Ads 728x90

Yayoi-chan Volume 2 Chapter 3

Posted by Chova, Released on

Option


Chapter 3 – Mintalah saran cinta dari adikmu.


"Itu disana? Rumahmu bagus!"


Sambil melihat ke arah rumahku, Uzuki-chan mengucapkan pujian yang terlalu mudah dimengerti.


Dibandingkan dengan rumah Keluarga Kinoshita yang aku kunjungi tempo hari, yang bisa dikatakan seperti kura-kura bercangkang lunak, rumah kami seperti gamera.


Rumah elegan Kinoshita berdinding putih, jendela elegan nan modis, halaman rumput hijau subur dengan taman yang terawat dengan baik, dan pintu depan kayu yang kokoh … Itu seperti rumah besar di Eropa.


Di sisi lain, rumahku hanyalah sebuah rumah keluarga sederhana yang dibangun empat puluh tahun yang lalu, murah dan tak bergaya. Tirai jendela berlubang dan bahkan taman yang terlalu kecil ditumbuhi rumput liar yang tak terlihat.


"Itu hanya sebuah rumah tua, jadi jangan terlalu sering melihatnya."


"Bukan begitu! Rasanya seperti rumah nenek di desa!” 


Itu penghinaan tak langsung, kan?


“Aku tahu aku selalu bisa meminta saran darimu, tapi bukankah lebih baik jika kamu lebih menikmati waktu luangmu setelah sekolah? Uzuki-chan, apa kamu nggak punya rencana?"


Apakah dia suka bekerja sebagai Agen? Bukankah seharusnya dia mengawasi wakil kepala sekolah hari ini?


“Sayangnya aku nggak punya rencana. Aku walikota kota yang punya waktu luang, jadi hari ini aku bisa fokus pada masalah Satsuki-senpai. Ayo, ayo kita masuk!"


Dia tertawa bahagia sambil menarik lenganku.


"Ah!"


Dia meraih lenganku dan aku kehilangan keseimbangan; tangan kiriku menyentuh lengan Uzuki-chan lagi.


Aku ingin tahu apakah aku bisa melakukannya, dan pada saat itu, aku mendengar suara hati Uzuki-chan.


"Giliran Onee-chan untuk mengawasi wakil kepala sekolah minggu ini. Hari ini aku akan melakukan yang terbaik untuk menginterogasi Satsuki-senpai!"


Serius tunggu, bagaimana dia mau menginterogasiku? Dan dia akan melakukan yang terbaik?


Sunggu tak terduga mendengarnya melalui psikis, tujuan utama Uzuki-chan. Pertama-tama, aku tidak ingin membicarakan masalahku, tetapi interogasinya itu terlalu menakutkan!


Rasa dingin mengalir di punggungku yang membuatku ingin melarikan diri sekarang.


"Jangan lari, Satsuki-senpai! Momen spesial sepulang sekolah baru saja dimulai!” 


Uzuki-chan, yang sepertinya mengerti maksudku, menempel erat di lenganku.


"Hei, tunggu!"


Tunggu sebentar, apa dia mendorong dadanya ke arahku? Mereka sangat besar dan kenyal untuk tinggi badannya… Apa yang aku pikirkan! Aku ingin memukul seseorang!


Sepulang sekolah, di depan rumahku, interogasi, payudara seorang kuohai------


Apa yang terjadi saat makan siang hari ini adalah awal dari serangkaian situasi tak terpikirkan yang saling tumpang tindih.


Uzuki-chan berkata bahwa dia akan memberiku beberapa saran dan secara paksa mengikutiku ke rumahku.


"Nggak, nggak! Ini nggak benar, Uzuki-chan!"


Aku melepaskan Uzuki-chan dan meletakkan tanganku ke belakang untuk memblokir pintu depan rumahku. Sedikit alasan terbangun dalam diriku.


Dan karena Uzuki-chan adalah seorang Agen, dia sangat curiga padaku dan bahkan mencoba menginterogasiku.


Pertama-tama, berapa banyak masalah yang aku buat untuk membawa seorang gadis ke rumahku...?


Selain itu, dia adalah adik Yayoi-chan, kan?


Dosa ini terlalu besar, meski itu diimprovisasi.


"Siapa yang ada di rumahmu sekarang?"


“Enggk, enggak ada siapa-siapa, tapi…”


Untungnya, hari ini, Sanae seharusnya ada Kelas Intentif  dan orang tua kami masih bekerja, jadi tidak ada seorangpun di rumahku.


Jika keluargaku melihatku membawa seorang gadis ke rumah, itu seperti melakukan seppuku.


Inilah yang dimaksud dengan mendekati kematian...


"Maka ini adalah kesempatanmu!"


Uzuki-chan sengaja membuat pose bangga.


"Kesempatan apa? Jangan berani-berani memasuki rumah orang asing!”


“Bukannya Satsuki-senpai udah datang ke rumahku, kan? Kamu bukan lagi orang asing, jadi mari kita ambil langkah selanjutnya!"


Dia berbicara dengan ringan dan mengatakan hal-hal yang cukup berat.


Ini akan disalahpahami jika ada yang mendengarnya!


"Itu karena keadaan tertentu..." Itu saja. 


Itu hanya karena Yayoi-chan berhenti datang ke Sekolah, jadi aku pergi untuk menanyakan situasinya.


“Ada juga keadaan penting saat ini. Itu karena kamu mengkhawatirkan Onee-chan, kan?"


"Jangan khawatir! Lihat, aku udah optimis!"


"Aku nggak akan melakukannya. Kamu selalu membuat wajah yang rumit akhir-akhir ini, bukan? Aku tahu semuanya, okey?"


Uzuki-chan mengerutkan alisnya dan membuat wajah rumit, seolah-olah dia mencoba meniru wajahku.


Apakah aku biasanya terlihat seperti itu?


“Aku akan merahasiakannya dari Onee-chan kalau aku datang ke sini hari ini. Yah, hal semacam itu, permisi!”


"Hei, Uzuki-chan!"


Meluncur melewatiku seperti anak kucing, Uzuki-chan berjalan melewati pintu.


Ah, terserahlah! Jika ini akan terjadi, aku akan menuangkan teh untuknya dan menyuruhnya segera pulang.


Tentu saja, aku bahkan tidak bisa berbicara tentang Yayoi-chan.


Sambil berpikir dengan sangat optimis, tiba-tiba aku terpojok oleh takdir.


“Onii-chan kamu udah pulang…”


Pintu rumah terbuka dari dalam dengan bunyi keras.


"Eh, Sanae?"


Inilah artinya tidak beruntung.


Orang yang menunjukkan wajahnya dari balik pintu adalah Sanae.


Aku tidak seharusnya berada di rumah!


"......?"


Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Sanae memperhatikan ada seorang gadis di sebelahku yang tidak dia kenal. 


Aku berusaha mati-matian untuk memahami situasinya, tetapi mataku benar-benar bingung dan aku tak bisa memikirkan apa pun. 


Wajar jika kepalaku shock karena pertemuan tak terduga ini.


"Apakah kamu adik perempuannya? Halo, aku dalam perawatan Satsuki-senpai!"


"Uh, ah, ya, itu...?"


Dengan senyum riang, Uzuki-chan melakukan langkah pertama dan menyapanya.


Di sisi lain, Sanae yang masih belum sepenuhnya yakin, menatapku bingung. Emosi yang tersembunyi di balik mata itu rumit, jadi tanpa sadar aku melihat ke langit.


Apa yang terjadi, Onii-chan?


"Bukankah kamu ada Kelas Intensif?"


"Itu besok!"


Sanae akhirnya sadar dan berjalan keluar rumah dengan sandalnya.


Dia masih mengenakan seragam SMP nya seolah-olah dia baru saja pulang ke rumah.


“Kebetulan, apakah dia yang kamu ajak kencan kemarin…?” Mata Sana membesar.


Ini adalah hasil yang dia dapatkan setelah menganalisis semua kemungkinan.


"Bukan! Jangan terlalu penasaran. Sekarang pergilah ke kamarmu."


Aku menusuk adikku dengan paku besar.


Aku tak tahu bagaimana menjelaskan ke adikku tentang Uzuki-chan.


Apakah tak apa bagimu untuk membawa pulang adik dari orang yang kau kencani tempo hari?  


Apakah ini adik dari orang yang kau sukai?


Ini perilaku seorang psikopat!


“Mungkinkah dia diculik oleh Onii-chan karena dia memanfaatkan kelemahannya…?”


"Kamu benar-benar salah!"


Sanae menatapku dengan tatapan gemetar sambil menutupi mulutnya dengan tangannya. Mata macam apa yang kau lihatkan ke kakakmu!


“Kalo gitu, kamu sugar daddynya…?”


“Siapa sugar daddy? Apa yang kamu pikirkan tentangku!?"


Pemikiran yang dia miliki melampaui pikiran seorang siswi SMP.


Namun, meskipun menyangkalnya, aku tak bisa menemukan kata yang tepat untuk menjelaskan kepadanya tentang Uzuki-chan.


“Aku Uzuki Kinoshita. Aku murid baru di SMA Otomachi. Jangan khawatir Sanae-chan, Satsuki-senpai enggak begitu! Kami hanya kenalan."


Uzuki-chan, yang melambaikan tangannya dengan penuh semangat, ikut campur di antara adik kakak yang bingung.


Itu benar, itu hanya sekedar kenalan!


“Uzuki Kinoshita-san…?”


"Ya, senang bertemu denganmu!"


Sanae menundukkan kepalanya seolah meniru Uzuki-chan, sementara yang terakhir, dia membungkuk dengan kedua tangan.


Sanae, di sebelah Uzuki-chan, masih kecil dan jelas dia masih belum dewasa.


“Ini adik perempuanku, Sanae…”


Aku tak punya pilihan selain memperkenalkannya ke adik perempuanku.


"Hmm, aku Sanae Fukase..."


Dia dengan sopan memperkenalkan dirinya dengan wajah serius dan perlahan menatap Uzuki-chan. Pipinya semerah sepasang buah ceri.


Seperti aku, Sanae tidak memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan termasuk dalam kategori pemalu, meskipun dia tak bisa menahan diri untuk menjauh dari orang yang baru dia temui untuk pertama kalinya.


“Hari ini aku datang ke sini untuk membantu Satsuki-senpai… Baiklah, Sanae-chan juga akan bergabung dengan kita…”


"Kamu harus kembali ke kamarmu dan mulai belajar!"


Uzaki-chan mengatakan sesuatu yang menakutkan, jadi aku dengan keras berteriak pada Sanae untuk tidak menganggap serius kata-kata itu, kurasa itu karena aku akan berbicara dengannya tentang cinta.


"Benarkah? Onii-chan menyusahkanmu, ya. Silakan masuk, Uzuki-san!"


"Terima kasih Sanae-chan! Sekali lagi, permisi!"


“Bu-bukan itu? Tapi kenapa?"


Sanae dengan lembut membuka pintu dan Uzuki-chan memasuki rumah. Hei, jangan tiba-tiba melupakan rasa malumu!


Aku tertegun dan sendirian di depan pintu rumah.


Bagaimana semua ini bisa terjadi?


Akankah aku benar-benar membicarakan kekhawatiranku dengan Uzuki-chan dan Sanae secara normal?


"Meskipun kami hanya punya teh, silakan dinikmati."


"Terimakasih!"


Sanae meletakkan secangkir teh di atas meja. Uzuki-chan memegangnya dengan kedua tangan dan meniup teh untuk mendinginkannya.


Melihat bibir melengkung itu, aku masih tak percaya kalau situasi ini sedang terjadi.


Situasi seperti apa jadinya jika gadis yang pertama kali datang ke rumahku ternyata adalah adik dari gadis yang kusukai? Itu tidak bagus sama sekali, bahkan jika itu adalah candaan dari tuhan.


“Maaf, kami nggak punya manisan. Kalo kamu membutuhkan yang lain, tolong katakan saja padaku!”


"Ah, ah... maafkan aku."


Sanae memperlakukan Uzuki-chan dengan sopan, tetapi sebaliknya, kalo menyangkut dirikku, dia memperlakukanku dengan kasar.


Kami tidak memiliki ruang tamu atau sofa bergaya Barat, karena ini hanya ruangan bergaya Jepang.


Kami bertiga duduk di atas bantal tatami, namun yah, dibandingkan dengan ruang tamu Keluarga Kinoshita, ini terasa seperti suasana yang sederhana.


Mungkin manisan yang Sanae katakan adalah karinto dan dorayaki, karena kami tidak pernah punya kue di rumah kecuali saat hari ulang tahun keluarga.


"Secangkir teh panas menenangkan jiwa, bukan begitu, Senpai?"


Uzuki-chan memiringkan kepalanya tanpa memberiku waktu untuk menjawab, jadi aku menyesap tehnya.


Bahkan teh yang Sanae buatkan untukku terasa lebih pahit dari biasanya. Tunggu, mungkin tehku satu-satunya yang benar-benar terasa seperti itu.


"Onii-san, apa jawabanmu?"


"Ah ya. Ya, itu menenangkan…”


Aku dimarahi Sanae dengan tangan bersilang, yang mengungkapkan perasaannya yabg bertentangan dengan hatinya. Mengapa dia menggunakan sebutan kehormatan?


"Oh, ada piano!"


Uzuki-chan menemukan piano yang tak lebih dari benda asing di ruangan bergaya Jepang.


“Satsuki-senpai, kamu bisa main piano, kan? Tolong bermainlah sedikit!” Dia dengan sangat mudah mendesakku untuk bermain piano.


Itu mengingatkanku pada saat dia bertanya kepadaku juga, kakaknya, Yayoi-chan.


Aku penasaram berapa banyak masalah yang Yayoi-chan katakan padaku.


Meskipun aku sudah tahu kalau kakak beradik ini tak sama, aku menetapkan kalau kekuatan instan ini adalah milik seseorang seperti Uzuki-chan.


"Nggak, untuk saat ini…"


Aku merasa tak enak dengan Uzuki-chan, tapi aku menolak dengan sopan.


Sampai saat ini, aku tidak bisa bermain piano karena trauma, tapi sekarang aku diam-diam memainkannya saat sendirian, tapi aku masih sedikit enggan untuk bermain di depan orang lain selain Yayoi-chan.


Aku berpikir ikatan yang menyatukanku dan Yayoi-chan adalah piano, jadi aku sengaja membuatnya itu menjadi sakral. Bermain piano di depan Yayoi-chan saat itu, merupakan kenangan berharga yang masih tak ingin aku menimpa penampilan musik itu.


“Akhir-akhir ini, Onii-san enggan bermain piano, selain itu, jika dia enggak berlatih setiap hari, itu akan semakin parah, jadi aku enggak yakin dengan kemampuannya saat ini.”


Saat Sanae mengatakan hal itu, itu membuatku terlihat seperti orang bodoh, tetapi aku memutuskan untuk tetap diam. 


"Oh, itu benar. Aku belum pernah bermain piano akhir-akhir ini, jadi aku gak yakin seberapa bagus."


Aku membuat wajah sedih dan mengajukan alasan mengapa aku tidak bisa bermain piano.


"Serius? Kamu berhenti bermain piano?”


Uzuki-chan membuka mulutnya lebar-lebar karena terkejut. Aku selalu berpikir kalau sikap berlebihan ini juga merupakan elemen yang tidak dimiliki oleh kakaknya, Yayoi-chan. Rasanya seperti emosi dan tindakan ini terhubungan secara langsung, dan dari segi kepribadian, keduanya juga tak sama.


“Enggak, aku nggak akan berhenti bermain piano. Aku hanya istirahat."


Aku tak bisa berbohong karena jikalau aku mengatakan sesuatu yang tak pantas dan kemudian memberitahu Yayoi-chan, dia akan mengkhawatirkanku.


“Ibuku seorang guru piano dan dia telah mengajariku sejak aku masih kecil!”


“Wow, sungguh menakjubkan kalau ibumu seorang guru piano! Kalau begitu Sanae-chan juga bisa bermain?"


"Aku nggak cukup mahir."


Sanae dengan malu-malu merapikan poninya.


Aku jarang melihatnya seperti itu, mengapa itu agak keren. Aku melihatnya juga memiliki sisi imut.


"Salah satu murid ibuku adalah penyanyi sopran terkenal. Dia lulus dari SMA Otomachi dan sekarang menyanyi di luar negeri!"


"Hebatnya!"


“Namanya Mayo-chan dan dia mengirimiku banyak foto dari luar negeri! Sepertinya dia ada di Wina sekarang!"


“Wina? Itu rumah musik! Sungguh luar biasa!"


Sebelum aku menyadarinya, mereka berdua mengabaikanku karena hanya mereka berdua yang mulai berbicara.


Mayo-chan adalah Mayo Shiraishi-senpai, dia adalah orang yang melakukan pertunjukan resital kemenangan di Festival Budaya tahun lalu. Saat itulah aku membuat kesalahan besar dalam memainkan iringan piano.


Namun, aku belum pernah mendengar kalo Mayo-senpai ada di Wina, apa dia berhubungan dengan Sanae?


Sekarang topik pembicaraan adalah tentang piano, tetapi itu lebih baik karena mereka lupa tujuan awal dari kunjungan itu, jadi mari kita biarkan aja semuanya berjalan.


Bahkan jika aku tahu kalau bumi akan hancur, kisah cintaku tak akan menjadi sesuatu yang aku bicarakan di depan adikku.


Mari kita menghilang dari sini.


"Ah, itu benar. Aku datang ke sini untuk memberikan saran ke Satsuki-senpai."


Uzuki-chan bertepuk tangan dan mengingat tujuan awal kedatangannya.


Seolah-olah pikiranku sedang dibaca, topiknya kembali ke alur utamanya dan aku hampir mengeluarkan tehku.


“Nggak, bicarakan saja yang kamu obrolkan itu menarik. Ayo, Sanae, mainkan piano untuk Uzuki-chan."


"Saran untuk Onii-san?"


Sanae mengabaikan saranku dan mencondongkan tubuh ke depan dengan rasa ingin tahu. Kau mencoba menghapus keberadaanku!


"Itu nggak ada hubungannya denganmu, jadi diamlah."


"Apaapaan itu! Kamu mencoba menyembunyikan sesuatu, kan? Kamu terlihat sangat mencurigakan Onii-san!"


"Eng-enggak ada yang perlu dicurigai!"


Dia adalah adik yang pintar. Aku ragu aku bisa menggunakan psikis padanya.


"Rasan untuk masalah cinta Satsuki-senpai."


"Hei, Uzuki-chan!!"


“Masalah cinta Onii-san! Apa maksudmu?"


Aku mencoba menyembunyikannya dengan suaraku, tetapi sudah terlambat. Sanae mengangkat tangannya ke pipinya sementara matanya bersinar terang.


Mataku, sebaliknya, keruh seperti mata ikan mati. Aku mau mati aja sekarang.


“Maksudmu kencan terakhir yang kamu buat? Bahkan jika aku bertanya apa yang terjadi, kamu nggak akan memberitahuku sama sekali! Pada akhirnya, semuanya berakhir dengan bencana, bukan? Kalau aku memikirkannya seperti itu, Onii-chan, kamu akan depresi, lho!"


"Nggak mungkin!"


Sanae berbicara tentang kencan pertamaku dengan Yayoi-chan. 


Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku memutuskan untuk berkencan bersama dengan seorang gadis, jadi aku meminta saran dari Sanae, yang sekarang bingung.


Berkat saran bijaknya, ada beberapa hal yang berjalan dengan baik, tapi sekarang, aku sedang terpojok!


“Ini nggak seperti semuanya berakhir buruk. Kamu melakukannya dengan baik dengan Onee-chan, kan?"


"Eh? Apa kau berkencan dengan Onee-chan Uzuki-san? Apa itu benar?"


Kepala Sanae bergetar cemas saat dia bergantian menatapku dan Uzuki-chan. 


Wahh, mereka menangkapku.


Uzuki-chan, Apa kau akan mengatakan itu di depan kakakmu?


"Ya, benar. Namanya Yayoi. Onee-chan sangat bersemangat, tapi Satsuki-senpai memiliki ekspresi khawatir di wajahnya. Ada apa dengan perbedaan emosinya?"



Uzuki-chan menceritakan kisah yang sebenarnya sambil membuat wajah bodoh.


[LN] Yayoi-chan wa Himitsu wo Kakusenai Volume 2 Chapter 3

Karna mulutku kering, aku meminum teh.


Rasanya benar-benar pahit.


"Eh? Apa? Yayoi-san bersemangat tentang hal itu? Onii-chan, kamu nggak perlu khawatir tentang situasi itu, kan? Kamu gak tahu malu, Onii-chan!"


Untuk beberapa alasan, aku dikelilingi oleh dua adik perempuan yang mengkhawatirkan situasi cintaku.


"Dan itu mangapa kamu nggak perlu khawatir!" 


"Ini Onee-chan."


Memotong alur obrolan, Uzuki-chan mengeluarkan ponsel dari tasnya dan meletakkannya di atas meja.


"Kamu pasti bercanda, kan? Dia sangat cantik!"


Sanae terdiam saat melihat ponsel Uzuki-chan.


Sebuah foto Yayoi-chan yang mengenakan seragam sekolah muncul di layar ponsel. Itu adalah foto yang terlalu bersinar, di mana dia melihat ke samping sambil menyelipkan rambutnya ke telinganya. Sepertinya foto itu diambil secara tak sengaja, karena Yayoi memiliki ekspresi yang sangat alami dan lembut.


Hanya melihat sosok yang berada di layar ponsel kecil itu membuatku pusing karena terlalu terang.


Bisakah kau diam-diam mengirimikan foto itu padaku nanti?


“Mungkinkah Yayoi-san benar-benar menyukai Onii-chanku…?” 


Sanae terus berbicara sampai ke inti masalah.


Aku juga ingin mendengarnya.


Kami berdua menelan ludah menunggu jawaban Uzuki-chan.


“Hmm, apa yang Onee-chan rasakan? Aku rasa aku nggak tahu dengan jelas."


Jawaban yang kuharapkan tidak datang, jadi aku menghela nafas panjang dari lubuk hatiku.


Seperti yang diharapkan, Uzuki-chan sepertinya tidak banyak mendengar tentang masalah ini.


Itu benar, tidak mungkin dia bisa berbicara dengan kakaknya tentang seseorang yang disukainya. Sekarang aku yang jadi aneh!


"Tapi Onee-chan, dia mulai bermain piano karena pengaruh Satsuki-senpai." 


"Apa? Apa? Apakah Onii-chan ini memengaruhinya? Cowok polos ini?"


Siapa yang polos? Kau hanya mengatakan apa pun yang kau inginkan dari tadi!


“Onee-chan terlalu murni. Selalu seperti itu ketika dia menyukai sesuatu."


Uzuki-chan mengangkat tangannya dan menunjuk langsung ke arahku.


"Onii-chan, apa yang akan kamu lakukan jika dia mengaku padamu?"


"A-aku nggak tahu!"


Apa harus gimana? Apa yang harus kulakukan?


Aku bahkan belum memikirkannya, tetapi apakah itu mungkin?


“Maksudku, pengakuan itu harus datang dari cowok! Kamu yang menunggu? Menyedihkan!"


Sanae menggebrak meja dan mengeluarkan ketidaksetujuannya sambil mengayun-ayunkan kuncir kecilnya yang menggemaskan.


"Sekarang ini kamu bajingan, nggak tahu malu dan menyedihkan..."


"Itu benar! Kamu berpura-pura menjadi korban yang peduli dengan cinta, karena pada kenyataannya kamu cowok putus asa yang hanya berharap dan bergantung pada perasaan orang lain.”


Setiap perkataan Sanae menusuk hatiku yang naif.


"A-aku nggak menunggu dia mengaku padaku!" 


Sanae benar-benar salah.


Dia mengatakan apapun yang dia inginkan tanpa mengetahui perasaanku yang sebenarnya.


“Kamu hanya menunggu dia melakukannya! Kamu memang menyedihkan!”


Sanae cemberut dan lebih cemberut, jadi aku memutuskan untuk bertingkah seperti orang dewasa menatapnya dengan wajah yang sangat serius.


"Oke, tenanglah. Kita semua mengkhawatirkan Satsuki-senpai."


Uzuki-chan mengintervensi saat sepertinya pertarungan adik kakak akan segera dimulai. Pertama-tama, siapa yang harus disalahkan atas semua ini?


“Kurasa Onee-chan bukan orang yang mengaku. Dia nggak pernah pandai berurusan dengan cowok, jadi dia nggak akan tahu apa yang harus dilakukan. Seolah-olah dia tersesat karena dia nggak tahu bagaimana mengendalikan perasaannya.”


"Nggak peduli apa yang Yayoi-san rasakan, Onii-chan lah yang harus mengambil inisiatif."


“Masalahnya, mereka sedang jatuh cinta, jadi nggak masalah siapa yang mengaku lebih dulu, tapi aku merasa nggak akan terjadi apa-apa kalau terus seperti ini. Ada alasannya, tapi sepertinya dia enggak menyadarinya."


Uzuki-chan menatapku, sebaliknya, aku hanya berpura-pura nggak mendengarnya.


Kalau dipikir-pikir, memang benar aku tidak memiliki kesempatan untuk menyatakan cinta padanya saat aku bermain piano jalanan tempo hari.


Saat kami mulai memanggil satu sama lain 'Yayoi-chan' dan 'Satsuki-kun'…


"Yayoi-chan, selama ini aku udah memikirkanmu."


"Satsuki-kun...?"


"Tapi sekarang aku senang bisa menatapmu secara langsung. Apakah aku egois kalo aku ingin memonopoli senyummu selamanya?"


"Apa maksudnya?"


"Aku menyukaimu. Aku berjanji akan menjaga senyummu selamanya.”


“Satsuki-kun…! Jangan pernah mengalihkan pandanganmu dariku!" 


Dan kemudian kami berdua saling berpelukan------


"Apa kamu akan menelepon Yayoi-san sekarang?" 


"Itu mungkin bagus."


"Wahhh!! Tunggu sebentar!"


Saat aku jatuh kembali ke jurang ilusi, mereka berdua mulai menggila.


Bisakah aku menelepon Yayoi-chan dengan suasana hatiku saat ini?


"Ini tentang Yayoi-chan dan aku, jadi tinggalkan aku sendiri!"


“Jika aku meninggalkanmu sendirian, kamu nggak akan melakukan apa-apa! Kamu pikir hanya dengan melihat bunga yang sepertinya akan mekar, bungan itu akan layu, bukan? Sudah menjadi kewajiban cowok untuk menyiram dan merawat bunga itu!"


“Kalo kamu terus seperti ini, meskipun bunga itu mekar, orang lain mungkin akan mengambilnya. Gadis-gadis di usia ini berubah-ubah. Hati seorang wanita disebut juga mata kucing.”


"Itu mungkin akan membuatmu lebih bahagia dan Yayoi-san juga."


Mereka berdua membuatku takut. Tolong jangan mengatakan hal-hal yang terlalu menakutkan.


Apa yang ingin kau lakukan denganku dan Yayoi-chan?


“Ini bukan berarti aku nggak melakukan apa-apa. Maksudku, semuanya itu punya momen dan urutannya…”


Seperti yang diharapkan, aku juga mulai mengeluh ke mereka.


“Apakah kamu akan mulai dengan mengiriminya pesan setiap hari? Karena Satsuki-senpai, kamu bahkan belum mengirim pesan LINE ke Onee-chan, kan?"


“Tentang itu, apa…?”


Ada grup LINE kelas, tapi aku belum pernah melihat Yayoi-chan mengirim pesan di grup itu.


Beberapa hari yang lalu, aku menulis pesan, tetapi pada akhirnya aku menderita karena aku tidak bisa menekan tombol kirim.


Jadi, aku tidak melakukan apa-apa, kan?


"Pertama-tama, Satsuki-senpai, bagaimana perasaanmu tentang Onee-chan?"


Uzuki-chan meluruskan punggungnya dan duduk kembali di atas lututnya, menatap lurus ke mataku.


Dia bilang ingin memberiku saran, tapi pada kenyataanya dia bisa saja datang untuk mengetahui perasaanku.


Dengan menginterogasi dan mencurigaiku, apakah itu berarti dia ingin menilaiku sebagai adiknya untuk mendukung cinta kakaknya?


Kalau memikirkanna seperti itu, tindakan Uzuki-chan baru-baru ini sangat masuk akal. Mungkin hal normal bagi adik untuk mengkhawatirkan kakaknya. Tidak mungkin psikis bisa memperkuat hal itu...


"Apa yang kamu pikirkan, Satsuki-senpai?"


"Apa yang kamu pikirkan, Onii-chan?"


Ada terlalu banyak hal untuk dipikirkan, selain itu, kepalaku bingung, tetapi duo adik perempuan itu menekanku dengan tatapan serius.


Aku ingin tahu bagaimana perasaanku tentang Yayoi-chan…


“Tentang itu, mmm, aku menyukainya… tapi.”


Ya ampun, aku tak sengaja menjawab dengan jujur.


"Ka-kamu…?"


"… Menyukainya?"


Uzuki-chan dan Sanae mengulangi kata-kataku satu per satu.


Melihat mereka berdua tanpa mengucapkan sepatah kata pun karena terkejut, aku merasakan rasa malu yang intens.


“Eng-enggak! Enggak untuk sekarang!"


"Aku mencintaimu Onii-chan! Kamu menyukai Yayoi-san!”


Sambil mengayunkan tinjunya, ketegangan Sanae meningkat hari ini.


"Jangan menyangkalnya! Aku mendengarmu dengan benar!"


Uzuki-chan tersenyum seolah puas dengan jawabanku. Itu adalah ekspresi yang membuatku mengakui perasaanku dengan sangat baik.


Pengakuan macam apa yang baru saja kukatakan? Dan aku melakukannya di depan adikku!


Aku mencoba untuk tetap tenang, tetapi kepalaku dalam kekacauan.


Mengapa aku merasa panas? Apakah ini gejala cinta?


“Uzuki-chan, kamu nggak boleh memberitahu Yayoi-chan tentang ini! Ini sebuah rahasia…"


"Aku tahu! Meskipun aku terlihat seperti ini, aku adalah seorang cewek yang menutup bibirnya dengan baik!”


Aku menundukkan kepalaku dan menggenggam tanganku ke arah Uzuki-chan, yang diam-diam dan dengan tenang meletakkan jarinya ke mulutnya.


"Onii Chan! Kencan lagi! Kali ini tunjukkan perasaanmu pada Yayoi-san!"


Sanae heboh oleh kisah cinta kakaknya dan berdiri dari tempat duduknya.


Matanya berbinar seperti sedang membaca manga shoujo.


"Ide yang bagus, Sanae-chan!"


Lalu, bahkan Uzuki-chan berdiri sambil mengacungkan jempol.


"Iyakan? Jika kita menyerahkannya ke orang yang terlibat, cerita nggak akan berkembang sama sekali! Jika hal ini terjadi, mari lakukan bagian kita untuk mewujudkan cinta mereka berdua!"


"Sulit saat kita berdua punya kakak yang sangat pemalu!"


“Sebenarnya, aku berharap Onii-chan setidaknya tampan. Aku minta maaf atas ketidaknyamanan yang kusebabkan."


"Aku akan dengan senang hati membantumu, Sanae-chan!"


Uzuki-chan meraih tangan Sanae saat dia menundukkan kepalanya dan saling berjabat tangan.


Aliansi persaudaraan baru saja terbentuk!


… Lalu apa yang terjadi tepat di depan mataku?


"Oleh karena itu, mari kita rapat untuk menyusun strategi!"


"Ya!"


Mendorongku untuk pergi, Sanae menatap langsung Uzuki-chan dan memulai rapat mereka. Temanya tentang situasi cintaku.


Aku tak bisa menghentikan mereka lagi.


“Seperti mereka pergi ke bioskop pada kencan pertama mereka…”


“Tapi, sepertinya mereka nggak mau keluar. Aku merasa Onee-chan juga harus disalahkan untuk itu…”


“Nggak, itu salah Onii-chan karena dia sangat bodoh.”


"Tapi yang aneh adalah Onee-chan pulang dari kencannya dan lalu dia bolos sekolah selama tiga hari."


"Hmm? Onii-chan, apa yang kamu lakukan padanya?"


“Namun, sejak saat itu, Onee-chan jatuh cinta pada Satsuki-senpai saat dia mengatakan hal-hal seperti 'Aku menyukaimu'”


“Kalian berdua sangat menjengkelkan. Kalian sudah mendapatkan jawabannya."


Mereka berdua tak bisa berhenti tertawa lagi. Mereka akan bersenang-senang membicarakan situasi cinta orang lain!


Aku tidak bisa mendengarkan ini seperti pesta!


"Nee Onii-chan! Kalau kamu gak ngapa-ngapain, tuangkan teh untuk kami! Kamu nggak terlalu perhatian."


"Oh, ya…"


Untuk beberapa alasan, aku, yang menjadi pusat rencana, diusir.


Untungnya, aku berlari ke dapur dengan kecepatan penuh. 


“… Uff.”


Sendirian di dapur, aku menyandarkan pinggangku di wastafel dan menarik napas dalam-dalam. Aku harus menata kepalaku yang sedang kacau.


Dari ruangan sebelah, aku bisa mendengar suara mereka berdua yang sepertinya sedang bersenang-senang. Mengapa ini terjadi? Pada akhirnya, membawa Uzuki-chan ke dalam rumah adalah kesalahan.


Meski begitu, kepribadian Uzuki-chan yang ceria dan ramah, serta kemampuannya bergaul dengan siapapun, sama sekali berbeda dengan Yayoi-chan.


Sepertinya dia bukan Agen...


Aku merasa diriku membandingkan kepribadian dan perilaku Uzuki-chan dengan Yayoi-chan.


Jika itu Yayoi-chan; Yayoi-chan lebih baik; Ini berbeda dengan Yayoi-chan...


Aku rasa itu buruk untuk membandingkannya dengan Uzuki-chan, tapi aku tidak bisa menahannya.


Meskipun, jika itu hanya masalah kebiasaan, ada kalanya aku akhirnya bisa memilah perasaanku dengan mengungkapkannya ke dalam kata-kata. Tak peduli seberapa banyak aku berfantasi, perasaan kenyataan ini adalah segalanya.


"Aku menyukaimu…"


Sambil menunggu air di ketel mendidih, aku mengulangi apa yang baru saja aku katakan dengan suara yang sangat pelan hingga tak bisa mengeluarkan suara.


----- Aku menyukai Yayoi-chan.


Ketika aku meletakkan tanganku di dada, aku tak percaya jantungku berdebar kencang.


Tapi itu belum semuanya. 


Pada saat yang sama dengan detak jantung itu, aku merasakan sakit yang tumpul di belakangnya yang terasa seperti jantungku sedang diremas.


Samar-samar aku merasa kalau rasa sakit ini membuat wajahku terlihat rumit akhir-akhir ini.


Ketika kau jatuh cinta dengan seseorang, itu bukan berarti semuanya akan menyenangkan. 


Perasaan bahagia dan gelisah muncul ------ Aku tidak ingin dibenci oleh Yayoi-chan.


Aku tidak ingin kau membenciku karena aku jatuh cinta padamu.


Karena aku punya rahasia yang mungkin dibenci orang jika mereka tahu.


Rahasia psikis ini yang tidak bisa diceritakan kepada siapa pun.


Jika Yayoi-chan mengetahui kalau aku bisa mendengar suara hati orang, dia pasti akan merasa tidak nyaman. 


Wajar jika dia membenciku.


Apa tak apa-apa bagiku jatuh cinta pada Yayoi-chan sambil menyembunyikan rahasia psikis?


Sementara aku tahu secara diam-diam, rahasia Yayoi-chan-----Ini adalah perasaan bersalah yang muncul dari balik cinta.


Aku hanya menggenggam tangan kiriku dengan kuat, sangat kuat.



Untuk memanfaatkan masa depan, aku harus membuka tangan kiri ini. 

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset