Ads 728x90

Yayoi-chan Volume 1 Chapter 11

Posted by Chova, Released on

Option


Chapter 11 - Ini semua salahmu Satsuki-kun.


"Aku pulang."


"Halo Onee-chan, selamat datang di rumah."


Tanpa melihat wajah Uzuki yang sedang bersantai di ruang tamu, aku langsung menuju kamarku.


"Yayoi, kamu sudah pulang?"


Aku hendak naik ke atas tepat saat ibuku menghentikanku karena sesuatu.


Dia keluar dari dapur dengan celemeknya.


"Aku pulang. Aku akan segera ganti baju."


Menyembunyikan wajahku dengan rambutku, aku berlari menaiki tangga seolah ingin melarikan diri darinya untuk saat ini.


 "Aku membeli kue untuk pencuci mulut. Itu kesukaan Yayoi!"


Aku berlari ke kamarku, tetapi akhirnya terseret oleh kue dari toko favoritku.


Hal pertama yang aku lakukan ketika aku sampai di kamar aku adalah meletakkan tasku dan melihat wajahku di cermin.


Wajahku yang biasa terus memerah. Aku bertanya-tanya apa yang akan dikatakan ibuku jika dia melihatku seperti ini. Tentu saja, aku yakin Uzuki akan mengolok-olokku seperti biasanya.


Memikirkan aku seperti ini di depan Satsuki-kun membuat seluruh tubuhku memanas. Aku ingin tahu apakah teman sekelasku juga melihatku seperti ini.


Hari ini, Satsuki-kun bertingkah sedikit aneh…


Selama jam makan siang, dia mengatakan padaku kalo dia ingin tahu lebih banyak tentangku…


Sepulang sekolah, dia mengajakku kencan, kali ini dia mengatakannya di depan semua orang di kelas.


Aku merasa seolah-olah Natal dan ulang tahunku datang bersamaan.


“Kenapa aku begitu bahagia! Di-diriku…”


Aku menekan pipiku dengan kedua tangan, tapi aku masih merasa seperti terbakar.


Aku meletakkan tanganku di dahiku berulang kali, berpikir kalo aku mungkin demam.


Aku pulang dari sekolah merasa sangat pusing.


Ini semua salah Satsuki-kun.


Di sekolah, aku telah menghilangkan segalanya dengan menutupi emosiku untuk menjadikan diriku sebagai Agen, tapi aku gak menyangka Satsuki-kun akan mengajakku berkencan dengan begitu berani…


Tapi, aku berkata pada diri sendiri untuk gak terlalu terbawa oleh ini.


Satsuki-kun hanya mengajakku kencan karena dia khawatir aku akan sendirian sepanjang waktu. 


"Apa kamu ingin sendirian selamanya?"


Suara Satsuki-kun itu kembali ke pikiranku.


Itu pertanyaan kejam yang dia tanyakan padaku.


Aku hanya punya satu jawaban untuk pertanyaan ini.


Aku seorang Agen.


Tapi aku gak bisa memberitahunya, jadi aku harus diam.


Begitulah caraku mencoba meyakinkan diri sendiri, tetapi aku gak bisa membohongi diri sendiri lagi.


Ada sesuatu yang lebih berharga daripada kata-kata dangkal itu.


Aku percaya kalo suara yang diputar di dalam hatiku selama enam bulan terakhir ini adalah kebenaran di balik perasaanku.


"Aku akan kencan dengan Satsuki-kun..."


Saat sendirian di kamarku, aku bergumam pelan untuk memastikan kalo aku gak sedang bermimpi.


Kemarin, Uzuki juga mengatakan hal seperti itu padaku.


Dia bilang aku harus melakukan apa yang aku inginkan.


Apa aku terlihat sangat gak kompeten? Apa aku terlihat seperti menahan diri?


Aku hanya ingin menjalani hidupku seperti gadis SMA biasa, meskipun aku seorang Agen.


… Bagaimana rasanya menjadi gadis SMA biasa?


Bukankah itu seperti bergaul dengan teman-teman di kelasmu?


Aku gak tahu apakah itu saja, tetapi itulah yang ingin kulakukan sekarang. Aku ingin tahu apakah ini yang mereka disebut 'takdir'.


Itu membuatku ingin percaya apa yang dikatakan Uzuki suatu hari tentang 'takdir'.


“Ini… kencan?”


Sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul di benakku.


Pergi dengan cowok di hari liburmu…. Bukankah ini yang disebut kencan?


Segera setelah aku mengungkapkannya dengan kata-kata, ada sesuatu muncul di dalam diriku.


Aku berpikir kencan itu sesuatu yang hanya terjadi di drama dan manga, itu gak ada hubungannya denganku, karena aku seorang Agen.


"Apa yang harus kulakukan sekarang…?"


Aku menerimanya secara spontan, tetapi akhirnya menyadari gawatnya situasinya.


Kencan, apa yang dilakukan orang saat berkencan?


Aku melakukan beberapa percakapan dengan Satsuki-kun, tetapi itu semua adalah percakapan dadakan, dan Uzuki juga ada di antara kami. Apa yang harus aku bicarakan saat kencan di mana aku berduaan dengannya?


Ke mana kita mau pergi saat berkencan? Haruskah kita makan malam atau semacamnya? Eh, dan lalu? Kemana kita akan pergi…? 


Saat aku berkeliaran di sekitar kamarku, kepalaku mulai mendidih ketika aku melamun tentang akhir kencan.


Ci-ciuman...?!


Aku segera menutupi wajahku dengan kedua tangan dan menggigit bibirku.


Gak, gak, gak! Jangan memikirkan hal-hal aneh seperti itu! Itu sudah di luar batas kencan pertama!


Aku terjun ke tempat tidur dan berguling berulang kali, yang menyebabkan kepalaku ke membentur dinding.


"Ouch~..."


Aku bangun sambil menggosok kepalaku yang sakit.


Jangan khawatir, ini sama seperti pekerjaan Agen; Ayo kita lihat, gak ada tujuan yang ditentukan. Gak ada persiapan target, gak ada data dan – Tidak, Satsuki-kun bukan target…


Oh tidak! Semakin aku memikirkannya, semakin aku bingung. Sekarang aku merasa seperti sedang demam parah.


Aku melepas seragamku untuk berganti dan menenangkan diri untuk saat ini. Aku mengambil hoodie hitamku yang biasa terlipat di tempat tidur, dan darahku menjadi dingin.


"Aku gak punya baju untuk dipakek!"


Aku hanya bisa berteriak keras.


Tap bisa duduk diam, aku mengelilingi ruangan dengan gerakan angka delapan seperti yang dilakukan Japii saat bermain.


Aku membuka lemari dengan pakaian dalamku dan menemukan kalo pakaian yang tergantung di sana benar-benar hitam. Selain itu, mereka semua adalah sweater, hoodies, kaos, dll. Itu adalah pakaian yang sempurna untuk melakukan pekerjaan Agen apa pun di malam hari, tetapi enggak satupun dari mereka itu pakaian yang bisa dipakek dengan benar saat kencan. Fakta kalo aku selalu memilih pakaian hanya berdasarkan kemudahan bergerak dan nyaman udah menjadi bumerang bagiku dalam kasus ini.


Aku mengeluarkan semua pakaian yang bisa aku temukan di lemari dan meletakkannya di kasur dan lantai, hanya membuat ruangan terlihat sangat hitam.


"Apa yang harus kulakukan...?"


Seperti yang kuharapkan, aku gak bisa berkencan dengan memakai sweater…Aku juga gak bisa memakai semua pakaian hitam ini…


Namun, bukan hanya warnanya. Aku bahkan gak punya rok, dan aku gak pernah memakai gaun. Satu-satunya celana yang hampir gak bisa aku pakai saat kencan adalah celana jeans hitamku.


Aku duduk di tempat tidur dan melihat ke langit-langit.


Haruskah aku pergi dengan seragamku? Enggak, enggak. Itu mungkin berhasil untuk kegiatan sepulang sekolah, tetapi saat hari libur…?


Haruskah aku menolak ajakannya sekarang? Tapi aku bahkan gak tahu nomor ponsel Satsuki-kun...


"Hah..."


Entah kenapa, desahan hari ini terasa sedikit berbeda dari biasanya.


Gak biasa bagiku untuk memikirkan hal lain selain pekerjaan. Dan cemas tentang apa yang harus kupakek saat kencan seperti menjadi gadis SMA biasa.


Fufu, tawa kecil keluar dari mulutku. Gak, gak, gak! Ini bukan waktunya untuk tertawa!


Saat aku malu dengan pipiku yang memerah, aku mendengar langkah kaki menaiki tangga dengan keras.


"Onee-chan, aku akan makan kuenya lho, jadi cepatlah turun!"


Pintu kamar terbuka, dan Uzuki masuk tanpa izinku.


“Tunggu, kamu gak punya izin untuk…!”


"Onee-chan, apa yang kamu lakukan?"


Melihat kekacauan di kamarku, Uzuki mengerutkan kening.


Bajuku berserakan di seluruh ruangan dan aku hanya mengenakan celana dalam, wajahku memerah melihat diriku terekspos.


Ini bukan seperti diriku, kan?


"Onee-chan, kudengar kau punya kencan besok!"


"Tung-, Uzuki!"


Aku pergi ke ruang tamu untuk makan kue yang dibelikan ibuku untukku, dan Uzuki dengan cepat mengatakan sesuatu yang sangat gak perlu.


Ketika Uzuki melihatku melepas semua pakaianku dan mengkhawatirkannya, aku gak bisa menemukan alasan dan memberitahunya tentang kencanku dengan Satsuki-kun.


"Ya Tuhan, aneh sekali."


Ibu menatapku dan tersenyum sambil meletakkan piring dengan sepotong kue di atasnya.


Aku menelan pikiran gak nyamanku dengan secangkir teh.


“Itu sebabnya kamu begitu cemas, gak punya baju untuk dipakek! Kamu sangat cantik lho, Onee-chan.”


"Aku benar-benar enggak cemas!"


Aku hanya bisa menyangkalnya pada Uzuki, yang menggelengkan kepalanya sambil meniru bagaimana aku berada di kamarku.


"Yayoi, kamu selalu menyukai baju hitam sejak kecil."


"Bukannya aku sangat menyukainya..."


Setiap kali aku berpikir tentang pekerjaan, aku selalu memilih baju dengan mempertimbangkan kenyamanan dan fungsinya. Aku gak pergi ke kedai kopi yang tren atau berkumpul dengan teman-teman. Apa pun bisa dipakek selama itu cocok untukku.


Aku masih pekek sweater dan celana hitam, tapi aku masih iri dengan stroberi yang indah di atas kue.


“Mereka sangat hitam sampe-sampe aku bertanya-tanya organisasi gelap seperti apa yang kamu ikuti, Oneechan.”


"Diam!"


Uzuki yang juga seorang Agen mengatakan sesuatu yang menggangguku.


"Lalu, apa yang akan kamu pakek? Apa kamu akan berkencan dengan berpakaian seperti ninja? Kamu terlihat seperti seorang kunoichi yang baru saja meninggalkan desa ninjanya untuk pertama kali dalam hidupnya! Ini kencan, itu benar, kyaa~!"


Aku gak bisa marah pada Uzuki karena menganggap situasiku lucu, tetapi aku gak punya apa-apa untuk dikatakan padanya sebagai balasannya.


"Kenapa kamu gak pergi belanja baju bersama?"


Kata Mama, sambil menatap pakaian hitam pekatku.



Kinoshita Koyomi.


Mama mengatur semua pekerjaan Agen di keluarga. Meskipun dia tidak terlibat dalam pekerjaan yang sebenarnya, seperti ayah dan adikku, dia menerima tawaran dari klien dan mengelola pekerjaan Agen keluarga Kinoshita, termasuk bernegosiasi dan memutuskan apakah akan menerima proyek tertentu atau tidak.


Ibuku mengenakan sweter yang sangat terbuka di bagian leher sehingga tulang selangkanya terlihat jelas, dan kalung perak berkilau indah melingkari lehernya.


Dia memiliki gaya model asing, dengan mata besar, cantik dan elegan, ditambah dia memiliki penampilan glamor yang membuat sulit untuk percaya kalo dia adalah ibuku. Dan dia juga sangat baik.


"Karena ini kencanmu, kenapa kamu enggak membiarkan Satsuki-senpai memilihkannya untukmu?" 


Uzuki mencoba bercanda, memberiku nasihat yang gak perlu.


"Tapi aku enggak punya baju untuk berbelanja saat kencan!" 


Aku berkata pada diriku sendiri dan aku merasa sangat menyedihkan.


Aku mendengar Uzuki dan ibuku menghela nafas. Bahkan keluargaku merasa kasihan padaku.


"Yayoi sudah mencapai usia di mana dia harus khawatir tentang berpakaian, kan?" Ibu tersenyum padaku dengan tulang pipinya yang melebar.


“Kamu sudah kelas dua SMA, Onee-chan. Kamu seharusnya enggak terlalu serius. Jika ini periode Edo, aku yakin kamu sudah menikah."


"Diam, Uzuki!"


Aku memarahi Uzuki, yang selalu ingin memberitahuku sesuatu.


Kenapa di tampak lebih bersenang-senang daripada aku sekarang? Enggak, dia hanya mengolok-olokku.


"Hmph, aku akan pakek seragamku."


Aku merasa malu karna aku cemas tentang hal seperti ini. Itu gak cocok untukku dan aku membencinya, tapi aku enggak punya pilihan selain pakek seragamku agar aku gak terlihat buruk.


“Onee-chan, itu seperti mengatakan kamu gak punya baju untuk kencan! Juga, para cowok senang melihatmu pakek baju kasualmu! Kamu enggak bisa menghilangkan harapan dan impian para cowok."


"Aku gak tahu apa-apa tentang itu. Fukase-kun enggak seperti itu…”


“Apa yang kamu ketahui tentang Satsuki-senpai? Apa, dia sudah mengaku padamu atau…?”


"Ten-ten-ten-ten-tentu saja enggak!"


Aku mati-matian menyangkal kata-katanya. Jika aku marah pada Uzuki atas apa yang baru saja dia katakan, nadaku mau berubah.


Aku gak akan membicarakan hal ini di depan ibu.


"Kamu punya kebiasaan melihat Satsuki-senpai, jadi setidaknya kamu harus memakai sesuatu yang bagus untuknya."


Uzuki berkata dengan berbisik.


"Tunggu, apa maksudmu dengan itu?"


“Setiap kali kamu melakukan kontak mata dengan Satsuki-senpai, kamu selalu memelototinya, kan? Itu bukan kesan yang baik, jadi jangan lakukan itu besok."


Uzuki mengerutkan alisnya dan berpura-pura menatapku dengan serius sambil mengatakan itu.


"Beneran…? Aku memelototinya?"


Dia menunjuknya, dan aku gak bisa menahan perasaan sedikit menegang di dahiku.


Gak hanya wajahku memerah di depannya, tetapi juga, tampaknya, aku memelototinya… Dia berbohong padaku, kan?


“Apa itu gerakan yang gak sadar? Kamu benar-benar gak jujur ​​padanya, Oneechan. Kamu seperti siswi jahat pada seseorang yang dia sukai!”


"Sudah kubilang bukan seperti itu!"


Aku menutup mulutku dengan tanganku saat aku memalingkan wajahku.


Kalo dipikirr-pikir, kurasa Satsuki-kun biasanya membuat setengah senyum dan ekspresi ketakutan di wajahnya setiap kali matanya bertemu denganku.


Apakah itu karena aku memelototinya?


“Biarkan aku meminjamkanmu bajuku! Kamu tahu, rasa malu Onee-chan juga rasa maluku! Aku akan membawakanmu bajunya, jadi tunggu sebentar!"


Setelah makan kue, Uzuki berlari kembali ke kamarnya.


Aku gak lagi mood untuk memutuskan baju apa yang akan kupakek. Aku merasa sangat malu karena wajahku terbakar karena menemukan diri yang gak kukenal.


Bagaimana aku bisa melihat Satsuki-kun dengan wajah seperti ini besok...?


"Apa cowok itu bernama Satsuki-kun?"


Saat ibuku, yang dengan tenang menyimak percakapan kami, mengucapkan nama itu, tubuhku gemetar.


“Ya, tapi… Uzuki melebih-lebihkannya, kami hanya pergi sebentar. Sebenarnya, ini bukan seperti kencan atau semacamnya…”


Aku memakan kue kedua seolah berusaha menutupi perasaanku yang sebenarnya.


Aku juga bisa mengungkapkan sedikit perasaanku yang sebenarnya kepada ibuku. Dia selalu memikirkanku. Aku sudah bisa tetap menjadi Agen jadi aku enggak membuat ibuku sedih.


"Kamu belum memberitahuku semua itu."


Dia tersenyum padaku dan aku membalas cemberut.


"Kamu sudah berubah, bukan?"


Tiba-tiba dia mengatakan sesuatu seperti itu dan aku menatapnya.


"Aku belum berubah. Aku…"


Aku menggigit kue seolah-olah ingin mengangkat bahu dengan dingin. Manisnya krim kocok dan asamnya stroberi menyebar sedikit demi sedikit. 


“Enggak ada yang salah dengan perubahan. Yayoi perasaanmu adalah milikmu dan hanya milikmu, selain itu kamu yang memutuskan tentang hidupmu.”


Bersandar di kursinya, ibuku tersenyum lembut padaku.


Aku merasa kata-kata manisnya telah menyentuh hatiku.


Mungkin dia tahu kalo aku merasa gak nyaman tentang hal ini. Atau aku benar-benar enggak ingin menjadi Agen.


“Aku akan meminjamkanmu bajuku, jangan khawatir. Lebih baik daripada menyerahkan semuanya sama gaya Uzuki, bukan begitu?"


Kali ini, ibuku mengedipkan mata padaku, seolah berusaha mengabaikan perasaanku sebelumnya.


Jika itu selera gaya ibuku, aku gak perlu khawatir...


"Gak masalah…? Aku gak tahu apakah itu ide yang bagus."


"Tentu saja gak apa."


"Tapi aku gak tahu harus berbuat apa..."


"Kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau. Jika kamu enggak bersenang-senang, Satsuki-kun akan sedih."


Mendengar kata-kata ibuku, aku minum secangkir teh dingin untuk menenangkan pikiranku. Rasa manis di mulutku menghilang sedikit demi sedikit.


Lakukan apa yang ingin kulakukan...


"… Lalu?"


"Besok kamu bisa melupakan semuanya dalam hidupmu dan bersenang-senanglah."


Dia menegaskanku dengan kata-katanya.


“Aku sangat senang melihat wajahmu memerah dan kamu juga menatapnya dengan buruk. Itu artinya kamu sangat jujur, Yayoi.”


Fufufu, ibuku menertawakan tindakanku.


“Aku orang yang jujur…”


"Onee-chan, bagaimana kalo ini?"


Uzuki berlari menuruni tangga, menyela percakapanku dengan ibu.


Begitu dia memasuki ruangan, dia mengangkat pakaian yang dia bawa untukku ke atas kepalanya.


“Hoodie hiu! Ini sangat imut! Ukurannya besar, bahkan kamu bisa memakainya tanpa masalah!”


Hoodie besar berwarna abu-abu terdapat tulisan 'SAME' di bagian dada dengan ilustrasi hiu, sedangkan tudungnya dihiasi dengan taring bergerigi.


Senyum lebar Uzuki membuat kepalaku sakit.


“… Maa, bisakah aku meminjam bajumu?” 


"… Baiklah."


Ibuku dan aku saling menatap dan; Kami memiringkan kepala pada selera pakaian adikku.



Aku meminjam rok biru muda dari ibuku, sangat mirip musim semi, dan memutuskan untuk mengenakan blus putih. Dia mengatakan padaku kalo aku harus menggunakan warna yang lebih cerah, tetapi bahkan ini terlalu mencolok bagiku.


Aku mencobanya di kamarku dan melihat diriku di cermin.


Aku setinggi ibuku jadi ukurannya sangat pas untukku.


Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan sosok yang gelap, tapi aku gak bisa melihatnya secara langsung. Hanya pita di pinggang rok yang cukup berani untuk aku pakek.


Aku belum pernah pakek rok selain seragam sekolahku, jadi itu sesuatu yang sangat baru bagiku. Aku akhirnya berjalan-jalan seperti model. Roknya, yang bergoyang dengan lembut, tampaknya penuh dengan harapan. Itu membuat jantungku berdebar-debar.


Membayangkan diriku berjalan di samping Satsuki dengan baju ini membuat wajahku memanas lagi.


Hari ini, di depan semua orang, terang-terangan dia mengajakku berkencan. Tentu saja aku merasa malu, tetapi lebih dari itu, aku merasa bahagia.


Agenku sendiri gak memiliki pemikiran seperti itu.


Apakah ini diriku yang sebenarnya?


Aku merasa jauh lebih baik setelah kata-kata ibuku sebelumnya.


Dia mengatakan padaku kalo aku bisa memutuskan hidupku untuk diriku sendiri. Dia mengatakan aku harus melakukan apa yang aku inginkan.


Sisanya terserah diriku.


Aku mau kencan dengan Satsuki-kun ……


Aku akan melakukan apa yang aku bisa besok.


Aku mungkin gak bisa menghentikan wajahku memerah, tetapi aku harus berhenti menatapnya.


Aku menggosok jari-jariku di antara alis dan berkedip berulang kali.


Aku banyak hal yang ingin kukatakan padanya. Ya. Mungkin aku harus bertanya pada Satsuki-kun tentang hal itu?


Ada begitu banyak hal yang ingin kulakukan. Anehnya aku baru saja menemukan hal-hal yang ingin kulakukan.


Aku memiliki harapan yang tinggi untuk banyak hal.



Ini semua salahmu, Satsuki-kun. 

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset