pasangan itu meskipun mereka dekat denganku, karena aku memiliki seorang putri di sisiku yang menarik perhatianku dengan tatapannya, oleh karena itu, aku akan menghabiskan waktu bersamanya.
***