Ads 728x90

Kobito Ijou no Koto wo Volume 1 Chapter 1

Posted by Chova, Released on

Option

Chapter 1 - Minase.

Aku ingat ketika aku masih kecil aku selalu ingin menjadi seorang dewasa, tapi sekarang aku, ternyata sangat membosankan dan rumit.

Singkatnya, aku tidak bangga menjadi orang dewasa.

Aku berpendapat bahwa orang dewasa adalah bentuk evolusi dari anak-anak, di mana semua statistiknya secara keseluruhan akan meningkat, tetapi itu tidak benar sama sekali. Sekarang aku pikir hal terbaik adalah menjadi anak-anak, karena kau dapat menolak melakukan hal-hal yang tidak bau sukai, karena kau tidak menetapkan tujuan atau keputusan, karena kau tidak harus memenuhi harapan dari orang lain.

Hal yang sama berlaku untuk berteman.

Andai saja aku murni dan polos seperti anak-anak, mungkin hubungan ku dengannya akan lebih sehat.

Aku bisa menjadi seseorang yang merasa bangga dan dengan itu kami bisa membangun hubungan yang indah di mana kami berdua akan menjaga jarak yang tepat dan mengeluh tentang bos kami, bermain game bersama, dan menonton film yang ingin kami tonton berdua.

Lalu kita bisa menikah, hidup bahagia dan saling mencintai selamanya.

Bagaimana aku berharap memiliki hubungan seperti itu dengannya.

♦♦♦

Jika aku tidak terburu-buru, aku tidak akan bisa mendapatkan apa pun untuk makan siang.

Dengan mengingat hal itu, aku mulai membeli makan siangku, setidaknya seminggu sekali di foodstand.

Di gedung tempat perusahaan tempatku bekerja, beberapa foodstand diatur dengan benar untuk makan siang, yaitu pada siang hari, dan karena beberapa perusahaan beroperasi di gedung yang sama, pakaian orang-orang yang mengantri ke toko makan beragam.

Di barisan, beberapa orang mengenakan pakaian olahraga dua potong yang terlalu ketat. Sekilas, orang mungkin mengira itu adalah kebijakan pelecehan dari perusahaan olahraga tempat mereka bekerja. Di sisi lain, orang lain mengenakan pakaian elegan, seolah-olah mereka akan pergi ke restoran untuk makan siang.

Jika kau melihat-lihat, jelas orang-orang terakhir di barisan itu milik perusahaan yang sama, karena pada kartu kerja yang digantung di leher mereka, mereka memiliki logo perusahaan yang sama.

Aku juga berada dalam situasi yang sama, namun, alih-alih pergi ke restoran, aku terlihat seperti pergi 'Hanya ke toko kecil'.

Saat aku berdiri di ujung barisan dengan wajah bersemangat karena akan mencicipi sepiring daging sapi panggang dan nasi, aku merasakan seseorang mendekat dari belakangku. Mungkin itu seorang wanita.

Keingintahuan membuatku membalikkan tubuhku sedikit untuk bisa melihat siapa itu, dan kemudian kulitku merinding dan jantungku hampir berhenti ketika aku menyadari siapa dia. 

"Minase?"

"Eh? Fu-fuyu-kun?”

[LN] Kobito Ijou no Koto wo, Kanojo ja Nai Kimi to Volume 1 Chapter 1

Aku melihat kembali ponselku dan mengangkat wajahku, tapi Minase masih berdiri di sana.

Dia juga terkejut melihatku, begitu lama hingga kami berdua langsung melihat kartu kerja masing-masing.

Logo perusahaan konsultan arsitektur tercetak di kartu kerja Minase. Itu adalah perusahaan yang sama yang aku dengar pada pertemuan terakhir yang aku hadiri dengan teman-teman klub kampusku sebelum aku lulus. 

"Jadi... perusahaan tempatmu bekerja juga berlokasi di gedung ini, Minase."

“Kamu juga Fuyu-kun? Aku bahkan tidak menyadarinya."

“Kami pindah ke gedung ini bulan April.”

"Ahh! Sekarang aku mengerti mengapa jumlah orang yang berpakaian santai meningkat dari bulan lalu!"

Meskipun dia tidak senang melihatku lagi, Minase menunjukkan senyum tulus di wajahnya. Perasaan nostalgia menyerbu tubuhku, keinginan untuk menangis mengambil alihku dan jelas senyum halus muncul di wajahku.

Minase mengenakan blus dan di atasnya ada rompi kotak-kotak, juga rok. Rambut cokelatnya diikat dengan karet gelang, juga, riasan yang dia kenakan memberi kesan lebih lembut dari sebelumnya.

Dan ketika aku menghargainya, giliranku untuk memesan makan siangku datang, jadi aku memutuskan untuk mengundangnya makan siang.

"Mau makan siang denganku? Bagaimana kalau kita pergi ke bangku di sana?”

"Oh, maaf, aku sudah membuat janji makan siang dengan rekan kerja ..."

Lalu, dia mengarahkan pandangannya ke toko makan yang ada di sebelah kami. Sepertinya rekan kerjanya ada di barisan itu.

Agar tidak menunjukkan betapa kecewanya perasaanku, aku mencoba memaksakan senyum yang berarti aku mengerti situasinya, tapi Minase memberitahuku.

“Tapi karena sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kalau kita pergi minum? Apakah kamu bebas hari ini?"

Segera setelah aku mendengar ajakannya yang tak terduga, aku menjawab dengan: 'Tentu, ayo pergi!', namun, tepat saat dia akan pergi makan siang.

"Ah, tapi sekarang aku ingat... hari ini aku harus bekerja lembur. Bagaimana kalau kita pergi lain hari?"

"Baiklah, kalau begitu----“

Dan tentunya, aku berjanji untuk pergi minum dengan Minase.

Lalu, kami berpisah untuk pergi makan siang masing-masing.

Aku sangat senang bahkan ketika Minase melambaikan tangannya untuk mengucapkan selamat tinggal, aku masih tetap tersenyum.

Di dalam lift, banyak perasaan yang bercampur dalam tubuhku, seperti senang dan terkejut hingga akhirnya aku tenang.

Memahami semua ini, aku rasa tidak benar berpakaian seolah-olah aku akan membeli di toko serba ada jika aku akan pergi minum dengan mantan pacarku.

♦♦♦

Aku, Fuyu Yamase mengakhiri hubunganku dengan Minase Ito tiga tahun lalu.

Itu sedikit sebelum musim panas tahun keempatku saat kuliah.

Kami adalah teman sekelas yang juga bagian dari klub penelitian fiksi ilmiah dan telah berpacaran selama tiga tahun sejak musim panas tahun pertamaku di kampus.

Minase adalah simbol hari-hari kebahagiaanku di kampus, dan terlebih lagi, dia juga orang yang aku sukai karena dia adalah cinta terindah dan murni dalam hidupku.

Namun, setelah beberapa saat, kami mati-matian mencari pekerjaan sesuai dengan profesi kami yang berbeda dan ketika kami mendapatkannya jadwal kami hampir tidak memungkinkan kami untuk bertemu satu sama lain dan begutulah kami akhirnya kelelahan, jadi kami akhirnya kami putus. Namun, aku tidak pernah membenci Minase atas semua yang terjadi, sebaliknya, untuk mencegah hal-hal menjadi lebih buruk, aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami.

Jadi, reuni ajaib ini membuatku sangat bahagia dan karena aku tidak melihat Minase merasa tidak nyaman, aku harus berasumsi bahwa dia juga menganggap reuni kami luar biasa. 

Sudah tiga tahun sejak Minase dan aku belum pergi minum sendirian.

Kami berdua berusia dua puluh empat tahun dan sekarang kami semua sudah dewasa, jadi harapan untuk pertemuan ini terlalu tinggi.

Meski sejujurnya, aku tidak bisa menyingkirkan motif tersembunyiku.

Tapi tidak ada yang aneh tentang beberapa mantan pacar yang pergi minum, jadi tidak apa-apa untuk memiliki ekspektasi pada pertemuan tersebut.

Dan lalu, aku menunggu Minase di depan stasiun sambil menyembunyikan keinginanku sementara itu celanaku berusaha menyembunyikannya.

"Maaf sudah membuatmu menungguku, Fuyu-kun!"

Minase muncul di tengah kerumunan mengenakan sweater rajutan tangan putih dengan rok cokelat. Tak perlu dikatakan, cara dia berpakaian dan warna yang dia pakai jauh lebih dewasa daripada saat kami berkencan.

“Oh, jadi ayo kita pergi ke restoran ikan. Aku harus berasumsi bahwa sake mereka enak, bukan?"

"Aku rasa itu akan memenuhi harapanmu."

“Tolong biarlah begitu Yamase-kun. Aku memiliki ekspektasi yang tinggi padamu."

"Apa kamu tidak tahu siapa aku?"

Mungkin karena ini Jumat malam atau dia masih suka minum, tapi sepertinya Minase sedang bersenang-senang.

Sekarang, jika kita mengesampingkan pakaian dewasa yang dia kenakan, yah, cara bicaranya tidak berubah sama sekali, namun, aku harus menunjukkan kepadanya bahwa aku telah berubah.

Untuk saat ini, aku sudah memesan tempat di restoran paling tenang dan terbaik yang bisa aku temui, tetapi berbeda dengan itu, kepalaku berada di awan dan tubuhku sangat gugup bahkan aku terkejut.

"Hmm! Enak sekali!"

Minase telah menggigit daging dan segera senyum muncul di wajahnya, lalu dia mengangkat gelas sakenya.

Kami berada di sebuah restoran Jepang di mana kau dapat menikmati ikan segar yang enak disertai dengan sake. Di sisi lain, meskipun semua kursi sudah penuh, tidak ada yang mengeluh tentang kebisingan yang dibuat oleh para pengunjung, karena semua orang cukup menikmati sake pada Jumat malam.

“Kamu tahu restoran ini? Apakah kamu datang dengan staf perusahaanmu ke tempat ini?

"Itu benar, aku datang dengan orang-orang dari perusahaan... tapi, lihat, sekarang kamu tahu tempat ini."

Pertanyaan itu sangat mudah dijawab karena jika aku tidak datang dengan seseorang dari perusahaan, lalu siapa lagi?

Meskipun ada saat ketika aku datang dengan seorang gadis yang aku temui melalui aplikasi kencan, tetapi tidak perlu mengatakan padanya. Aku ingin tahu apakah gadis itu, yang nama belakangnya bahkan tidak aku ketahui dan kehilangan kontak dengannya, setelah dia membayar semua makanan mahal yang dia makan malam itu, dia baik-baik saja dalam hidupnya. 

Ahh, hari itu aku adalah seorang idiot.

“Bagaimana perusahaanmu? Apa yang kamu lakukan sekarang?"

"Aku asisten manajer dari sebuah game baru."

Setelah mengungkap tentang game, Minase berkata dengan suara bersemangat 'Wow!'

“Aku pernah mendengarnya! Itu muncul di iklan TV, Sungguh luar biasa!

“Yah, tidak juga, karena sebagai asisten aku harus berkoordinasi dengan semua orang. Itu benar-benar sesuatu…”

Kenapa aku menceritakan kisah yang menyedihkan seperti itu padanya?

Tidak ada yang menarik untuk dikeluhkan tentang pekerjaanku, jadi lebih baik aku tutup mulut dan mengganti topik pembicaraan.

"Tapi yang lebih penting dari itu, apakah kamu pernah melihat orang-orang dari klub lagi?" 

"Ya, sering. Terkadang aku bertemu dengan Omii dan Harukucho.”

 "Oh, jadi hubungan ketiga gadis itu tidak berubah."

“Bukan begitu. Apa yang terjadi adalah kami jarang bertemu satu sama lain karena kita semua rukun dengan pacar kita.”

Pacar! 

Aku mencoba untuk tetap tenang saat kata khusus itu keluar dari mulutnya, tapi tiba-tiba Minase mulai berbicara lebih cepat.

“Dan kamu, Fuyu-kun? Apa kamu pernah bertemu seseorang dari klub?” Dia melakukannya lagi.

Dia menyentuh topik itu lagi.

Kenapa dia melakukannya?

"Kami jarang bertemu... tapi setiap tahun Uchida-san, Ueki-san, dan Yamada-san berkumpul dan melakukan perjalanan."

"Wow! Terdengar menyenangkan! Betapa indahnya!" Aku tidak peduli dengan topik pembicaraan ini.

"Berbicara tentang Yamada-kun."

Aku tidak tertarik untuk mengetahui apapun tentang Yamada.

Aku melihat bahwa sekarang kau punya pacar dan kau merasa bahagia karena itu, bukan?

Berapa banyak orang yang kau kencani sejak kita putus?

Aku ingin menyentuh topik itu, tetapi aku tidak dapat menemukan cara untuk melakukannya.

Tidak, hal terakhir yang aku katakan terdengar buruk.

Apa kau mengajakku keluar hanya karena kau punya waktu luang malam ini?

Yah, jika dia hanya menganggapku sebagai teman, itu mungkin tidak masalah.

Tidak, tidak, tidak, aku tidak bisa hanya berteman, karena aku mantan pacarnya.

Tidak, tidak, tidak, jika aku lengah, dia mungkin menangkapku dalam 'hanya hubungan fisik' yang terkadang digunakan wanita.

Pikiran yang didorong oleh naluri rendahku berputar-putar di kepalaku.

Aku menemukan diriku terganggu dan tidak bisa mengatakan sepatah katapun.

Aku merasa seperti terjebak di dalam angin puyuh yang tidak dapat dihentikan dan mataku sangat merah sehingga aku mencoba mencari cara untuk mengembalikannya menjadi normal.

Hingga, rasa sakit yang tajam menghantamku secara tak terduga.

"Ah!"

"Ada apa, Fuyu-kun?"

"Maaf, maaf, bukan apa-apa, hanya saja akhir-akhir ini aku merasakan sakit yang hebat di belakang mataku."

Rasa sakit itu menjalar dari mata ke otakku dan ini karena aku melihat layar monitor komputer setiap hari.

Ini telah terjadi beberapa kali dalam seminggu terakhir, tetapi itu tidak menggangguku sampai sekarang, namun, mendengar apa yang aku katakan, Minase bereaksi secara tidak terduga.

"Apakah kamu baik-baik saja? Itu karena matamu kelesahan, apakah kamu mengistirahatkan matamu dengan benar?”

 "Jangan khawatir, itu akan berlalu. Biasanya hilang ketika aku tidur."

“Tapi bukankah berbahaya jika rasa sakitnya terus menerus? Ambil ini".

Dengan tatapan cemas, Minase memberiku masker penghangat sekali pakai untuk mataku.

Aku terkejut bahwa dia jauh lebih khawatir daripada yang aku kira, namun, ketika itu terjadi, aku tiba-tiba teringat sesuatu.

Apa? Apakah Minase seperti ini saat kami berkencan?

Apa yang paling dia nikmati saat kami berkencan?

Aku memiliki banyak kenangan khusus dengannya, tetapi tiba-tiba, satu-satunya hal yang aku ingat saat ini adalah percakapan tidak berarti yang kami lakukan saat mengobrol di telepon.

Tapi sekarang, kami memiliki percakapan yang benar dan menyenangkan.

Tanpa diragukan lagi, aku suka sisi Minase ini.

Juga, aku baru ingat bahwa pada suatu kesempatan, alih-alih memberiku satu Financiers, pada akhirnya dia memberiku tiga, meskipun aku tidak begitu yakin itu terjadi.

Meski begitu, yang penting pertemuan kami saja sudah memunculkan berbagai topik pembicaraan antara dia dan aku.

Selain itu, kisah hubungan bahagia kami yang berlangsung selama tiga tahun terdiri dari percakapan santai antara kami berdua.

Tapi kenapa aku jadi bersemangat sekarang? 

Mengapa hanya aku yang memiliki jantung berdebar kencang?

Aku pasti telah membuat serangkaian kesalahan sejak kami bertemu lagi, jadi aku harus berubah. 

"Ada banyak kasus di mana penyebab kelelahan mata adalah hasil dari stres."

"Benarkah?"

"Ya, dan itu membuatku khawatir. Kamu tahu betul bahwa kita sudah lama tidak bertemu. Apakah kamu benar-benar beristirahat, Fuyu-kun…?”

"Apakah kamu benar-benar khawatir?"

"Tentu saja. Itu sebabnya aku bertanya-tanya apakah kamu baik-baik saja, selain itu, penting juga untuk memiliki seseorang yang dapat kamu keluhkan dan dengan begitu kamu melepaskan stres.”

Jika dia begitu peduli satu sama lain, tetapi bagaimana jika itu disalahartikan sebagai lelucin?

Namun, saat aku melihat wajah khawatir Minase, tiba-tiba aku tidak bisa membantahnya.

Apalagi, sejak kami bertemu lagi, Minase selalu memiliki ekspresi khawatir di wajahnya.

Karena, menyadari hal itu, kakiku langsung menyentuh tanah, dan setelah sekian lama aku merasa sangat malu.

Apa yang sedang terjadi?

Kenapa dia bertingkah seperti itu?

Apa yang dia cari?

Apa yang aku pikirkan tentang mantan pacarku, yang mengkhawatirkanku?

Memalukan! Aku ingin bunuh diri sekarang!

“Ada apa, Fuyu-kun? Apa masih sakit?"

"Jangan khawatir. Mataku terasa lebih baik. Aku hanya... Aku sedikit bahagia."

Meskipun aku malu, aku merasakan perasaan bahagia yang tak terlukiskan.

Minase selalu sangat peka terhadap emosi orang lain, karena dia bahkan bisa merasakan sakit yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.

Seperti biasa, Minase sangat baik.

Meskipun, aku akan merasa jauh lebih baik jika dia mengatakan kepadaku bahwa ‘Aku tidak punya pacar'.

“Kehidupan seperti apa yang kamu jalani… jika kamu merasa bahagia hanya untuk diperlakukan dengan sedikit kebaikan?”

Minase merasa malu dengan menjawabku dengan bercanda.

“Bukan itu Minase. Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya… tapi aku hanya tahu bahwa aku senang bisa berbicara denganmu”.

"Mou, jangan mengatakan hal-hal aneh."

"Berbicara denganmu seperti mendapatkan angka tujuh dalam permainan kartu."

"Apa? Bagaimana jika kamu mengeluarkan tujuh? Aku sembilan wajik!”

“Aku tidak lupa bahwa lima tahun lalu kita diam-diam pergi ke 'Pameran Makhluk Menjijikkan' sendirian. Yah, meskipun aku menerimanya karena aku ingin berkencan denganmu.”

“Dan begitulah! Itu sebabnya aku bukan sembilan wajikmu!! Maksudku, kamu selalu menceritakan kisah itu!!”

Tepat ketika suara kami akan naik sedikit lebih tinggi, kami berdua saling menatap dan menjadi tenang seolah-olah kami setuju untuk itu dan pada akhirnya, kami akhirnya tertawa satu sama lain untuk menenangkan suara kami.

“Lalu bagaimana denganmu, Fuyu-kun? Apakah ada alasan mengapa kamu merasa seperti ini?

"Ya, seperti yang aku katakan sebelumnya. Menjadi asisten sutradara dari game itu terasa seperti aku tidur di ranjang jarum… dengan kata lain, aku adalah karung tinju semua orang.”

"Ahhh... tetapi kalau kamu merasa seperti itu, kamu tidak akan bertahan, kan?"

"Memang benar apa yang kamu katakan. Tim manajemen dan tim desain hanya memikirkan diri mereka sendiri. Di sisi lain, atasanku sibuk dengan proyek baru sambil berpura-pura tidak melihatku. Rabu lalu, setelah bertemu denganku lagi, sutradara memberitahuku: 'Senang memilikimu sebagai asisten'…” 

"Auch, sekarang aku mengerti kenapa beberapa waktu yang lalu sepertinya kamu akan mati." Setelah itu, keluhanku tentang pekerjaan terus mengalir seperti bendungan yang jebol.

Sudah cukup lama sejak kami bertemu lagi, meskipun kami menghadapi ikan yang lezat dan sake yang enak, aku hanya mengeluh tentang pekerjaankku.

Ini seharusnya tidak terjadi.

Namun, Minase bersikap baik saat dia mendengarkanku dengan penuh perhatian. Dia bersimpati padaku dan terkadang mengatakan satu atau dua hal yang baik, menciptakan suasana yang memudahkanku untuk mengungkapkan keluhanku.

Jadi, saat dia membuatku merasa nyaman, aku lupa menanyakan apakah dia masih berkencan dengan pacarnya.

Tapi aku jadi berpikir bahwa hubungan seperti ini yang Minase dan aku miliki saat ini, mungkin yang terbaik.

Anehnya aku tidak lagi peduli apakah aku tampak hebat atau tidak di depannya.

Mantan pacar, mantan pacar, hal terbaik adalah kami memiliki persahabatan di mana kami dapat mengatakan semua yang kami inginkan tanpa takut menyembunyikan sesuatu.

Mengeluh tentang atasan kami, bermain game bersama, dan menonton film yang ingin kami berdua tonton.

Lalu kita bisa menikah, hidup bahagia dan saling mencintai selamanya.

Itu adalah hubungan yang selalu aku impikan dengan Minase.

Tiba-tiba aku terbangun dan ketika aku membuka mataku bisa melihat langit-langit yang sudah tidak asing lagi, di tempat tidur yang nyaman ditemani bantal lembut.

Meskipun aku sadar kembali, aku merasa agak tidak nyaman.

Saat aku berbalik, aku melihat tubuh yang ada di sebelahku bernapas dengan lembut.

Seperti dulu, Minase ditutupi oleh seprai. Kakinya, lehernya, dan payudaranya, yang menonjol dari seprai, begitu putih sehingga seolah-olah akan pecah jika disentuh sedikit saja.

"Ah!"

Segera setelah aku menyaksikan pemandangan seperti itu, bagian belakang mataku menderita sakit yang luar biasa.

Rasa sakit itu terasa seperti ditusuk, begitu sakit hingga perasaan itu muncul di otakku.

"Ahhh..."

Minase juga bangun dan segera menutupi payudaranya dengan seprai dan perlahan melihat sekeliling untuk memastikan apa yang terjadi. Kemudian dia membuat wajah seolah berkata:

'Oh, Astaga'.

Lalu aku memegangi kepalaku dan kemudian membenamkan wajahku ke bantal.

Aku tidak bisa lagi melihat wajah Minase, apalagi menghadapi kenyataan.

Namun, aku berbisik dengan suara rendah agar tidak terdengar olehnya.

“Kenapa aku melakukan hal bodoh ini…?”

Perasaan yang datang dari lubuk hatiku adalah penyesalan yang begitu menyedihkan sehingga aku ingin mati sekarang.

Aku yakin Minase dan aku, ini adalah pagi terburuk yang pernah ada.

Komentar

Options

Not work with dark mode
Reset