Ads 728x90

Yayoi-chan Volume 1 Chapter 10

Posted by Chova, Released on

Option


Chapter 10 - Yayoi-chan yang sebenarnya.


Pulang dari rumah Kinoshita.


Saat aku menaik monorel dari Stasiun Johoku, satu-satunya hal yang bisa aku pikirkan dalam penderitaan adalah Yayoi-chan.


Yayoi-chan sedang menahan diri, dia enggak bisa melakukan hal yang benar-benar ingin dia lakukan. Hal yang sama berlaku untuk kurangnya dia berteman di kelas.


Dia menahan diri karena pekerjaannya sebagai Agen, yang enggak ingin dia lakukan.


Kurasa hal yang sama juga terjadi padaku, gak bisa melakukan hal-hal yang ingin kulakukan...


Saat aku berpegangan pada tali pegangan, aku melihat bayanganku di jendela dan teringat apa yang terjadi enam bulan yang lalu. Hari itu aku juga terlihat seperti ini yang menyedihkan.


Itu adalah hari festival sekolah tahun pertama.



Setiap tahun di festival SMA Otomachi, sudah menjadi kebiasaan bagi para siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pertunjukan klub. Kebebasan ini merupakan keunikan dari Festival Otomachi.


Tahun lalu, alumni siswa akan berpartisipasi di gym sebagai tamu istimewa.


Mayo Shiraishi, seorang penyanyi sopran.


Setelah lulus dari SMA Otomachi, dia melanjutkan ke sekolah musik yang luar biasa dan sekarang menjadi penyanyi profesional, aktif berpartisipasi dalam opera dan berbagai konser. Itu adalah kemenangan pertamanya kembali ke almamaternya, dan itu menjadi pembicaraan semua murid.


Namun, seminggu sebelum festival, semuanya berubah, guru musik yang seharusnya bermain piano mengalami luka di tangan kanannya.


Untuk beberapa alasan, mereka memintaku untuk menggantinya.


Sebenarnya, Mayo-senpai adalah murid di kelas piano ibuku, dan aku juga mengenalnya, meskipun usia kami enggak sedekat itu.


"Satsuki-kun, apa kamu masih bermain piano?"


Mayo-senpai menghubungiku melalui ibuku.


Dia tiga tahun lebih tua dariku, dan keterampilan pianonya luar biasa sejak kami mengambil pelajaran piano bersama di sekolah dasar. Ibuku yang juga seorang guru langsung mengenali bakat Mayo dan bahkan memperkenalkannya ke sekolah piano yang lebih terkenal.


Namun, Mayo-senpai enggak berniat untuk berkonsentrasi pada piano dan telah memutuskan untuk mengembangkan musik vokal di masa depan.


Aku ingat pertama kali aku mendengar Mayo bernyanyi, aku kagum. Aku merasakan auranya memancar dari seluruh tubuhnya.


Lagu yang akan dinyanyikannya di festival itu adalah lagu Donaudy yang enggak sulit dinyanyikan dengan iringan piano.


"Kurasa Satsuki-kun bisa memainkan lagu semacam ini."


Aku memeriksa lembaran musik dan sepertinya aku bisa berlatih dan bermain dalam seminggu.



"Itu bukan masalah besar. Aku pandai bermain piano."


Aku langsung menerima. Tetapi pada saat itu, aku enggak tahu kalo kata-kata itu akan membebaniku nanti.


Aku berkata: “Senang mendengarnya. Kalo begitu, aku mengandalkanmu, bukan?"


Mayo-senpai tersenyum padaku.


Aku percaya diri dengan keterampilan pianoku dan juga ingin menguji kemampuanku.


Teman sekelasku gak tahu aku bermain piano, dan aku memiliki banyangan kecil kalo festival ini akan membuatku sedikit populer.


Mungkin aku juga punya motif tersembunyi ingin menunjukkan kepada Mayo-senpai betapa kerennya aku.


Saat ali berlatih keras hingga pertunjukan festival, aku bisa bermain dengan lancar. Dalam benakku, aku memiliki penampilan yang sempurna, dan aku bisa melihat penonton gym bertepuk tangan.


Tapi hasilnya adalah bencana.


Segera setelah aku berjalan ke atas panggung, mataku menjadi sangat putih. Lebih tepatnya, aku kehilangan semua warna.


Aku belum pernah bermain piano di konser besar. Ibuku adalah seorang guru piano dan aku sudah bermain piano sejak aku masih kecil, jadi aku bangga untuk mengatakan kalo aku cukup mahir. Bahkan, murid-murid di kelas piano ibuku sering melihatku dan berkata, "Seperti yang diharapkan dari anaknya guru," dan aku mepercayai mereka.


Tapi menurutku pergi ke pertunjukkan itu konyol, lalu aku terus bermain solo. Bagiku, itu adalah hal yang paling keren, menjadi seorang pianis solo.


Aku memiliki kepercayaan diri, tetapi bukan pengalaman. Ini adalah pertama kalinya aku bermain di depan penonton yang begitu penuh, dan aku pasti akan gugup.


Sebelum aku menyadarinya, aku sudah duduk di depan piano, dan Mayo-senpai juga ada di atas panggung. Aku bahkan gak mendengar tepuk tangan dari penonton.


"Kamu tak apa?"


Mayo-senpai berbisik padaku, dan aku melakukan yang terbaik untuk balas tersenyum. Aku sangat gugup hingga aku gak bisa berbicara.


Keyboard di depanku tampak sangat jauh hingga aku gak bisa menjangkaunya bahkan jika aku mengulurkan tanganku. Saat aku mati-matian menyentuhnya, rasanya sangat dingin dan segalanya sangat berbeda dari biasanya.


Aku sudah lama bermain piano solo. Aku pikir, kalo hanya aku dan piano, dunia pada dasarnya sudah lengkap. Tapi hari itu, seolah-olah piano menolakku.


Aku menyadari.


Aku gak memainkan piano untuk didengar siapa pun. Aku hanya memainkannya untukku. Aku gak membayangkan kepada siapa aku ingin mengirimkan suara ini.


Tiba-tiba, perasaan kesepian menyerangku.


Piano di depanku, Mayo-senpai, dan penonton semuanya menjauh dariku.


Aku enggak bisa menempatkan hatiku ke dalam pertunjukan yang sudah dimulai sebelum aku menyadarinya. Kepala dan jari-jariku benar-benar tak selaras. Rasanya seperti menonton video penampilan orang lain di YouTube.


"Ah!"


Aku melakukan kesalahan menekan dan memainkan nada yang salah. Ini menyebabkan lembaran musik terbang keluar dan aku berhenti bermain.


Penonton bergumam, tetapi aku enggak mendengar apa-apa. Tak ada ruang untuk itu di kepalaku.


Hanya ada sepuluh jariku yang gak bergerak dan delapan puluh delapan tuts yang tak selaras dan gak bergerak di depanku.


Aku gak ingat banyak setelah itu. Aku mendapati diriku duduk di kursi besi di luar panggung, sambil memegangi sebotol air plastik.


Setelah gagal, Mayo-senpai yang merasa ada yang gak beres, ternyata menyanyikan lagu itu secara acappella.


Dia berkata, “Terima kasih, Satsuki-kun. Kerja bagus".


Setelah pertunjukan selesai, Mayo melanjutkannya, tetapi itu gak membuatku merasa lebih baik.


Aku sangat percaya diri dengan keterampilan pianoku, tetapi aku telah mengacaukan semuanya.


Aku gak malu pada Mayo-senpai, dan aku bahkan gak bisa meminta maaf padanya.


Aku terlalu tertekan untuk meminta maaf. Tapi memang benar aku telah membuatnya bermasalah, dan aku ingin mengetahui perasaannya yang sebenarnya, jadi aku menggunakan psikis.


'Hahh… Aku juga sangat senang bisa kembali ke almamaterku dengan penuh kemenangan.'


Apa yang aku dengar saat itu adalah desahan dan kekecewaan Mayo-senpai.


Ini bukan kesalahan Mayo-senpai. Kenyataannya adalah konser itu dihancurkan oleh penggemar sepertiku, wajar saja jika merasa seperti itu. Dia memercayaiku dan memilihku, tetapi aku enggak membalasnya dengan benar.


Bukan hanya Mayo-senpai. Aku juga menggunakan psikis dengan guru dan teman sekelasku.


Guru berkata, "Kerja bagus," tetapi yang benar-benar aku dengar dari hatinya adalah, 'Itu masih terlalu berat bagi Fukase.'


Teman sekelasku memujiku dengan mengatakan, “Aku gak tahu kau bisa bermain piano. Itu luar biasa”, tetapi kenyataannya: 'Kau benar-benar gagal’.


Hari itu, yang bisa kulakukan hanyalah lari dari gym.


Setelah hari itu, aku berhenti bermain piano.


Aku sama sekali gak memainkannya di rumah, dan bahkan Sanae berpikir aku bertingkah sangat aneh akhir-akhir ini.


Bukannya aku enggak suka piano, dan bahkan sekarang, selama pelajaran, aku masih bisa menggerakkan jari secara spontan.


Namun, aku gak berani menyentuhnya. Secara naluriah, aku menghindari piano.


Penyesalan yang masih ada di hatiku ini telah lama tinggal bersamaku.


"... Hah."


Begitu aku tiba stasiun terdekat dan turun dari kereta, desahan yang aku tahan keluar dariku.


Bahkan sekarang, aku ingat dengan jelas kesalahan itu.


Sama seperti saat Yayoi-chan pegang CD Donaudi di Power Records.


Itu semua kegagalan yang disebabkan oleh kesombongan dan kecerobohanku. Jika aku berlatih sedikit lagi, itu gak akan terjadi. Jika hanya aku yang merasa malu, itu tak akan masalah, tetapi fakta kalo aku menyebabkan masalah bagi Mayo-senpai sangat membebaniku.


Aku tahu kalo memata-matai perasaan orang melalui psikis gak akan ada gunanya bagiku.


Aku hanya ingin meminta maaf. Aku ingin percaya kalo itu bukan kesalahanku.


Tapi setelah mendengar perasaan dan desahan Mayo-senpai yang sebenarnya, aku lari begitu saja. Bahkan sekarang, aku terus melarikan diri dari segalanya.


Aku bahkan tak lagi memainkan piano yang sangat aku sukai.


Aku ingin tahu apakah Yayoi-chan juga selalu merasa seperti ini.


Saat perjalanan pulang dari stasiun.


Aku ingin melakukan sesuatu untuk Yayoi-chan, yang menganggapku keren.


Aku tahu kalo hidup enggak menyenangkan ketika kau gak bisa melakukan hal-hal yang kau inginkan lagi.


Keesokan paginya, aku menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki ruang kelas.


Di dalam kelas, semuanya seperti biasa. Sekelompok orang melakukan percakapan dalam kelompok. Sekelompok orang dengan panik mengerjakan tugas untuk hari ini. Gadis yang bertanggung jawab atas piket hari ini membawa vas bunga dengan tempat air baru. Beberapa dari mereka sedang menulis di papan tulis.


Dan Yayoi-chan sedang duduk di dekat jendela sambil membaca buku seperti biasa.


Itu semua adalah pemandangan yang sangat akrab di kelas 7 tahun kedua ini.


Enggak ada yang berbicara dengan Yayoi-chan lagi. Aura 'jangan mendekatiku' begitu mudah dingat oleh teman-teman sekelasnya bahkan Mayama pun takut padanya sekarang.


Aku juga menghindari berbicara dengan Yayoi-chan di kelas. Aku merasa aku seharusnya gak melakukannya demi Agen Yayoi-chan.


Tapi ternyata enggak seperti itu. Kemarin, setelah mendengar cerita Uzuki, pendapatku tentang dia benar-benar berubah.


Yayoi-chan gak terlalu ingin sendirian. Dia hanya menahan hal-hal yang ingin dia lakukan.


"… Baiklah."


Aku memandanginya dari belakang, aku dipenuhi dengan dorongan dan berjalan ke dalam kelas.


Lalu aku berjalan lurus menuju tempat duduk Yayoi-chan.


"Selamat pagi, Kinoshita-san."


Aku menyapa Yayoi-chan saat mendekati mejanya.


"Oh, selamat pagi?"


Yayoi-chan secara refleks membalas sapaan itu, tapi langsung tersipu dan melihat kembali bukunya. Dia tampak terkejut kalo dia bereaksi terhadap kata-kataku.


Teman sekelas kami juga tampak terkejut karena Yayoi-chan membalas sapaanku.


Kelas hening dan benar-benar sunyi. Aku kembali ke mejaku seolah-olah gak terjadi apa-apa.


"Ada apa, Satsuki?"


Mayama, yang datang lebih awal dari biasanya langsung datang ke tempatku.


"Oh, Mayama. Selamat pagi."


Aku menaruh tasku di atas mejaku dan mengeluarkan buku pelajaranku sambil membalas Mayama yang terlihat seperti merpati yang terkena peluru karet.


"Bukan selamat pagi. Kenapa kau tiba-tiba menyapa Kinoshita-san?"


Mayama diam-diam menunjuk Yayoi-chan yang berada di sebelah jendela.


"Gak ada apa-apa. Kau melebih-lebihkannya hanya karena aku baru aja menyapanya. Kita teman sekelas, kan?"


"Gak, yah, kurasa begitu."


Mayama sepertinya masih ingin menjawabku, tapi dia menggaruk kepalanya dan kembali ke tempat duduknya. Sangat menarik kalo posisi kami tampaknya telah terbalik sejak terakhir kali kami berbicara.


Aku ingin melakukan sesuatu untuk Yayoi-chan, yang menahan diri untuk melakukan apa yang diinginkannya.


Aku gak percaya seratus persen apa yang dikatakan Uzuki-chan padaku, dan aku juga gak tahu apa jawaban yang benar untuk situasinya.


Mengenai dia, Yayoi-chan mungkin memiliki situasi keluarganya sendiri yang perlu dikhawatirkan, dan aku gak bisa begitu aja menyuruhnya berhenti dari pekerjaannya. Aku bahkan gak tahu apa yang Yayoi-chan ingin lakukan sekarang.


Jadi, untuk saat ini, aku gak akan membiarkan Yayoi-chan sendirian.


Aku ingin dia bisa menikmati waktunya di sekolah tanpa merasa terbebani dengan segala sesuatu.


Ini mungkin hanya usaha kecil, tapi aku mulai bekerja untuk menciptakan lingkungan di mana aku bisa bergaul dengan Yayoi-chan dan gak perlu memaksanya.


Aku sangat senang dengan rencana ini… tapi itu gak akan semudah itu.


Lagipula, aku menghadapi Yayoi-chan yang tangguh. Aura 'jangan mendekatiku' bukanlah lelucon.


Gak mungkin sapaanku akan segera memperpendek jarak antara Yayoi-chan dan aku, dan nyatanya, Yayoi-chan semakin curiga padaku. Sekarang auranya bahkan lebih kuat, dan jika aku mendekatinya dengan sembarangan, aku yakin dia akan menghabisiku.


Dan kemudian waktu makan siang tiba.


Gak mau menyerah saat ini, aku menuju kursi Yayoi-chan untuk makan siang bersama.


"Kino-......"


Slam! 


Haruskah aku memanggilnya dulu atau menunggu Yayoi-chan berdiri dari tempat duduknya?


Yayoi-chan meninggalkan kelas dengan kotak makan siangnya. Seolah dia lari dariku.


Aku menatap punggungnya dan perlahan kembali ke tempat dudukku.


Aku penasaran kalo peristiwa kemarin saat aku pergi ke rumahnya masih ada dalam ingatannya.


Aku berpikir untuk mencoba menutup jarak di antara kami sedikit demi sedikit di kelas, tapi apakah aku terlalu terburu-buru?


"Satsuki, ayo makan siang."


Mayama datang ke mejaku dengan kursinya, membawa sepotong roti yang dia beli dari toko.


"Kau mencoba mengajak Kinoshita-san, tapi dia kabur, kan?"


Sepertinya, Mayama udah melihatku. Bagian di mana dia benar-benar mengabaikanku dan menolakku, bukannya aku mengajaknya kencan.


"Itu benar…"


"Kenapa kau gak menyangkalnya? Apa kau makan sesuatu yang aneh?"


Mayama terkejut ketika aku dengan mudah mengakuinya.


“Kinoshita-san, dia sudah lama sendirian. Sudah lebih dari dua minggu sejak kita mulai sekolah, dan gak ada yang berbicara dengannya."


“Dia gak ingin berbicara dengan kita, jadi mau gimana lagi, kan? Aura 'jangan dekat-dekat' itu berarti gak ada seorang pun yang bisa berbicara dengannya.”


Bahkan Mayama yang sudah menjadi pusat di kelas pun enggan berbicara dengannya. Awalnya dia bersemangat untuk berbicara dengannya, tetapi kemudian dia mengabaikannya berulang kali, yang sangat sulit baginya.


"Aku yakin sikap Kinoshita-san itu satu hal, kurasa Kinoshita-san juga merasa sangat kesepian."


Aku tahu keadaan Yayoi-chan sebagai Agen, jadi perasaannya terhadap teman-temannya sedikit berbeda.


Tapi aku juga punya masalah dengan kemampuan komunikasi Yayoi-chan.


Lalu Mayama tersenyum dan tertawa sambil membuka bungkus rotinya.


“Apaan senyum itu…?” 


"Enggak, aku hanya berpikir ini gak biasa."


"Apa maksudmu?"


"Kalo Satsuki mengkhawatirkan seseorang seperti itu."


Mayama menjelaskan, dan aku mengerutkan kening.


"Sepertinya kau selalu gak peduli dengan siapa pun."


Aku gak pernah menjadi orang yang secara aktif memasuki pikiran orang lain karena kemampuan psikisku.


“Aku gak khawatir, aku hanya berharap kita semua bisa bergaul lebih baik. Karena aku yakin kau gak ingin berada di kelas yang sama, mengabaikan seseorang dan juga diabaikan."


"Di hari pertama sekolah, saat aku mencoba berbicara dengannya, dia menyuruhku untuk meninggalkannya sendirian."


Ada alasan lain untuk itu, tapi itu sudah lama sekali.


"Aku gak tahu apakah itu mengganggumu kalo seseorang berbicara denganmu."


Berbicara di kelas bisa mengganggu pekerjaannya sebagai Agen.


Aku mulai bertanya-tanya apakah yang aku coba lakukan benar-benar demi Yayoi-chan.


Jangan berkecil hati. Jika kau gagal, kau bisa memulai dari awal. Hanya kau yang bisa memulai kembali kegagalanmu.


Sementara aku yang sedang makan telur goreng dari kotak makan siangku, meskipun aku gak nafsu makan, Mayama membuka bungkus roti ketiganya dan berkata.


"Gak ada yang tahu bagaimana perasaan Kinoshita-san yang sebenarnya, jadi kau harus melakukannya berulang kali sampai kau mengerti."


“Kinoshita-san dan bagaimana perasaannya…”


Aku merasakan jantungku melompat keluar dari dadaku mendengar kata-kata Mayama.


Aku telah mendengar perasaan Yayoi-chan dengan psikis, dan bahkan bertanya pada Uzuki-chan tentang situasinya.


Aku baru mengetahui rahasia Yayoi-chan.


Itu sebelum ada komunikasi apa pun di antara kami. Aku hanya diam-diam mengintip ke dalam kehidupan orang lain.


Itu sama halnya dengan Mayo-senpai. Aku mengelabuinya, menggunakan psikisku. Alhasil, aku lari darinya saat aku mengetahui kebenarannya. Jika saja aku berbicara dengan Mayo-senpai dengan benar saat itu, aku bisa terus bermain piano sampai hari ini.


Selama ini, aku hanya berusaha mencari hasil dengan caraku sendiri, tanpa berbicara dengan siapa pun dengan semestinya. Dan aku telah sampai pada kesimpulan kegagalanku sendiri.


Aku gak pernah bisa menghadapi Yayoi-chan dengan benar.


"… Ya, kau benar."


Aku meletakkan sumpitku dan berdiri mendengar komentar santai Mayama.


"Hei, ada apa, Satsuki?" 


"Yah, apa aku memahaminya atau enggak?" 


Aku mengepalkan tangan kiriku.


"Hei, kalo kau gak mau makan ini, aku akan memakannya sebagai gantinya."


Aku mengacungkan jempolku pada Mayama yang lapar dan mengejar Yayoi-chan.


Aku akan menatap mukanya dan berbicara dengannya dengan benar.


Enggak begitu sulit menemukan Yayoi-chan yang berlari keluar kelas. Yang harus kulakukan hanyalah mencarinya di tempat di mana gak ada orang lain.


"Kinoshita-san!"


Aku menemukan Yayoi-chan di bangku kecil di ujung piloti. Seperti yang diharapkan, gak ada orang di sekitar dan dia duduk sendirian. Dia sudah selesai makan siang dan sedang menghabiskan makanan penutupnya, Eclair.


Yayoi-chan menyadari kehadiranku, berhenti memakan makanan penutupnya, dan mencoba pergi dengan cepat.


“Kinoshita-san, tunggu sebentar! Aku hanya ingin bicara denganmu."


Aku buru-buru mendekati Yayoi-chan.


"Aku gak punya apa-apa untuk dibicarakan denganmu."


Yayoi-chan berdiri membelakangiku, dengan suara yang sangat dingin.


"Kamu gak perlu lari."


"Aku gak akan lari."


"Kalo gitu ayo kita bicarakan."


"Apa yang Uzuki katakan padamu?"


"… Gak ada?"


Itu baru terjadi kemarin, jadi bisa dimengerti kalau Yayoi-chan curiga.


Akhirnya, Yayoi-chan berbalik. Matanya, yang biasanya menatapku, kini terbang di udara.


"Aku penasaran kenapa kamu selalu sendirian."


"Itu bukan urusanmu, kan?"


Dia memegangi pipinya dengan kedua tangan dan berbalik lagi.


Hari ini, alih-alih memelototiku, dia bahkan gak mau menatapku.


"Apa itu mengganggumu kalo aku berbicara denganmu?"


"Bukan itu, tapi..."


"Lalu apa? Lagipula kita teman sekelas.”


Yayoi-chan memunggungiku dan gak menjawab apapun.


"Kenapa kamu gak berbicara dengan semua orang sebentar aja?" 


“… Aku gak tahu apa-apa tentangmu, Fukase-kun.”


Jawabannya, yang bukan jawaban, diliputi kesedihan.


Kamu gak benar-benar ingin menjadi Agen, kan?


Kamu juga tidak gak sendirian di kelas, kan?


Betapa lebih mudahnya mendengar itu darinya.


Kurasa Yayoi-chan juga merasakan hal yang sama. Dia menderita karena dia gak bisa mengungkapkan rahasianya. Dia terikat oleh rahasia menjadi Agen dan gak bisa jujur.


"Hei, apa kamu ingat? Disini."


Aku menatap punggung Yayoi-chan dan mencoba mengganti topik pembicaraan.


Dia gak menjawabku, tetapi aku terus berbicara, berpikir kalo dia mendengarkanku.


“Kita bertemu di sini, kan? Kita berdua."


Itu saat sore hari festival tahun lalu ketika kami bertemu.


Kelas Yayoi-chan punya kios kafetaria di sini.


Yayoi-chan yang menjaga kios saat itu.


"Kita gak berbicara, atau lebih tepatnya, kita juga gak melakukan percakapan, jadi Kinoshita-san mungkin gak ingat."


Aku sangat gugup bertemu Yayoi-chan untuk pertama kalinya sampai-sampai aku menjatuhkan isi dompetku.


Bangku kayu yang sebelumnya diduduki Yayoi-chan dulunya tempat kafe itu berada.


“Aku ingat… Fukase-kun, menjatuhkan beberapa koin.”


"Ya, itu benar... aku idiot, kan?"


Bahu Yayoi-chan juga sedikit bergerak, yang membuatku merasa lega.


Yayoi-chan juga melihat bangku itu dengan penuh kerinduan. Bangku tempat mata kami bertemu adalah tempat semuanya dimulai.


Aku menyentuh tangan Yayoi-chan untuk mengambil beberapa koin, dan secara gak sengaja melakukan psikis.


Itulah awal dari semuanya.


"Kamu juga kesepian saat itu, bukan?"


"......"


Saat aku kembali ke topik itu, Yayoi-chan gak merespons.


Aku gak akan mendapatkan apa-apa pada saat ini, jadi aku mendekatinya.


Yayoi-chan mencoba kabur, tapi aku menghalangi jalannya.


“Kinoshita-san, apa kamu yakin ingin tetap seperti ini? Apa kamu benar-benar ingin sendirian selamanya? Apa gak ada yang ingin kamu lakukan?"


Yayoi-chan menundukkan kepalanya, dia bahkan gak menatapku, dia hanya menghindari tatapanku sepanjang waktu.


Aku gak ingin melihat Yayoi-chan bersedih, dan aku merasa sedih memikirkan kalo akulah penyebabnya.


“Aku gak tahu apa-apa tentang Kinoshita-san. Aku gak tahu apa-apa tentangmu, jadi aku ingin kamu memberitahuku lebih banyak tentang dirimu."


Kataku pelan.


Pada saat itu, embusan angin bertiup melalui pilotis.


Kalo Yayoi-chan yang asli ada di sisi lain dari angin ini, tunggu aku.


Aku akan pergi mencarimu.


"...... Aku hanya ingin bertemu dengan Kinoshita-san yang sebenarnya."


Sebelum aku menyadarinya, wajah Yayoi-chan memerah. Bibirnya yang tertutup bergetar sedikit.


"Aku gak punya hal lain untuk dilakukan. Aku pergi sekarang."


Yayoi-chan meletakkan tangannya di pipinya dan berlari, membuat beberapa suara yang gak biasa saat dia pergi.


“Yayoi-chan…”


Ketika aku gak bisa lagi melihatnya, aku menggumamkan namanya.


Aku belum bisa menyerah.


Bukan untukku, tapi untuk orang lain. Untuk pertama kalinya, aku mencari sesuatu yang bisa aku lakukan untuk orang lain.


Kelas sore telah usai sementara aku masih memikirkannya, dan sudah waktunya untuk pulang.


Kelas berisik, mungkin karena besok akhir pekan.


Biasanya aku gak punya rencana untuk akhir pekan, aku berakhir di rumah membaca buku dan melakukan beberapa hal di Internet.


Tapi hari ini berbeda.


Dengan tekad di hatiku, aku menuju Yayoi-chan yang bersiap untuk pergi.


Aku akan bergerak sebelum Yayoi-chan menyadari kehadiranku dan pergi.


"Kinoshita, apa kamu mau pergi denganku besok?"


"Hahhhhh!"



Yayoi-chan mengeluarkan suara aneh dan melompat beberapa inci dari kursinya.


[LN] Yayoi-chan wa Himitsu wo Kakusenai Volume 1 Chapter 10

Suara yang terdengar seperti teriakan teman sekelas datang dari suatu tempat, dan Mayama terjatuh dari kursinya.


Aku baru saja mengajak Yayoi-chan kencan di depan seluruh kelas dan dengan benari.


"Serius, ada apa dengan Fukase hari ini?"


"Apa dia demam? Apa dia baru saja ngajak Kinoshita-san berkencan?”


“Apa dia mencoba mati? Apa dia bunuh diri?”


Gak akan!


Teman sekelasku menggosipkan aku, khawatir tentang sesuatu yang gak perlu mereka khawatirkan.


"Apa yang kamu bicarakan, Fukase-kun?"


Dengan putus asa mencoba untuk mendapatkan kembali ketenangannya yang biasa, Yayoi-chan meremas suaranya sambil berulang kali menyentuh rambutnya. Memang, dia gak bisa mengabaikan fakta kalo aku terang-terangan mengajaknya kencan.


“Aku mau mengajamu keluar besok. Apa gak bisa?"


"Eng-enggak, aku bisa..."


Yayoi-chan, seperti yang diduga, gak menolakku atau pergi. 


"Kalau begitu aku akan menemuimu di stasiun Hondori besok jam sebelas!" 


Aku dengan paksa berjanji kalo aku akan bertemu dengannya.


"Enggak, enggak, kamu gak bisa memutuskan itu... sendiri."


"Gak bisa?"


Aku melihat langsung ke Yayoi-chan, yang matanya berenang kesana-kemari, dan pipinya langsung memerah.


Bulu matanya yang panjang berkedip-kedip, lalu dia mengangguk kecil.


"Sampai jumpa besok!"


Aku berjanji, dan berjalan keluar kelas.


"Fukase-kun?"


Jantungku berdebar kencang mendengar suara Yayoi-chan yang gak sabar dan jeritan teman-teman sekelasku menghilang saat aku keluar dari kelas.


Aku gak bisa membuatnya berhenti menjadi Agen.


Tapi aku bisa menciptakan lingkungan di kelas di mana dia bisa bergaul dengan semua orang secara normal.


Aku gak bisa lari darinya karena sesuatu yang gak bisa kulihat, seperti aura 'jangan mendekatiku'.


Aku akan mengambil inisiatif dan menerobos penghalang Yayoi-chan.


Inilah yang bisa kulakukan.


Aku berpikir aku gak bisa melihat bulan di siang hari, tapi itu hanya karena cahaya bersinar di sekitarnya, membuatnya gak terlihat dengan sendirinya. Aku melihatnya dari jauh dan menganggap itu bulan sabit atau bulan setengah, padahal bulan selalu bulat dan bentuknya gak pernah benar-benar berubah.


Yayoi-chan juga sama. Dia mungkin gak jujur, dia mungkin seorang Agen, tapi Yayoi-chan yang asli selalu ada di dalam dirinya. Dia gadis SMA biasa.


Lalu aku akan menghadapinya secara langsung. Gak ada lagi mengejarnya dari belakangnya.



Untuk menemukan Yayoi-chan yang sebenarnya. 

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset