Ads 728x90

Yayoi-chan Volume 2 Chapter 1

Posted by Chova, Released on

Option


Chapter 1 - Satsuki-kun ingin menyembunyikan sebuah rahasia.


Langit berwarna biru pekat, sedangkan deretan pepohonan berwarna hijau muda.


Angin bulan Mei yang bertiup melalui jendela kelas berisi hembusan musim panas yang hangat.


Apakah musim semi sudah berakhir?


Masa depan cerah menanti kita di sisi lain pintu musim panas yang akan segera dibuka.


"Satsuki-kun, selamat pagi."


Aku sedang melihat ke luar jendela sampai bel sekolah mulai berbunyi ketika seorang gadis feminin menyapaku.


Suara itu masih samar seperti bunga sakura yang masih segar yang memiliki aroma segar musim semi.


"Ya-Yayoi-chan... Selamat pagi."


Aku pun canggung memanggil namanya.


Yayoi Kinoshita.


Dia adalah salah satu gadis tercantik di SMA Otomechi dan mungkin tak ada murid di sekolah yang tak mengenalnya.


Rambut hitam mengkilap dengan mata hitam besar.


Ramping, tinggi, rapi dan cantik.


Cowok sepertiku merasa ngeri, saat aku memanggilnya 'Yayoi-chan', tatapan cemburu dari para cowok di kelasku langsung beralih padaku. Bahkan mata temanku Mayama mengutukku sampai mati.


"Bisakah kamu memberiku waktu sebentar?"


Mengabaikan suasana kelas yang kacau dan mengerikan, Yayoi-chan meletakkan tangannya di belakang pinggangnya dan mendekatiku dengan ekspresi lembut di wajahnya.


Ini tak terpikirkan sampai hanya sebulan yang lalu.


Dia mengeluarkan aura 'Jangan mendekatiku', menutup hatinya karna dia selamanya sendirian, terutama saat berurusan denganku.


Yayoi-chan, yang dulunya adalah orang yang terus terang dan pemalu, kini terbuka dan menunjukkan dirinya yang sebenarnya.  


Sesuatu mulai berubah saat musim semi SMA; tak hanya pada suhu dan warna dunia, tetapi juga di dalamnya.


"Hmm, ada apa?"


Saat aku bertanya padanya lalu aku tertarik oleh senyumannya yang manis itu, Yayoi-chan sedang memegang sebuah buku di depan dadanya.


"Kemarin aku membeli beberapa partitur. Aku rasa aku akan berlatih piano sekarang!"


Dia dengan riang menunjukkan kepadaku partitur dengan tulisan 'La Campanella' yang tertulis di sampulnya.


“La Campanella…?”


Aku melihat partitur dan tanpa sadar menyipitkan mata atau lebih tepatnya meragukan apa yang baru saja kulihat.


“'La Campanella' adalah karya piano Franz Liszt, itu juga merupakan karya yang sangat sulit yang membutuhkan teknik dan keterampilan luar biasa. Arti dari judul karya itu 'Lonceng' dalam Bahasa Prancis, dan bahkan pianis terkenal di dunia, Fujiko Hemming, menyatakannya sebagai karya tersulit di dunia.”


Tentu saja, Yayoi-chan, yang mulai bermain piano kurang dari seminggu yang lalu, bahkan tak bisa memainkan satu not pun, selain itu, memang benar itu bukan partitur yang tak boleh dicoba oleh para pemula.


Dari semua hal, kenapa kau memilih partitur yang begitu sulit...?


"Yayoi-chan, apa kamu membelinya?"


"Ya! Aku membelinya kemarin di toko musik! Lihat, itu ditulis sebagai lagu latihan."


Dia menunjuk ke bagian yang tertulis di sampul depan partitur yang tertulis: ‘Grandes Etudes Paganini'.


'La Campanella' karya Liszt memiliki beberapa karya yang paling terkenal disebut ‘Grandes Etudes Paganini', tetapi makna penerapannya berbeda.


Itu jelas bukan lagu untuk pemula untuk berlatih.


“Untuk beberapa alasan, pagawai toko menghentikanku…”


Yayoi-chan yang pemalu tak mungkin menyadari maksud pegawai itu, jadi meskipun dia bingung, aku tersenyum kecut padanya.


"Lihat, ada begitu banyak tagar. Apa artinya?" 


Dia membuka lembaran musik dan menunjukkannya padaku.


Itu bukan tagar, tapi apakah itu not tajam?


Yang ini punya lima '#', yang berarti itu G sharp minor…


“Apa ada terlalu banyak not? Ya ada terlalu banyak dan menonjol di not balok, Apa yang muncul setelah do-re-mi-fa-sol-la-si?”



Yayoi-chan meletakkan salah satu tangannya di pipinya sambil memiringkan kepalanya dengan wajah bahagia.

[LN] Yayoi-chan wa Himitsu wo Kakusenai Volume 2 Chapter 1

"Apa aku bisa bermain setelah berlatih selama sebulan?"


“Eng-enggak, enggak…”


Aku merasa tak enak mengatakan ke Yayoi-chan, yang matanya berbinar penuh harapan, kalo rintangannya terlalu tinggi.


"Untuk saat ini, bukankah menurutmu lebih baik memulai dengan sesuatu yang sedikit lebih mudah?" 


Tanpa menyangkal kalo itu tindakan yang gegabah, aku menggunakan eufemisme untuk memberitahunya.


"Ya?"


"Gimana?"


Saat aku memperingatkannya agar tak menyakitinya, Yayoi-chan mengerang 'Mmm' sambil melihat partiturnya.


Setiap kali aku berbicara dengan Yayoi-chan, yang terbuka seperti itu, aku menemukan banyak hal baru tentang dia. Tanpa diduga itu terlihat sangat alami …


"Baiklah, lain kali aku akan membawakanmu partitur untuk pemula."


"Sungguh? Aku sangat senang!" Senyum muncul di wajahnya.


Ooh, itu sangat terang!


Aku tanpa sadar memejamkan mata ke matahari di depanku.


Setiap kali aku berpikir kalau senyum itu hanya ditujukan kepadaku, jantungku berdebar kencang. 


Aku sangat senang sampai hampir pingsan.


Nggak, aku harus tetap kuat! Kalo penyebab kematian adalah senyuman, aku tak akan bisa menghadapi ayahnya!


“Te-tentu saja. Untuk saat ini, aku akan membawakan partiturnya untukmu…”


Segera setelah aku sadar, terlalu cepat bagi Yayoi-chan untuk mengulurkan tangannya, untuk menutup partitur.


"... Ah."


Pada saat itu, tanganku yang gemetar bergerak ceroboh.


Tangan kiriku, yang selama ini tersembunyi di sakuku, menyentuh tangan Yayoi-chan sebentar.


“Aku bermain piano, aku seorang Agen, aku seorang gadis SMA; Aku terlalu sibuk melakukan semua hal yang ingin kulakukan."


Yang kudengar adalah suara hati Yayoi-chan, suara yang hanya bisa kudengar.


Setiap kali aku menyentuh seseorang dengan tangan kiriku, aku memiliki kemampuan untuk mendengarkan perasaan mereka. Inilah yang disebut psikis.


Tentu saja tak ada yang tahu kalo aku memiliki kemampuan seperti itu, dan juga, aku tak bisa membiarkan siapa pun mengetahuinya. Ini rahasia hanya untukku.


Karena psikis ini, aku mengetahui kalau Yayoi-chan adalah seorang Agen dan juga menganggapku keren...


 “Yayoi-chan…”


Setelah mendengar perasaannya yang sebenarnya, aku mengeluarkan suaraku.


Dia memiliki rahasia yang tak bisa dia ceritakan kepada siapa pun, jadi dia menyerahkan segalanya dan memutuskan untuk hidup sendiri sepanjang hidupnya, menutup hatinya.


Semua untuk menjadi Agen.


Namun, suara di hati Yayoi-chan yang kudengar barusan, penuh dengan harapan dan tak pesimis seperti sebelumnya.


Lakukan semua yang kau inginkan.


Itulah kesimpulan yang dia dapatkan setelah membuka hatinya.


"Ada apa?"


"Eng-enggak, enggak, enggak ada apa-apa!"


Aku menggelengkan kepalaku untuk membohonginya sementara matanya terbuka lebar karna keheranan.


Mampu mendengar perasaan gembira Yayoi-chan melalui psikis yang tak terduga juga mengguncang perasaanku.


Dia pasti berusaha untuk terus maju.


Seperti Agen, seperti siswi SMA------


"Selamat pagi, semunya duduk."


Sementara aku memikirkannya, bel berbunyi dan guru memasuki kelas.


"Sampai jumpa lagi, Satsuki-kun!"


Yayoi-chan dengan tenang kembali ke tempat duduknya.


Aku malu kalo aku bisa berbicara seperti itu secara normal di kelas, dia memanggilku dengan namaku, dan kami sebenarnya memiliki hobi bermain piano yang sama, tetapi aku sangat senang.


Karena senyum yang dia berikan padaku selalu membuat hatiku penuh warna dan berharga.


"Tidak ada... yang absen."


Kelas pagi dimulai dan Shinoda-sensei, wali kelas kami melihat sekeliling kelas sambil memeriksa buku absensi.


"Kalau begitu, berikan ini ke belakang."


Saat pergantian kursi di bulan Mei, aku harus duduk di depan, jadi aku menerima setumpuk brosur dari guru. 


Melihat brosurnya, aku menyadari kalo ini adalah kompetisi paduan suara.


“Kita harus segera memutuskan tanggal diadakannya lomba paduan suara di semester dua…”


Lomba paduan suara adalah acara yang diadakan di antara semua kelas setahun sekali di hari pertama festival sekolah. Semua murid tahun pertama dan kedua yang dapat berpartisipasi dipersilakan.


Latihan di sela-sela kesibukan persiapan Festival Sekolah memang cukup membebani, tetapi bagi siswa SMA Otomachi yang menyukai suasana meriah, hal ini merupakan kemeriahan setiap tahunnya. Lagipula, karena penentuannya ditentukan oleh suara para murid dari seluruh sekolah, tampaknya mereka nggak bisa nggak bersemangat.


Meski masih bulan Mei, fakta kalo acara itu akan berlangsung di semester dua, itu menunjukkan semangat yang besar untuk berkompetisi.


“Festival Sekolah masih mala, tapi jika ada lagu yang ingin kelas nyanyikan, tolong beritahu aku.”


Aku telah mendengarkan apa yang dibicarakan guru, tetapi saat aku mendengar kalimat 'Festival Budaya', aku bereaksi tic.


Di Festival Sekolah tahun lalu, aku membuat kesalahan besar dengan memainkan piano di depan seluruh sekolah.


Aku sangat trauma karena itu aku sampai tak bisa bermain piano, namun, aku berhasil melewatinya karena dorongan Yayoi-chan dari belakang.


Bukan hanya Yayoi-chan yang berubah, tapi aku juga bisa berubah.


Aku dengan santai melihat ke belakang.


Aku melihat Yayoi-chan yang sedang membaca brosur.


Bahkan jika dia membuat satu gerakan untuk menyelipkan rambutnya secara perlahan ke belakang telinganya, dia memancarkan keanggunan dan glamor yang tak bisa disembunyikan. 


Momen itu selalu membuat jantungku berdetak lebih cepat.


"Itu saja untuk saat ini. Baiklah, kalau begitu aku akan menyerahkannya padamu, Fukase."


"… Apa?"


Tiba-tiba namaku dipanggil dan aku melihat ke depan.


Saat aku menoleh, mataku bertemu dengan tatapn cemberut Shinoda-sensei. 


"Apa kau tidak mendengarku? Karena kau sedang piket hari ini, aku memintamu untuk mengumpulkan daftar lagu untuk lomba paduan suara dan menyerahkannya padaku nanti.”


Setelah aku melihat brosur di tanganku, ternyata ada kolom untuk diisi.


"Oh, iya, tentu saja!"


Tawapun meledak di ruang kelas atas responsku yang kaget dan di antara wata itu, ada tawa kecil Yayoi-chan.


“Lebih diperhatikan, Fukase. Kau sudah malas selama dua tahun ini, bukan?"


"Saya minta maaf…"


Membungkuk ke guru, yang tak semarah kata-katanya, aku menggigit bibirku dengan keras dan membuat ekspresi serius.


Aku benar-benar tersesat saat melihat Yayoi-chan, jadi aku menyentuh dadaku dan kembali ke dunia nyata.


Setelah dua tahun, daripada bermalas-malasan, setiap hari dipenuhi dengan ketegangan.


Setelah bertemu Yayoi-chan, dinding dan trauma yang kami berdua alami sudah diatasi dan kemudian, aku menyadari perasaanku.


Bahkan jika itu adalah suara hati Yayoi-chan yang kuketahui dari psikis, sekarang jantungku tak bisa berhenti berdebar hanya dengan memikirkannya.


Apa yang dulunya ilusi sekarang menjadi kenyataan.


Detak jantung ini bukan lagi kesalahan.


Aku suka Yayoi-chan-------


Saat ini jam makan siang lagi hari ini.


Yayoi-chan bahkan nggak memakan makan siangnya sejak dia meninggalkan kelas begitu bel berbunyi.


Aku tak tahu ke mana dia pergi, tetapi aku hanya tahu kalo dia menyendiri.


Hal lain yang dia lakukan selain bermain piano adalah melakukan pekerjaannya sebagai Agen.


"Halo, idiot yang bahagia."


Setelah Yayoi-chan meninggalkan kelas, Mayama menghampiriku. Dia sudah menjadi temanku selama setahun.


“Apa maksudmu, idiot yang bahagia? Apa ada hal seperti itu?"


"Ya! Hari ini kau bermesraan lagi sejak pagi! Apa yang kau lakukan di sekolah? Lagipula, kamu pemalas, bukan?"


Sambil bersandar di kursinya, dia berbicara tentang apa yang terjadi dengan Yayoi-chan di pagi hari dan apa yang terjadi di kelas.


Saat aku berpikir kalo aku sedang diawasi oleh Mayama, aku tersadar kalo di kelas, dia dan aku sudah menjadi teman dekat.


"Tadi aku hanya menyapanya."


“Kau begitu yakin dengan dirimu sendiri sampai-sampai kau menganggap hal itu normal! Di mana temanku yang dulunya cowok sederhana dengan hati yang murni yang dulunya merasa gugup hanya berbicara dengan cewek?”


Mayama meletakkan jarinya di antara alisnya dan membuat ekspresi masam yang tak bisa menahan rasa malunya.


"Kau melebih-lebihkannya karena aku gak sombong atau malas."


“Jangan berpikir kalo Kinoshita-san hanya bersikap baik padamu! Kemarin aku menjatuhkan saputanganku dan dia mengambilnya!”


Contoh antagonis macam apa itu? Ini hal yang sangat sepele bagi Yayoi-chan!


"Baguslah untukmu."


"Ada apa? Apa kau merasa lebih unggul? Brengsek!"


Jari telunjuk Mayama yang marah mengarah ke arahku seolah dia ingin menusuk hidungku.


Memang benar kalo Mayama juga punya pengalaman diabaikan begitu aja oleh Yayoi-chan, jadi tak heran dia iri denganku. Yah, aku akan berbohong kalo aku ngomong aku tak merasa lebih unggul.


"Yah, kita beruntung berada di kelas yang sama. Lihat itu!"


Mayama menunjuk ke luar kelas dengan mata merah, menarik pandanganku.


Para cowok dari kelas lain berkumpul di lorong sambil nempel di jendela.


Karena aura 'Jangan mendekatiku' Yayoi-chan telah menghilang, ada banyak orang aneh yang mencoba mendekatinya.


Mereka dikenal sebagai 'Pengawal Kinoshita'.                                         


Itu semacam klub penggemar pribadi untuk Yayoi-chan yang selalu muncul di kelas kami saat jam istirahat.


Itu seperti membuka gerbang taman rahasia yang sebelumnya tak tersentuh, jadi mau bagaimana lagi karena Yayoi-chan, yang begitu membuka hatinya, sangat mempesona.


"Di mana Kinoshita-san?"


“Keindahan itu adalah kebanggaan SMA Otomachi kita. Itu masa muda kita.”


“Aku ingin melindungi senyum itu…!”


Melihat para cowok mencarinya dari luar kelas, secara alami aku menghela nafas.


Ini telah menjadi rutinitas sehari-hari selama beberapa hari terakhir di tahun keduaku di kelas 7.


“Cowok yang gak pengertian. Bagi mereka dan orang lain, Kinoshita-san seperti bunga yang terletak di puncak Gunung Takamine. Mereka seperti cacing tanah yang melihat bunga dandelion di Gunung Everest. Pertama-tama, mereka harus menyadari posisi mereka."


Mayama menarik perhatian para pengawal.


"… Kau juga."


“Diam dan lihat dirimu dulu! Kau bukan satu-satunya orang yang cocok bagi Kinoshita-san!"


Mayama memukul lengan atasnya dengan keras dan itu terlalu berbahaya.


Tapi, akulah yang mengungkap Yayoi-chan yang sebenarnya!


Untuk melindungi rahasia kalo dia adalah seorang Agen, dia berusaha menahan diri untuk sendirian.


Aku ingin Yayoi-chan melakukan apa yang ingin dia lakukan, jadi aku memberinya sedikit dorongan.


Aku ingin dia melakukan apa yang dia inginkan.


Dan hasilnya adalah situasi saat ini.


Meski aku tahu perasaan yang dimiliki para pengawal, tetapi itu bukan berarti aku menghindarinya.


Meskipun bukan hal yang buruk aku merasa sedikit bahagia sambil memandang rendah orang lain...


"Satsuki-senpai!"


Saat aku menonton pertarungan Mayama, sebuah suara ceria memanggil namaku.


Begitu aku melihat ke luar kelas, aku melihat seorang gadis mungil dengan rambut coklat dan potongan rambut pendek tanpa ragu menerobos para pengawal dan melambaikan tangannya.


Seolah-olah sebuah derek muncul di antara sampah, seolah-olah ruang kelas tiba-tiba menyala.


"Eh? Uzuki-chan?"


"Aku akan mengganggumu Satsuki-senpai! Ayo makan bersama!" 


Seorang gadis memasuki kelas dengan membawa kotak makan siang kecil.


Uzuki Kinoshita.


Dia adalah adik perempuan Yayoi-chan dan murid baru yang masuk SMA ini tahun ini.


Sosoknya sudah dikenal di kelas kami dan senyumnya yang manis serta keceriaannya membuatnya populer tak seperti Yayoi-chan.


Tentu saja, Uzuki-chan juga seorang Agen.


"Apakah itu adik Kinoshita-san?"


“Ini sesuatu yang berbeda, tapi juga hebat!”


"Aku senang aku masuk SMA Otomachi..."


Segera setelah itu, ekspresi para pengawal mulai berubah gembira.


Satu demi satu, mereka menjadi sangat berisik dan kelasku…


“Satsuki-senpai, kamu makan roti dari toserba lagi untuk makan siang? Kamu dalam pertumbuhan, jadi kamu harus makan sayuran juga!” 


Dia langsung berlari ke mejaku.


Saat dia melihat tas toserba ada di mejaku, dia langsung berubah menjadi orang asing yang usil.


"Nggak masalah…"


"Kuohai yang imut sudah datang, jadi tolong berbahagialah!"


“I-iya…”


Aku hanya bisa dengan canggung membalas Uzuki-chan yang melakukan teknik jarak nolnya khasnya.


Untuk beberapa alasan akhir-akhir ini dia datang ke kelasku seperti ini saat jam makan siang dan terus seperti ini.


Ini adalah momen impian, seorang kuohai mengundangku untuk makan bersama, tetapi akhir-akhir ini menjadi agak rumit, meskipun itu bagus karena Yayoi-chan tak ada di sini sekarang. 


"Halo, Uzuki-chan! Kamu terlihat imut hari ini! Aku sangat bahagia!"


Mayama, yang kemampuan komunikasinya tak ada duanya, mulai berbicara dengan Uzuki-chan.


"Ah, Mayama-senpai, kamu ada di sini juga."


Meskipun Mayama ada di sebelahku, dia membalas tersenyum seolah baru saja menyadarinya.


"Oh, apa aku harus makan denganmu juga!"


"Jangan khawatir! Bentar aku akan meminjam kursi, terima kasih banyak!"


Setelah Uzuki-chan mengusir Mayama lalu duduk di sampingku tanpa ragu.


Di sampingnya, wajah Mayama terlihat gugup karena Uzaki-chan duduk dengan rok pendeknya.


"Ugh... Satsuki...!"


Mayama yang malang, ketika dia mencoba menghadapi situasi yang cukup rumit seperti ini, dia akhirnya ambruk di lantai, sama seperti sekarang. Tampaknya, seakan di sedang berusaha berlutut seperti rusa yang baru lahir.


“Hei, hei, aku akan berbagi makan siang rebusku denganmu yang ada di bentoku, jadi tolong makan sesuatu demi nutrisimu. Makan siang spesial buatan ibu sangat enak.”


Uzuki-chan, yang telah mengusir Mayama dari tempat itu, mulai meletakkan makan siangnya di mejaku tanpa seizinku.


Tentu saja makan siang yang dia tunjukkan padaku sudah dimasak dengan baik dan terlihat enak.


"Terimakasih, tapi aku baik-baik saja, Uzuki-chan kamu harus makan."


Sebagi adik Yayoi-chan, aku tak bisa bersikap kasar, tetapi aku juga tak bisa menggodanya. Kondisi tak begitu baik dan tak terlalu buruk ini sangat sulit dilakukan.


"Ngomong-ngomong, apa yang terjadi setelah itu?"


"... Setelah itu?"


Uzuki-chan tiba-tiba mengubah topik pembicaraan, tak peduli dengan kebingungan, perhatian, dan kesedihanku.


“Dengan Onee-chan! Kalian udah berkencan dua kali, bukan?"


"Eh, Uzuki-chan?"


Saat dia meletakkan makan siang rebus dan salad kentangnya di tutup kotak makan siangnya, hatiku hampir melompat mendengar pernyataan yang tak kumengerti.


Saat aku perlahan menggerakkan mataku dan melihat sekeliling kelas, tatapan teman sekelasku masih terfokus padaku.


"Hei, kau sudah berkencan dua kali?"


Mayama, yang diusir Uzuki-chan, menanyakan itu padaku.


Seolah-olah dia mewakili keraguan semua teman sekelas kami


“Yang kedua, kami hanya pulang bersama…”


"Cuma itu?"


"Cuma itu? Tentunya iya, kan?" 


Uzuki-chan tersenyum.


Mayama, yang memanfaatkan itu, menatap mataku.


"Cuma itu."


Aku berdeham, menyatakan kalo tak ada yang perlu disesali.


"Hah? Bukankah kalian pergi ke Paleo bersama untuk bermain piano jalanan?


“Ke-kenapa kamu mengatakan itu…?”


Uzuki-chan mengatakannya dengan mudah seolah-olah dia sengaja mengingatnya.


Sudah menjadi aturan kalo kau membiarkannya bebas sesaat dan lalu langsung membunuhnya saat dia keluar! Itu adalah dasar-dasar berburu!


"Kalian berdua bermain piano?"


"Jangan marah!"


Mayama juga menyela percakapan sambil menatapku dengan mata merahnya.


"Itu hanya jalan pintas dan itu bukan kencan!"


Memang benar tak seistimewa kencan kedua.


“Tapi hari itu, saat Onee-chan pulang, dia terlihat sangat bahagia, kan? Maka, sesuatu pasti telah terjadi, kan?"


Uzuki-chan meletakkan jari telunjuknya ke bibirnya seolah sedang bercanda.


Bibir merah muda cerah itu membentuk setengah lengkungan.


"Nggak, nggak, nggak ada yang terjadi!"


"Gak terjadi apa-apa? Sudahlah akui saja!"


"Diam!"


Aku meraih kepala Mayama, tetapi tindakan Uzuki-chan tak berhenti.


“Hanya saja sejak hari itu, dia mulai memanggil Satsuki-senpai 'Satsuki-kun', kan? Itu kenapa ya?"


"I-itu..."


Dia tampaknya senang melihatku gugup setiap kali dia memberiku lebih banyak informasi.


Berapa banyak yang diketahui ni gadis? Apa begitu banyak dari seorang Agen?


“Ngomong-ngomong, akhir-akhir ini kamu memanggilnya 'Yayoi-chan' kan…?” 


Mayama menyadari sesuatu yang berlebihan seperti itu.


"Tentang itu…"


Kelenjar keringat di sekujur tubuhku mulai pecah dan aku tenggelam di keringat dinginku sendiri.


“Aku masih harus menghajarmu! Ingatlah rasa sakit dari para 'pengawal'!”


“Sakit macam apa!? Aku bilang kalo gak ada yang terjadi!"


Didorong oleh kemarahan yang pas dan benar, aku menghentikan Mayama, yang udah mengepal tinju di tangan kanannya.


Meskipun kau membodohi dirimu sendiri sebagai pengawal sampai sekarang!


"Kumohon, tenanglah!"


Sementara Mayama dan aku diabaikan, Uzuki-chan sedang makan siang, menurutmu siapa yang menyebabkan semua ini! Jangan menikmati diriku seperit lauk!


Sebuah suara keras terdengar dari luar kelas, lalu aku melihat ke lorong dan para pengawal mulai berbaris di lorong.


"Apa yang terjadi?"


Seperti anggota geng, ketika pemimpin mereka datang seperti yazuka di film-film, para pengawal meletakkan tangan mereka di atas lutut lalu menundukkan kepala.


Saat aku melihat apa yang terjadi, pintu geser ruang kelas terbuka dengan gaya yang sama seperti pintu otomatis.


"Selamat datang kembali, silakan!"


Yayoi-chan yang muncul dengan suara para pengawal.  


"Ah, Onee-chan, selamat datang kembali!"


Melihat kehadirannya, Uzuki-chan mengangkat tangannya.


"Eh, Uzuki?"


Dia mungkin pergi untuk mengawasi wakil kepala sekolah untuk pekerjaannya sebagai Agen dan saat dia kembali dia menyadari keberadaan adiknya.


"Kenapa kamu di sini?"


Meskipun dia bersikap sopan dengan sambutan yang diberikan kepadanya dari para pengawal sebelumnya, dia dengan malu-malu berjalan ke tempat kami berada.


"Ini istirahat makan siang, jadi aku ke sini untuk makan siang dengan Satsuki-senpai" Ucapnya dengan lugu dan alami.


“Kamu tak harus datang ke kelasku sepanjang waktu! Akhir-akhir ini kamu datang setiap hari, kan?"


"Kalo gitu, kamu mau makan dengan adikmu hari ini?"


"Makan... Tentu saja nggak!"


Yayoi-chan hendak ditipu, tapi dia menolak dengan keras. Teman-teman sekelasku terkejut dengan apa yang terjadi karena sepertinya ini adalah pertengkaran antar saudari.


"Sudah!"


Dan setelah serangkaian insiden, entah kenapa mereka menatapku.


Yayoi-chan kembali ke tempat duduknya sambil merapikan rambutnya. Aku perhatikan kalo telinganya agak merah.


"Lagi-lagi sikapmu seperti itu. Kamu masih belum bisa jujur, Onee-chan."


Uzuki-chan mengatakan itu tanpa peduli kakaknya memarahinya, sambil memasukkan sosis ke dalam mulutnya. 


Dia makin berani dengan kakaknya, apa dia bangga dengan keadaan kakaknya di kelas?


“Yayoi-chan pasti malu juga, kan? Kalo kakaknya di sekolah…”


"Lalu? Tapi Satsuki-senpai senang, kan? Ayo makan siang bersamaku."


Uzuki-chan menatapku dengan mata tajam.


Aku tak tahu apakah pertanyaan itu tulus atau dia sedang mengujiku, tetapi saat aku melirik Yayoi-chan, dia tampaknya sedang membaca buku dan mendengarkan kami sepenuhnya di saat bersamaan.


Jika dia tak berhenti sekarang, dia takkan pernah berhenti. Tak mungkin aku bisa menjawabnya!


"Satsuki-senpai nggak jujur, ​​kan?"


Melihatku diam dan tak berbicara, Uzuki-chan menempel di lengan kananku.


"Tunggu, Uzuki-chan!"


Jangan lakukan itu di kelas!


Dia bilang dia akan mendukungku dan Yayoi-chan, tapi bukankah akhir-akhir ini tak ada hal lain yang terjadi di antara kita?


Lihat, Yayoi-chan melihat kita lagi!


"Oh, apa ini?"


Saat aku terjebak di antara saudari Agen, Uzuki-chan mengeluarkan brosur yang tergeletak di meja.


Itu lembaran untuk lomba paduan suara yang dibagikan kepada kami pagi tadi.


"Itu benar, Satsuki, kau seharusnya bermain piano."


"Hah?"


Aku tak mengerti apa yang dimaksud Mayama, yang tiba-tiba menyela pembicaraan, jadi aku mengeluarkan suara konyol.


"Mereka bilang kalo mereka mencari pengiring untuk bermain piano, itu bebas apa kau mengajukan dirimu atau orang lain, kan?"


Uzuki-chan melengkapi apa yang dikatakan Mayama dengan menunjuk ke brosur.


Ternyata, selain kuisioner untuk mengusulkan lagu untuk lomba paduan suara, pianis juga dicari untuk pengiring.


"Satu-satunya orang di kelas kita yang bisa bermain piano cuma Satsuki, kan?"


"Aku payah."


"Jangan merendah. Tahun lalu kau luar biasa."


Semua orang di kelasku tahu talo aku bisa bermain piano, tak terkecuali Mayama. Bahkan, mereka tahu kalo aku membuat kesalahan dalam memainkan piano di pertunjukan Festival Sekolah tahun lalu.


“Apa kau gak melihat kekacauan yang aku buat tahun lalu? Lomba paduan suara bukanlah pertunjukan, jadi kalo aku bermain piano, aku mungkin akan meninggalkan kesan buruk. Jangan memaksa lagi!”


Menandakan kalo percakapan ini baru saja berakhir, aku menepuk bahu Mayama seakan membalas apa yang baru saja dia katakan.


Walaupun traumaku sudah sembuh, aku masih belum berani bermain di depan banyak orang.


Emosi adalah sesuatu yang memengaruhi penampilan saat bermain piano, jadi dengan diriku yang sekarang, aku bisa menyeret seluruh kelas ke jurang.


"Beneran? Aku rasa kau pandai dalam hal itu."


Mayama tak bermaksud jahat, apalagi, aku yakin dia benar-benar serius tentang hal ini.


Hal yang baik tentang Mayama adalah dia cowok yang jujur ​​dan nggak menyembunyikan perasaannya.


“Kau harus berlatih dan bermain mulai sekarang. Aku yakin kau akan berhasil, kan?"


Nggak begitu sopan, nggak begitu masuk akal. Mayama, orang yang haus akan popularitas, merekomendasikan agar aku bermain piano.


Dia tersenyum padaku, mengendurkan mulutnya, dan meletakkan tangannya ke dagunya dengan 'Hoho' seolah dia serius.


"Apa itu nggak mungkin? Bagaimana menurutmu Uzuki-chan? Apa kamu ingin melihatnya bermain piano?"


Mayama berbicara dengan Uzuki-chan yang dari tadi hanya diam tanpa mengetahui keadaannya, karena dia baru masuk SMA tahun ini.


Sikapnya untuk menyenangkan hati kuohai yang imut memang aneh.


"Terserah!"


“Y-ya…”


Bahu Mayama merosot saat dia diabaikan oleh respon langsung yang dilontarkan tanpa ragu-ragu. Aku merasa sedikit kasihan dengannya...


“Ngomong-ngomong, sejak kapan Satsuki-senpai mulai bermain piano? Aku merasa kamu hanya mendengarkan musik klasik, kan? Apa yang Andkamua sukai, Mozart atau Bach? Musik apa lagi yang kamu sukai? Gadis seperti apa tipemu?”


Uzuki-chan mulai bertanya padaku dengan mata berbinar, seolah-olah waktu yang tepat untuk melakukannya telah tiba.


Nggak, nggak, nggak, bukankah pertanyaan terakhir itu aneh? Seperi apa tipeku?


"Nggak ada, ayo makan! Hei, Mayama!"


"Senpai, tolong jawab aku tanpa berbohong, oke?" 


Dia menggeram dan menarik-narik seragamku.


Dia udah menghujaniku dengan pertanyaan seperti itu sepanjang hari. Mengapa dia begitu ingin mengetahuinya?


… Gak, bentar!


Uzuki-chan udah mengikutiku selama beberapa hari terakhir, dan seperti yang diharapkan, aku merasakan kebingungan.


Dia udah mengikutiku kemana-mana, menanyaiku, seolah sedang mencari sesuatu...


Apa mungkin psikis tangan kiriku diketahui?


Kecurigaan ini nggak membuatku tenang, jadi seluruh tubuhku mulai berkeringat.


Memang benar, Uzuki-chan juga sudah beberapa kali melakukan psikis denganku. Itu hanya bersentuhan dengan lengan kiriku. Mungkin dia akan menyadarinya dengan intuisi agennya...


"Aku nggak berbohong. Mengapa kamu begitu ingin tahu tentangku?"


"Eh? Apa ada sesuatu yang gak bolek aku ketahui?"


Meskipun aku nggak berpikir begitu, aku sara ada sesuatu yang lain di balik kata-katanya.


"Aku nggak menyembunyikan apapun, dan itu karna nggak ada yang menarik dariku!"


Karena aku nggak percaya apa yang dia katakan, aku dengan perlahan mengeluarkan tangan kiriku, yang sudah lama berada di saku. Aku mengulurkan telapak tanganku yang berkeringat lalu membuatnya terkena angin.


Aku mencoba menggunakan psikis untuk melihat apa yang dipikirkan Uzuki-chan.


"Untuk saat ini, kembalikan brosur itu padaku."


Aku meraih brosur yang dipegang Uzuki-chan.


Tenang, apa yang kulakukan, bisa dikatakan, adalah pembelaan diri. 


Ini untuk melindungiku dan rahasiaku.


Aku menelan ludahku lalu di berkata.


"Ni."


Saat menerima brosur dari Uzuki-chan, aku berhasil menyentuhnya dengan ujung jariku seseaat.


Aku rela menggunakan psikis, meskipun aku benci melakukannya.


“Apa yang disembunyikan Satsuki-senpai? Aku yakin dia punya beberapa rahasia. Mencurigakan sekali, bukan?"


"Ma-makasih."


Melipat brosur yang baru saja aku ambil, aku mendengar suara Uzuki-chan di kepalaku di saat bersamaan.


Nggak ada keraguan kalo dia mencurigaiku.


"Sama sama!"


Uzuki-chan tersenyum lebar, bahkan tak menyadari kalo aku mendengar suara hatinya.


Dia belum mengetahui tentang psikisku, kan? Tapi, dia curiga aku punya rahasia, kan?


"Ayo Satsuki-senpai, ayo kita lanjutkan pertanyaan tadi!"


Dia mengatakannya dengan gembira tanpa mengetahui kalo aku telah mendengar suara hatinya.


Lalu, dia terus menanyaiku sampai bel berbunyi menandakan istirahat makan siang berakhir.


"Eh, udah berakhir? Aku ingin menanyakan lebih banyak hal."


Di saat yang sama bel berbunyi, Uzuki-chan dengan sedih meninggalkan tempat duduknya sambil merapikan kotak makan siangnya.


*Fiuu* Aku menghela nafas lega dan akhirnya bahuku rileks.


Bagaimanapun, aku harus berhati-hati dengan Uzuki-chan.


Ini akan menjadi bencana jika dia mengetahui kalo aku diam-diam mendengarkan isi hatinya yang sebenarnya melalui psikis.


Lawanku seorang Agen, dan yang terpenting, aku juga menggunakan psikis dengan Yayoi-chan.


Bahkan kalo Yayoi-chan tahu tentang ini...


"I-itu benar."


Meskipun Uzuki-chan hendak meninggalkan kelas, dia berlari ke arahku sambil mencoba menenangkan diriku dengan tangan kiriku di dalam saku.


“Ngomong-ngomong, tentang Onee-chan…”


Dia berbisik di telingaku dengan suara yang membuatnya merasa seolah itulah masalah utamanya.


Aku ingin tahu apakah dia tahu kalo aku sedang memikirkan Yayoi-chan, karna aku tak bisa menahan wajah terkejut.


“Satsuki-senpai, akhir-akhir ini kamu terlihat khawatir dan itu terlihat dari wajahmu, kan? Kamu mengkhawatirkan Onee-chan, kan?" 


Dia mengatakan hal itu padaku menunjuk ke arahku dengan matanya yang indah dan bersinar.


Aku memberinya senyum putus asa dengan semua tenagaku.


"Eng-enggak, aku enggak khawatir sama sekali."


Bukannya aku nggak khawatir, hanya saja aku tak bisa membicarakannya dengan siapa pun.


“Aku rasa aku udah berlebihan. Kalo kamu nggak keberatan, kamu bisa mengajukan pertanyaan apapun padaku, oke? Ini untuk membalas budi yang aku minta waktu itu. Jangan sungkan, oke."


"Bu-bukannya aku malu, hanya saja jawaban seperti itu..."


Aku mencoba menyembunyikannya dengan jawaban yang nggak jelas, tapi kali ini Uzuki-chan melakukannya dengan lebih baik.


“Kalo gitu, aku akan menunggumu di loker sepatu sepulang sekolah! Tolong, jangan kabur!"


Saat dia hendak pergi, dia berbalik dan mengedipkan mata padaku.


"Tunggu bentar Uzuki-chan!"


Dia berjalan keluar dari kelas bahkan tanpa memberiku kesempatan untuk menolak.


Aku nggak bisa berbicara dengannya! Apakah dia enggak mencurigaiku? Apakah ini serangan psikologis atau semacamnya?


Kalo Yayoi-chan mengetahuinya, itu akan rumit, jadi saat aku melihat ke belakang perlahan…


Yayoi-chan menatapku dan tersenyum padaku.


"Ya-yayoi-chan...?" 


Meskipun dia tersenyum padaku, matanya enggak cocok, selain itu, pipinya gemetar.


Bukankah itu lebih menakutkan daripada saat dia menatapku!?


Aku membungkuk dan membuat diriku sekecil mungkin di tempat dudukku.


Setelah itu, selama kelas sore, aku merasa tatapan Yayoi-chan menembus punggungku, apa dia cemburu? Aku senang jika dia cemburu, tapi...


Uzuki-chan curiga, kan? Nggak ada yang perlu dibicarakan mengenai hal itu.


Memang benar kalo aku memasang wajah rumit saat aku khawatir, tetapi aku sendiri tak begitu mengerti apa yang membuatku khawatir.


Apakah sulit untuk jatuh cinta?


Nggak.


Apa kau nggak memiliki keberanian untuk mengaku padanya?


Bukan cuma itu aja.


Lalu apa yang membuatku khawatir?


Meskipun aku bertanya pada diriku sendiri, jawabannya tak akan keluar.


Rasa gelisah samar-samar menyelimutiku.



Aku bertanya-tanya apakah aku nggak menyadarinya, atau aku hanya berpura-pura nggak menyadarinya------Bahkan saat aku meletakkan tangan kiriku di dadaku, aku nggak pernah mendengar perasaanku yang sebenarnya.

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset