Ads 728x90

Yayoi-chan Volume 1 Chapter 9

Posted by Chova, Released on

Option


Chapter 9 – Hal terpenting.


Ketika aku pulang dari sekolah dan mulai ganti pakaian untuk bersiap-siap jogging, aku mendengar suara-suara di luar rumahku.


Aku membuka pintu untuk melihat apakah Uzuki sudah pulang, dan entah mengapa aku melihat Satsuki-kun juga ada di sana.


Dia bilang kalo dia bertemu dengannya secara kebetulan sepulang sekolah, tapi itu gak mungkin benar. Itu semua pasti sudah direncanakan Uzuki.


Aku ingat terakhir kali kami berselisih dan dia meneriakkan sesuatu seperti:


"Aku akan mendukungmu sendiri." Apakah itu?


"Hei, Uzuki, jelaskan padaku apa yang terjadi, oke?"


Saat Satsuki-kun pergi, Uzuki juga sudah mengganti seragam sekolahnya dan sedang berbaring di sofa sambil menonton TV.


Dia mengenakan jaket biru muda yang kebesaran dan celana pendek. Di tudung mantel itu ada telinga kucing, dan fakta kalo dia dia pakai pakaian semacam itu tanpa rasa malu adalah hal yang membedakanku. Aku gak percaya kami bersaudara, dia memiliki selera dan nyali yang sangat berbeda dariku.


Aku terkejut Satsuki-kun melihatku pakai sweater, dan aku masih membawa perasaan kesalku di dalam diriku.


"Apa maksudnya itu?"


Aku mengambil Japii, yang sedang berkeliaran di ruang tamu, dan berdiri di antara Uzuki dan TV. 


"Argh, Onee-chan, kamu menghalangi jalan!" 


"Apa maksudnya itu…?


Tanyaku pelan dan tenang.


"Apa yang kamu bicarakan, Onee-chan?"


“I-ini tentang Fukase-kun!”


Meskipun Uzuki tahu apa yang aku bicarakan, aku gak bisa berbicara lebih keras ketika harus menyebutkan namanya.


“Saat aku sedang mengganti sepatuku di loker, aku melihat Satsuki-senpai masuk di saat yang sama. Dia bilang dia bebas, jadi aku bertanya apakah dia ingin pulang denganku. Itu hal yang wajar, tahu."


Uzuki menggoyang-goyangkan kakinya seolah dia gak merasa bersalah sama sekali, dan aku mencoba untuk tetap tenang, tapi sebenarnya aku sangat marah.


"Rumah Fukase-kun berlawanan arah dengan kita, kan?"


“Eh, Onee-chan, kamu tahu rumah Satsuki-senpai? Itu bagus!"


“A-aku gak tahu! Aku bertanya kepadamu mengapa kamu membawanya ke rumah kita?”


Saat aku menanyai Satsuki-kun tempo hari, aku mengetahui kalo dia pergi ke sekolah naik monorel.


“Maksudku, Onee-chan, dari tadi kamu terlihat sangat marah. Aku minta maaf atas apa yang aku lakukan pada Satsuki-senpai. apa kamu membenci kami?”


"Aku hanya marah denganmu!"


Jika Uzuki yang memaksanya untuk ikut dengannya, itu gak wajar baginya untuk menyerang Satsuki-kun. Tapi aku belum siap untuk itu dan itulah mengapa aku juga gak bisa menyambutnya di rumah kami.


Benar-benar memalukan dilihat mengenakan sweater yang menyedihkan itu.


"Kenapa kamu gak memintanya untuk datang lain kali, Onee-chan?"


"Aku gak akan melakukannya!"


Gak ada lagi yang bisa aku katakan padanya.


Aku tahu kalo Uzuki selalu memikirkanku. Aku tahu dia gak ingin menyinggung perasaanku.


Dia juga tahu kalau aku selalu sendirian di sekolah. Gak hanya itu, dia juga tahu kalau aku mungkin tertarik pada Satsuki-kun.


Aku yakin Uzuki memikirkanku dengan caranya sendiri, tetapi aku enggak menghargainya sama sekali.


“Satsuki-senpai, dia cowok yang baik. Dia terlalu baik untuk Onee-chanku, bukan?"


"... Akhir-akhir ini kamu udah melakukan banyak hal untuk memprovokasiku, kan?" 


“Aku melakukannya untukmu, Onee-chan. Sudah kubilang kalo aku akan mendukungmu."


“Ada apa denganku? Kamu hanya mempermalukanku dengan mengundang teman sekelasku ke rumah tanpa izinku.”


“Kamu sendirian di sekolah, kan, Onee-chan? Kamu juga harus menjaganya yang menjadi temanmu. Satsuki-senpai bilang dia gak punya pacar."


"Da-dan, kamu membicarakan hal-hal itu?"


Saat aku membeku dalam sekejap, Japii yang aku pegang menjadi gelisah dan lari.


"Aku ingin menanyakan sesuatu yang lain padanya, tapi dia pergi karenamu, kan, Japii?"


Dia membelai ekor Japii saat dia berlari menuju Uzuki, dan dia memprovokasiku lagi.


Aku gak tahu mengapa Uzuki begitu intens menyangkut diriku dan Satsuki-kun.


“Kamu harus lebih jujur ​​padanya. Udah jelas bagaimana perasaanmu padanya."


"Apa maksudmu dengan perasaanku padanya?"


"Wajahmu selalu merah saat di depan Satsuki-senpai, lho."


“Bu-bukan seperti itu, gak sama sekali! Kamu itu bodoh atau apa, sih?"


Aku segera menutupi pipiku dengan tanganku.


Itu bohong, tentu saja itu tak benar. Lihat, pipiku sangat dingin sekarang!


"Pikirkan aja Satsuki-senpai. Bukankah itu bagus saat kamu menangkap Japii tadi?"


Uzuki tersenyum, meletakkan tangannya di pipinya seolah dia meniru yang kulakukan.


Aku tahu aku seharusnya gak terprovokasi olehnya, tapi bayangan Satsuki-kun dari sebelumnya muncul di benakku dengan perasaan yang meluap-luap. Saat dia menyerahkan Japii, tangan kami sedikit bersentuhan…


“… Lihat, wajahmu memerah, lho! Onee-chan, tubuhmu sangat jujur!" Aku merasa pipiku menjadi sedikit lebih panas.


"Gak, enggak! Gak seperti itu!"


Eh, betar? Dia biliang kalo wajahku memerah di depan Satsuki-kun selama ini? Itu bohong, kan?


Apakah itu berarti dia tahu seperti apa ekspresiku, Satsuki-kun?


Gak, gak, gak, gakkk!


"Jangan menggodaku! Kamu itu udah SMA, kamu harus lebih dewasa."


Aku berbalik dan melontarkan kalimat singkat, gak bisa menatapnya setelah menerima ungkapan yang mengejutkan dari Uzuki.


Pipiku masih sangat panas.


"Hmph~ aku kecewa denganmu, Onee-chan."


Uzuki, yang bermain-main dan memfokuskan semua perhatiannya pada Japii, setelah menggodaku.


"Cukup! Aku mau ke kamarku."


Aku meninggalkan ruangan agar Uzuki tak bisa melihat wajahku lagi.


"Bahkan Onee-chan bisa menjadi gadis SMA biasa!" 


Aku mendengar suara Uzuki mengatakan sesuatu kepadaku saat aku keluar ke koridor.


Aku kembali ke kamarku dan langsung berdiri di depan cermin, wajahku benar-benar merah.


"Serius? Gak mungkin…”


Aku sudah berusaha senormal mungkin agar Satsuki-kun gak tahu bagaimana perasaanku. 


Sebagai Agen, memiliki poker face adalah bagian mendasar dari pekerjaan. Bukannya aku gak bisa jujur, tapi aku gak bisa jujur pada diriku sendiri.


Itu juga bukan karena aku gak bisa jujur, hanya saja aku sudah terlalu jujur ​​dengan cara yang aku gak tahu itu mungkin, aku hanya bodoh.


Aku terjun ke tempat tidur dan tak bergerak sedikit pun. Aku seharusnya gak malu dia melihat bajuku. Tanpa menyadarinya, aku melakukan sesuatu yang bahkan lebih memalukan.


Wajah seperti apa yang harus aku buat saat pergi ke sekolah besok?


"Haa~..."


Aku menghela nafas secara alami yang membuatku merasa sedikit tertekan.


Aku ingin berbicara dengannya secara normal di kelas dan pulang bersamanya juga, aku gak ingin hanya berfantasi tentang dia sepanjang waktu. 


Seperti Uzuki, aku juga ingin dipanggil Yayoi-chan. Aku juga ingin mendengar Satsuki-kun bermain piano lagi…


Ada begitu banyak hal yang ingin aku lakukan dengannya. Begitu banyak.


Tetapi aku gak bisa.


Karena sebagai putri tertua di keluarga Kinoshita, aku harus menerima peran sebagai Agen.


Aku pikir aku sudah menaruh semuanya ke dalam hatiku dan menguncinya.


Tapi sekarang hatiku begitu terguncang hingga aku tak bisa menahannya.



Pekerjaanku sebagai agen dimulai saat aku berusia lima tahun.


Pekerjaan itu sendiri sangat sederhana. Yang harus aku lakukan hanyalah menempatkan pemancar pada target, dan karena aku masih kecil, aku bisa melakukannya tanpa menimbulkan kecurigaan.


Meski begitu, aku memiliki pemahaman yang samar tentang cara kerja Agen. Aku juga memiliki ide yang sangat mendasar kalo aku sama sekali tak boleh memberitahu teman-teman lain tentang pekerjaan ayahku.


Ibuku menjelaskan kepadaku kalo itu adalah pekerjaan untuk melindungi hal-hal penting, dan aku percaya padanya.


Melindungi hal-hal penting.


Itu cukup ajaib untuk seorang gadis sepertiku.


Saat aku berhasil menyelesaikan tugas pertamaku, ibu dan ayahku sangat senang.


"Bagus sekali! Ayo beli kue favorit Yayoi saat perjalanan pulang."


Ibuku memujiku dan Uzuki bertepuk tangan dengan gembira, meskipun dia tidak tahu apa yang sedang terjadi.


"Keluarga Kinoshita akan aman sekarang."


Melihat ekspresi puas di wajah ayahku sudah cukup membuatku bahagia juga.


Jika aku lebih banyak membantu ayahku dalam pekerjaannya, dia akan lebih memujiku. Ibuku juga akan senang. Itu juga akan membantu adik perempuanku. Jika aku melakukannya, keluarga Kinoshita akan selalu aman.


Itu sebabnya aku berusaha sangat keras. Aku ingin dipuji, demi keluargaku.


Tahun itu, di Tanabata (Festival Bintang). 


Sudah menjadi tradisi keluarga kami untuk menggantung secarik kertas dengan harapan yang tertulis di dalamnya di dahan bambu yang dihias di ruang tamu. Tahun sebelumnya, aku tulis 'Aku ingin boneka beruang.' Aku ingat Uzuki meniruku dan menulis 'Aku ingin beruang'.


Tahun ini, keinginanku adalah…


"Aku ingin menjadi agen seperti ayahku."


Melihat secarik kertas itu, ayahku yang biasanya gak tersenyum pun ikut tersenyum.


"Yayoi sangat baik."


Kata ayahku dan menepuk kepalaku. Aku dengan polosnya menjawab dengan senyuman, dan sekarang aku punya alasan untuk bekerja keras lagi.


Keinginan itu bukanlah kebohongan. Itu bukan karena pertimbangan ayahku, tetapi karena perasaanku yang murni dan jujur saat itu. 


Saat aku dan adikku masuk sekolah dasar, kami tak lagi menghiasi dahan bambu dengan keinginan kami, dan itulah terakhir kali aku membuat keinginan. 


Sedikit demi sedikit, aku berhenti tersenyum seiring berjalannya waktu.


Jika dahan bambu masih ada di Tanabata, apa yang kau inginkan saat ini?


Apakah aku bisa menulis keinginanku yang sebenarnya di selembar kertas seperti yang aku lakukan saat itu?


Gak, aku yakin aku gakkan bisa.


Kata-kata 'Bekerja untuk melindungi apa yang penting bagimu', seperti yang dijelaskan padaku saat itu, tak lagi mengisiku dengan kegembiraan, sekarang membuat lubang di hatiku karna betapa kosongnya rasanya.


Hal-hal penting? Untuk siapa hal penting itu? Untuk siapa kita melindungi 'hal-hal’ itu?


Aku belum bisa menjawab pertanyaan yang sudah lama ada di benakku. 


Saat aku melakukan pekerjaanku, perasaan tak nyaman menumpuk di dalam hatiku. Aku mencari rahasia orang lain dan menemukan kebenaran tentang mereka.


Diam-diam, tanpa ketahuan.


Akibatnya, aku menghancurkan kehidupan seseorang.


Aku gak melindungi sesuatu yang penting. Aku hanya mengambilnya.


Tentu saja, ada pekerjaan untuk membantu orang juga, untuk menggagalkan perbuatan jahat di dunia.


Tetapi aku gak punya hak untuk memilih pekerjaanku. Gak semua yang terjadi di dunia begitu indah. Itu terutama berlaku dalam kasus pekerjaan yang gak jelas, seperti menjadi Agen.


Apakah aku harus berpisah dengan apa yang aku inginkan hanya karena itu pekerjaanku? Apakah aku tersesat karena aku gak bisa hidup normal? Apa gak masalah bagi orang lain untuk gak bahagia sementara orang lain bahagia?


Aku gak ingin pekerjaan di mana aku harus menggali rahasia orang lain.


Aku gak ingin menjadi Agen.


Aku yakin Uzuki sudah tahu. Itu sebabnya dia mengatakan hal-hal seperti itu dari waktu ke waktu. Dia tahu mengapa aku gak berteman, dan dia tahu kalo aku sudah lama menahan diri.


Uzuki adalah seorang gadis yang bisa bertindak jujur ​​dalam pikirannya. Dia tipe gadis yang bisa mengejar apa yang ingin dia lakukan.


Tapi, aku gak bisa seperti Uzuki.


Aku gak bisa jujur ​​pada diriku sendiri.


Aku gak ingin melihat ibu dan ayahku sedih, dan aku gak bisa memaksakan diri seperti Uzuki untuk melakukan apa yang aku mau.


Aku tahu aku harus melakukannya. Selain itu, aku juga khawatir tentang diriku sendiri.


Sebagai murid tahun kedua, aku akhirnya bisa merasakan tutup hatiku yang terkunci bergerak. Berbagai hal yang selama ini aku tahan dan abaikan mulai meluap dari hatiku.


Aku gak suka sendirian sepanjang waktu.


Saat seseorang mengucapkan selamat pagi padaku, aku ingin tersenyum dan membalasnya selamat pagi.


Aku gak ingin menjauh dari hal-hal yang aku sukai.


Aku ingin lebih dekat dengan Satsuki-kun.


Apa yang harus aku lakukan…? 


Uzuki benar. Aku mengetahuinya sendiri, tapi...


Aku selalu bodoh dan pengecut. Aku selalu berpura-pura gak melihat atau mendengar perasaanku yang sebenarnya.


Gak peduli apa yang aku tulis di tanzaku, gak peduli apa yang dikatakan Bima Sakti, keinginanku tak akan pernah terwujud.



Aku ingin menjadi gadis SMA yang normal. 

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset