Chapter 4 - Jarak
antara dia dan aku.
Saat aku berjalan pulang dan melihat teko kopi yang mendidih di dapur, aku memikirkan kejadian-kejadian yang terjadi saat makan siang.
Kinoshita-san selalu menyendiri, pasti karena dia sebenarnya adalah seorang agen.
Alasan mengapa dia bisa keluar kelas dengan tenang hari ini tanpa ada yang curiga adalah karena dia selalu berusaha melakukan semuanya sendiri. Dan dia gak repot-repot menikmati makanan penutupnya setelah makan siang, yang menunjukkan tingkat profesionalismenya yang tinggi saat itu juga.
Tetapi apakah ada kemungkinan memiliki pekerjaan paruh waktu sebagai agen? Siapa yang akan memintanya melakukan hal seperti itu? Bukankah itu berbahaya?
Itu sangat gak realistis sampai memunculkan pertanyaan tak ada habisnya di kepalaku.
“Agen, Yayoi Kinoshita…”
Saat aku selesai menuangkan kopi ke delam cangkirku, aku mengucapkan namanya pelan, nama yang tak akan pernah kuucapkan di depannya.
"Kamu mengatakan sesuatu?"
"Wow, Sanae! Auch!"
Kopi tumpah di jari-jariku saat Sanae tiba-tiba muncul di dapur dengan pakaian seragamnya.
"Kopimu tumpah di jarimu. Kamu melakukan sesuatu yang bodoh?"
"Tentu saja gak!"
Aku menyangkalnya dalam sekejap, membersihkan kopi yang tumpah dengan lap.
Sementara aku mengkhawatirkan Kinoshita-san, sepertinya Sanae sudah pulang dari sekolahnya.
“Onii-chan, sangat mudah untuk memahamimu. Ada sesuatu yang membuatmu khawatir, bukan? Kamu bergumam dan bertingkah aneh dari tadi."
Sanae, dengan senyum manis di wajahnya, mencoba mencampuri urusanku.
“Namun, aku gak akan mengganggumu. Lagipula itu bukan urusanku."
Bahkan Sanae gak memikirkannya kalo onii-chan-nya sebenarnya sangat mengkhawatirkan seorang 'Agen' yang sekelas dengannya, apalagi seorang teman.
“Aku sibuk dengan latihan piano, jadi aku akan pergi. Aku harus berlatih untuk lagu baru No Bra yang akan dirilis minggu depan!”
Sanae melambaikan tangannya dan kembali ke kamarnya. Omong-omong, "No Bra" adalah kependekan dari grup favorit Sanae, Northern Brand.
"Apa-apaan itu, ugh..."
Seperti yang Sanae katakan, memang benar dia sedikit khawatir.
Kalo Kinoshita-san memang seorang agen, gak ada yang bisa kulakukan.
Apa yang ingin kulakukan? Apa yang membuatku khawatir?
Aku memejamkan mata dan bertanya pada diriku sendiri pertanyaan yang sama berulang kali di kepalaku, tapi yang bisa kulihat di balik kelopak mataku hanyalah wajah ketakutan Kinoshita-san yang mengawasiku.
♦
Sudah beberapa hari sejak aku melihat perilaku mencurigakan Kinoshita-san.
Kesalahpahaman kalo aku menggunakan Mayama untuk mendekati Kinoshita-san belum sepenuhnya selesai. Aku benar-benar mencoba yang terbaik, kurasa enggak!
Di tahun keduaku di SMA, sepertinya hubunganku akan mengalami banyak insiden. Kinoshita-san dan aku saat ini berada dalam kondiri kebuntuan komunikasi, dan hatiku terasa seperti patah tulang yang rumit.
Kinoshita-san menjadi lebih terisolasi dari sebelumnya, mungkin karena keputusannya untuk mengabaikan sapaan Mayama. Dia gak tampak sedih tentang hal itu, tetapi aku gak tahu bagaimana perasaannya yang sebenarnya.
Bahkan kalo gak masalah baginya sendirian sebagai agen, bukankah Kinoshita-san ingin memiliki kehidupan normal di SMA? Apakah dia berencana untuk tetap sendirian sampai lulus?
Ada banyak hal yang terjadi di kepalaku, tetapi gak ada cara untuk menanyakannya secara langsung, apalagi menggunakan psikis untuk hal seperti itu.
Suatu hari, saat aku meratapi jarak yang memisahkan antara aku dan Kinoshita-san.
“Aku butuh bantuan seseorang untuk sesuatu setelah sekolah selesai. Ada yang mau?"
Di akhir dari kelas singkat hari itu, guru wali kelas, Shinoda-sensei, tiba-tiba mulai meminta sukarelawan.
"Aku membutuhkannya untuk mengumpulkan materi untuk kelas Bahasa Jepangku."
Shinoda-sensei adalah seorang guru Bahasa Jepang tampan yang belum berusia 30 tahun dan cukup populer di kalangan gadis-gadis.
Namun, gak ada seorang pun yang berinisiatif untuk membantunya.
"Kalau itu materi Bahasa Jepang, kenapa anggota komite perpustakaan tidak melakukannya?"
Karena gak ada yang berani menjadi sukarelawan, seseorang membuat saran gila.
Aku menghentikan apa yang kulakukan untuk bersiap meninggalkan kelas karena aku adalah anggota komite perpustakaan.
"Ya, itu bagus. Kalau begitu aku akan meminta Fukase untuk melakukannya."
Seakan dia sudah mengambil keputusan, Shinoda-sensei menunjukku, yang merupakan anggota komite perpustakaan, untuk membantunya.
Aku gak bisa mengatakan tidak di saat ini. Kalau aku pulang lebih awal, Sanae akan marah lagi padaku, dan itu bukan cara yang buruk untuk menebus kesalahan karena dimarahi saat upacara pembukaan, bukan?
"Mungkin terlalu banyak pekerjaan untuk satu orang, jadi Kinoshita-san, yang bertugas hari ini, bisa membantumu."
“Hahhhhhh?”
Kata-kata Shinoda-sensei membuatku bereaksi berlebihan.
Yang mengejutkanku, Kinoshita-san sedang bertugas hari ini.
Setelah jeda singkat, Kinoshita-san memberikan jawaban singkat: "Ya." Karena itu permintaan guru wali kelas, kurasa dia gak bisa mengabaikannya seperti yang lain.
Secara tak terduga, aku mendapat kesempatan berduaan dengan Kinoshita-san.
Tunggu bentar. Bukankah ini kesempatan untuk menjernihkan kesalahpahaman?
"Yah, itu saja untuk hari ini. Dua orang yang baru saja aku sebutkan datang ke ruang persiapan Bahasa Jepang nanti.”
Kursi-kursi dipindahkan dan kami memulai kelas sampai akhir hari.
Aku mendekati mejanya dengan ketakutan, meskipun aku belum melakukan apapun dan gak tahu apa yang menantiku.
"Um, Ki......"
Saat aku mau memanggilnya, Kinoshita-san diam-diam berdiri dan meninggalkan ruang kelas.
"Ah, sebentar!"
Aku mengikuti di belakang Kinoshita-san dengan ekspresi menyedihkan di wajahku saat aku gelisah.
♦
"Ini. Satukan mereka, satu per satu, dan rekatkan menjadi satu.”
Di ruang persiapan Bahasa Jepang yang terletak di lantai tiga, Shinoda-sensei memberiku cetakan dalam jumlah besar. Aku menerima lusinan cetakan, yang ditumpuk di kedua tanganku. Cetakannya masih agak hangat, seperti baru saja difotokopi, dan berbau tinta.
“Ruang kelas sebelah terbuka. Ini ambil, gunakan stapler."
Kinoshita-san mengambil stapler guru dan kami berdua memasuki ruang kelas terdekat.
"Aku gak mau melakukan pekerjaan semacam ini dipaksakan padaku tiba-tiba!"
Aku berbicara dengan Kinoshita-san untuk melihat apakah dia sedang dalam suasana hati yang baik saat aku meletakkan cetakan di atas meja di depannya.
"… Kurasa begitu."
Kinoshita-san menjawab dengan pelan, memasukkan isi staples ke stapler tanpa melihat ke arahku sama sekali.
"Ya, itu benar!"
Kali ini dia gak mengabaikanku, dan aku menepuk dadaku sendiri hanya karena dia membalasku, meskipun dia mungkin melakukannya dengan sedikit cuek.
Aku merasakan pencapaian yang luar biasa, seolah aku akhirnya berkomunikasi dengan alien. Sungguh tujuan yang rendah untuk hidupku.
Aku ingin menggunakan momen ini untuk menjernihkan kesalahpahaman tempo hari, tetapi aku malah memutuskan untuk segera bekerja.
"Oke, kalau begitu aku akan menyatukan cetakannya satu per satu, dan kamu bisa mensaplesnya, Setuju?"
"… Baiklah."
Setelah mengatakan itu, Kinoshita-san menjauh dariku dan duduk di belakang kelas.
Tampaknya aura 'Jangan terlalu dekat denganku' yang agak kuat telah berkembang. Jarak ini... Apakah dia benar-benar ingin berada sejauh itu dariku?
"Um ... kenapa kamu gak mendekat aja?"
Aku mengumpulkan cetakannya di depan kelas dan menyerahkannya ke belakang tempat Kinoshita-san berada.
"Tidak, aku baik-baik saja di sini."
Kinoshita-san menekan stapler dengan tangan kirinya.
Gak, ini sama sekali gak keren, kau bertingkah menyebalkan, tahu?
Di mana Kinoshita-san, yang sangat senang berada di kelas yang sama denganku?
Aku berharap dia setidaknya tersenyum hangat padaku. Aku ingin melihat Kinoshita-san tersenyum setidaknya sekali dalam hidupku.
"Apakah kamu gak punya rencana untuk hari ini sepulang sekolah?"
Dalam upaya untuk meringankan suasana, aku mengajukan pertanyaan sambil terus melakukan pekerjaanku. Itu juga merupakan kesempatan sempurna untuk mempelajari lebih jauh tentang Kinoshita-san.
"… Tidak ada yang khusus."
Crak!
"Kamu gak berada di suatu klub, kan?"
"Tidak ada."
Crak!
"Apa kamu sedang mengikuti kelas tambahan dan semacamnya?"
"Hmm."
Crak!
"Lalu bagaimana dengan pekerjaan paruh waktu?"
"......"
Crak!
Akhirnya dia mulai mengabaikanku, dan hanya ada suara stapler keras yang berdentang di keheninan. Alih-alih senyuman ke arahku, yang dia berikan padaku hanyalah tatapan mautnya.
Gak lebih dari ini! Aku menginjak rem, berpikir kalo aku telah melangkah terlalu jauh. Lagipula, aku gak ingin mengalami insiden lagi.
Mengetahui rahasia Kinoshita-san, sulit bagiku untuk menyesuaikan cara berkomunikasi dengannya. Lagipula, dia adalah agen, profesional dalam hal TIDAK terlihat mencurigakan.
Tentu saja, aku tahu dari psikisku kalo dia berpikir aku keren, tetapi kenyataannya, aku gak tahu siapa dia sebenarnya. Aku gak bisa melewatkan kesempatan untuk lebih dekat dengannya.
Sejak saat itu, kami terus bekerja dalam keheningan, dan suasananya gak lagi kondusif untuk lebih mengenal Kinoshita-san atau menjernihkan kesalahpahaman yang kami miliki sebelumnya.
Dalam lingkungan yang canggung itu, pekerjaan itu hampir selesai.
Tiba-tiba, aku merasakan tatapan dari lorong.
"Hmm?"
Sebelum aku menyadarinya, seorang gadis berdiri di luar jendela.
Dia meletakkan tangannya di jendela dan menatap Kinoshita-san.
Apa dia teman Kinoshita-san? Tentu saja bukan. Kurasa dia gak punya teman.
"Kinoshita-san?"
Ketika aku memanggilnya untuk menanyakannya, dia mendongak sambil menstaples.
"Di luar jendela itu..."
Segera setelah aku mulai mengatakan itu.
"Aah! Aku tahu!"
Jendela berderak terbuka dan suara keras datang dari lorong.
"Hya!"
Kinoshita-san, yang sama sekali gak menyadari keberadaan gadis itu, mengeluarkan suara aneh dan menoleh ke arah jendela.
"Onee-chan!"
Gadis misterius itu berteriak melalui jendela ke arah Kinoshita-san.
- - Onee-chan?
"U-Uzuki!"
Kinoshita-san melanjutkan, mengangkat kedua alisnya dan berteriak.
- - Uzuki?
Kejadian yang tiba-tiba itu membuatku panik juga.
Saat melihat kedua gadis itu bergantian dengan tanda tanya besar di atas kepalaku, gadis itu memasuki kelas dengan langkah besar.
Dilihat dari warna pita di seragamnya, dia terlihat seperti murid baru.
Apa gadis itu... adik perempuan Kinoshita-san?
“H-Ho…”
Aku membungkuk sedikit seolah-olah aku adalah teman sekelas, tapi gadis itu berjalan melewatiku dan langsung menuju Kinoshita-san. Dia mengabaikanku dengan mudah.
"Ehh, Onee-chan, apa yang kamu lakukan disini?"
Tampaknya, gadis itu benar-benar adik perempuan Kinoshita-san.
Dia jauh lebih pendek dari Kinoshita-san, dia memiliki rambut cokelat pendek. Mereka adalah saudara perempuan yang tampaknya sangat bertolak belakang satu sama lain.
"Apa yang kamu lakukan di sini? Aku memiliki pekerjaan hari ini."
Kinoshita-san menunjukkan cetakan untuk menunjukkan apa yang dia katakan.
“Tugas kelasmu? Onee-chan? Kamu menolak semuanya ketika kamu masih di SMP, bukan?"
"Kurasa tidak! Setidaknya aku mengerjakan tugas kelasku secara normal."
Saat Kinoshita-san menyangkalnya pipinya yang memerah, adiknya menatapku.
"… Siapa orang itu?"
“Ughh, itu teman sekelasku. Aku tidak bisa menahannya karena guruku memintaku untuk melakukan ini dengannya!"
Aku memberinya senyum ramah seperti teman sekelas, lalu adiknya membalas tersenyum padaku. Respons yang sama sekali berbeda dari Kinoshita-san!
"Seberapa tidak biasanya ini?"
Untuk beberapa alasan, adiknya menatapku dan menganggukkan kepalanya.
“Tapi yang terpenting, Uzuki, kamu…”
"Onee-chan, diam sebentar!"
Dia menyela Kinoshita-san dan langsung menuju ke arahku.
"Oh, um..."
"Halo, aku Uzuki, adik perempuan Yayoi Kinoshita!"
Dia memperkenalkan dirinya lagi dengan tangan berada di belakang pinggangnya.
"U-Uzuki...-chan?"
"Senang bertemu denganmu!"
Dia menundukkan rambut pendeknya yang agak kecokelatan dan memberiku kedipan cepat.
Cara dia tersenyum dengan lesung pipi kecil di pipinya berbeda dari wajah tegang Kinoshita-san.
"Halo, senang bertemu denganmu... Uzuki, kan?"
Aku menjawab sambil menoleh ke belakang, dan kemudian Uzuki-chan menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Aku mengerti, aku mengerti. Kamu suka pecundang ini kan, Onee-chan?”
"Apa yang kamu bicarakan?"
Teriakan amarah Kinoshita-san bergema di seluruh kelas.
Aku melihat Kinoshita-san dan melihat kalo dia lupa menatapku dan malah membeku di tempat dengan wajahnya yang memerah.
"Kamu bercanda. Kan?"
Dia menggoda kakaknya dan memintanya untuk setuju dengannya. Berapa banyak dari lelucon ini sekarang?
Aku terkesan dengan perbedaan antara Kinoshita-san dan adiknya Uzuki Kinoshita.
Gadis kecil itu, yang tiba-tiba masuk ke kelas, sebenarnya adalah adik perempuan Kinoshita-san.
♦
Pekerjaan kami dihentikan oleh gangguan adik Kinoshita-san, dan kami bertiga duduk di kursi kelas.
Untuk beberapa alasan, Uzuki-chan duduk di sebelahku, tersenyum, sementara Kinoshita-san berada jauh, mengistirahatkan sikunya di atas meja, terlihat sedikit kesal.
Jelas kalo kecepatan Kinoshita-san yang biasanya santai telah berubah sejak kedatangan Uzuki.
"Jadi, hubungan seperti apa yang kalian berdua miliki?"
"Kami hanya teman sekelas!"
Kinoshita-san segera menyakinkan.
Sepertinya aku bisa mengupgrade dari “Mob-kun” menjadi “Teman Sekelas” Aku sangat senang!
"Siapa namamu?"
Uzuki menatapku dengan cahanya di matanya, seperti dia ingin tahu tentang sesuatu.
“Namaku, Satsuki Fukase. Kinoshita-san dan aku adalah teman sekelas…”
"Wow, nama kita, itu sama dari kalender lama!"
Yayoi, Uzuki, dan kemudian Satsuki, kami saling menunjuk satu sama lain, senyum kami penuh kebahagiaan.
“Inilah yang kusebut takdir! Bukan begitu!? Apa kamu juga berpikir begitu?"
"Ya, itu benar..."
"Karena Onee-chan! Ini adalah takdir! Takdir!"
Dia dengan senang hati memberitahu kakaknya, tapi Kinoshita-san hanya menoleh dengan cemberut.
"Kalau begitu aku akan memanggilmu Satsuki-senpai! Kamu bisa memanggilku Uzuki!"
Aku tertegun dengan cara bicara Uzuki, dia seperti senapan mesin. Telapak tanganku berkeringat, ketegangan yang berbeda dari saat aku berbicara dengan Kinoshita-san.
“Ngomong-ngomong, Satsuki-senpai. Apa pendapatmu tentang Onee-chan ku?"
"Uzuki! Diam sekarang!"
Dengan keras, stapler itu membentur meja dan jatuh ke lantai.
Itu bukan lagi masalah menyelesaikan kesalahpahaman atau semacamnya.
Dia gak bisa menerima lelucon dari beberapa waktu yang lalu.
"Jangan berani-berani mengatakan itu, bahkan kalo itu lelucon!"
Pipi Uzuki-chan mengembung, dan Kinoshita-san menggertakkan giginya dan sepertinya kepalanya akan meledak.
Apa yang harus kulakukan ketika aku terjebak di antara keduanya? Haruskah aku hanya tersenyum dan mengangguk?
"Kamu baru saja masuk sekolah, jadi kenapa kamu gak pulang?"
"Aku gak peduli tentang itu. Oh, aku akan meminta Satsuki-senpai untuk mengajakku berkeliling sekolah."
"Tentu saja enggak! Kami sibuk, jadi pergilah!"
"Gak, Kinoshita-san. Kamu gak harus memperlakukan adikmu seperti itu …”
"Fukase-kun, diam!"
Bahkan dia menjadi marah, membungkuk, dan mengangkat bahu.
Kinoshita-san dan Uzuki-chan tampaknya memiliki kepribadian yang benar-benar berlawanan, tapi jika dilihat lebih dekat, kau bisa melihat kesamaan di mata mereka. Adiknya, tentu saja, sama cantiknya. Mespi, Uzuki-chan lebih ke definisi imut.
Namun, dia memiliki sikap yang sama sekali gak dimiliki kakaknya.
Aku rasa, jika kau menjumlahkan kepribadian mereka dan membaginya dengan dua, itu akan menjadi kombinasi yang sempurna…
"Jadi, apa yang kalian berdua lakukan bersama?"
Mengambil salah satu cetakan yang ada di atas meja, Uzuki-chan menatap wajahku.
Dia sama sekali gak terpengaruh dengan kemarahan kakaknya. Keberanian dan keterampilan komunikasinya itu patut dipuji.
“Uzuki, kami sedang sibuk. Pulanglah sekarang!" Kinoshita-san mengangkat bahunya dan menunjuk ke arah pintu.
Aku sedikit senang mendengar dia mengatakan "Kami".
“Kamu belum memarahi Onee-chan ku! Nee, Satsuki-senpai?"
"Gak, yahh…"
Ketika aku menjawab dengan setengah tersenyum, aku langsung bertemu dengan tatapan tajam dari Kinoshita-san. Mengapa kau menatapku seperti itu?
Aku terjebak di antara dua saudara Kinoshita, dan emosiku terombang-ambing dari kanan ke kiri dengan kecepatan tinggi seperti metronom.
Aku perlahan menoleh ke Uzuki-chan, merasa sangat gak nyaman.
“Guru memintaku melakukan pekerjaan ini untuknya. Kamu menghalangiku, jadi keluarlah dari sini. Oke?"
Kinoshita-san mengatakannya dengan nada lambat dan dewasa yang sepertinya memaksamu untuk mendengarkan.
"Ehh, itu membosankan! Aku memiliki lebih banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan kepada Satsuki-senpai. Tahu?"
Uzuki, di sisi lain, membuat cemberut kekanak-kanakan dan meminta bantuanku. Dia memiliki wajah yang sangat ekspresif, dan aku gak bisa melihat langsung ke bibirnya yang mengerucut.
"Uzuki! Sudah cukup!"
Meninggalkan nada tenang yang dia gunakan sebelumnya, Kinoshita-san mengabaikannya langsung.
"Oke, oke. Gak perlu bagi para adik kakak untuk bertengkar. Kita semua bisa bergaul di sini…”
“Fukase-kun, bisakah kamu gak ikut campur? Aku menyuruhmu diam, bukan?" Dan dalam sekejap aku melupakan momen ini.
Aku mencoba menangani situasinya, tapi sepertinya aku gak bisa melakukannya. Hal terbaik adalah melakukan apa yang diperintahkan dan diam.
“Kalau begitu, aku akan pulang aja hari ini. Aku gak punya waktu untuk bermain dengan Onee-chan."
Uzuki-chan menjulurkan lidahnya dengan gerakan kecil yang lengket, menunjukkan sedikit perlawanan pada kakaknya.
Ia lega mengetahui kalo dia akhirnya akan pulang.
"Satsuki-senpai, ayo kita bicara lagi suatu hari nanti!"
Mengatakan itu, Uzuki-chan meremas tanganku sambil mengucapkan selamat tinggal.
"... Ackk!"
"Jaga Onee-chan untukku!"
Uzuki-chan tertawa dan mengatakan sesuatu yang sugestif sementara pipinya membentuk lesung pipi yang imut.
"Hei Uzuki! Apa yang kamu lakukan!?"
"Ya, ya, ya! Baiklah kalau begitu selamat tinggal!"
Melambaikan tangannya dengan gerakan kecil, Uzuki berjalan keluar kelas seolah dia melompat-lompat, seperti anak kecil yang bersemangat.
"Hah... Maaf aku punya adik yang keras kepala."
Kinoshita-san menghela nafas berat seolah meminta maaf atas perilaku adiknya, tapi aku lupa membalasnya.
Aku kaget melihat tanganku yang dipegang Uzuki-chan tadi.
Saat itu, aku sedang melakukan psikis dengan Uzuki-chan.
Aku juga harus melakukan pekerjaanku sebagai agen, kalau gak ayah akan marah padaku!
Sekali lagi aku mendengar suara absurd lainnya.
Apa Uzuki juga seorang agen? Apa, Apa ayahmu juga?
"Jangan khawatir tentang apa yang Uzuki katakan. Dia mengatakan hal-hal itu tanpa banyak berpikir.”
Tangan Kinoshita-san berada di atas kepalanya seolah ingin menghapus seluruh rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gangguan Uzuki-chan dari ingatannya.
Tetapi aku gugup tentang hal lain, gak bisa memahami situasi saat ini.
"Ano? Ada apa?"
Kinoshita-san menatapku dari kejauhan, menyipitkan matanya, sambil membuka mulutnya dengan cemberut.
"Oh, bukan apa-apa... Dia adik yang sangat imut."
"Dia gak imut! Ya Tuhan!"
Aku mengatakannya sebagai pujian, tapi Kinoshita-san tampak agak cemberut, pipinya menggembung karena kesal.
Aku gak bisa bahagia dengan ekspresi baru Kinoshita-san.
Apakah Kinoshita-san seorang agen keluarga?
Apa maksudnya, itu bukan seperti pekerjaan paruh waktu atau semacamnya, tetapi bisnis keluarga yang serius?
Alih-alih berduaan dengannya dan menjernihkan kesalahpahaman yang kami miliki, aku malah mengetahui rahasia Kinoshita-san yang lain.