♠
Di malam hari.
Setelah pesta gyoza yang menyenangkan dan menyenangkan di
antara kami berdua …
"... Fuh."
Aku sendirian di bak mandi.
Ayako-san mengatakan bahwa dia memiliki sesuatu untuk
dilakukan dan menyarankan agar aku pergi mandi dulu, jadi aku menerima
tawarannya dan sekarang menikmati mandi yang nyaman.
Semua masalah yang berkaitan dengan Arisa telah diselesaikan
sepenuhnya dan aku akhirnya memiliki pikiran yang jernih ...
Meskipun itu tidak sepenuhnya benar.
Lebih tepatnya, justru sebaliknya.
Aku bingung.
Aku menderita dengan kekhawatiranku.
Sekarang setelah satu masalah sudah terpecahkan, aku bisa
melihat dengan sangat jelas masalah lain yang sudah aku hindari selama belakangan
ini.
"... Aku ingin tahu apakah sudah waktunya."
Apa yang membuatku khawatir ... yah ... ada hubungannya
dengan hubungan fisik kami.
Apakah tidak apa-apa untuk mengatakannya lebih awal?
Apakah tidak apa-apa untuk memintanya lebih awal?
Aku sudah menderita karena hal-hal itu.
Sejujurnya, aku sudah banyak menderita sejak kami mulai
hidup bersama.
Berbagai aspek yang kulihat dari Ayako-san saat tinggal
bersamanya begitu menarik dan erotis sampai-sampai aku merasa seperti binatang
yang sedang kepanasan.
Aku sangat ingin memeluknya dan menjadi intim.
Aku ingin menjadi satu dengan kekasihku.
Aku sudah memiliki keinginan itu dari waktu yang lama.
“… Argh, sial. kenapa aku harus mengatakan itu?"
Pada malam pertama kami hidup bersama, aku mengatakan bahwa
aku akan menunggu sampai hati Ayako-san siap.
Aku tidak menyesali apa yang aku katakan. Kata-kata
yang ku ucapkan malam itu bukanlah kebohongan dan, yang terpenting, aku tidak
berniat memaksanya ketika dia terlihat sangat ketakutan.
Tapi berkat itu ... Aku merasa hanya membuatnya lebih sulit.
Ya, aku sudah mengacaukannya.
Setelah mengatakan hal seperti itu ... Aku tidak akan bisa
mendekatinya seperti itu untuk sementara waktu. Jika aku mencoba bergerak,
dia pasti akan berkata, “Huh? Terlepas dari semua hal hebat yang kamu
katakan, pada akhirnya itu hanya omong kosong?"
Berkat itu, sejak hari pertama hidup bersama, hari-hari
pengendalian diriku dimulai.
Ketika dia keluar setelah mandi, penampilannya dengan
piyamanya, ketika aku secara tidak sengaja melihatnya mengganti pakaiannya dan menyelinap
masuk … Aku sudah berjuang dengan banyak godaan. Bahkan di depan tubuh
yang begitu indah sehingga mengeluarkan aroma yang membuatku terengah-engah, aku
harus menelan hasrat membaraku yang terkabar bersama dengan air liurku.
Kemudian, aku bertemu Arisa lagi di magang dan aku tidak
lagi memeliki waktu untuk memikirkannya, tetapi sekarang setelah masalahnya
sudah selesai, aku harus menghadapinya lagi.
Atau lebih tepatnya.
Aku sudah berpikir untuk mengubah cara berpikirku sedikit
setelah insiden dengan Arisa.
"......"
Ayako-san sendiri yang mengatakannya begitu.
Bukan untuk menekanku.
Dia ingin lebih dimanjakan.
Aku merasa bahwa kali ini semuanya berubah menjadi sangat
berliku-liku karena aku sangat berhati-hati. Kupikir aku harus memperbaiki
kebiasaan burukku menjadi lebih sederhana dan berhati-hati daripada yang
diperlukan dan menahan diri dari menempatkan Ayako-san di altar.
Tapi.
Sekarang aku memikirkannya, aku bertanya-tanya apakah itu
karena pengendalian diri yang aku paksakan pada diriku sendiri untuk melakukan
itu aku menjauhkan tanganku dari Ayako-san.
Aku ingin merawatnya karena dia adalah wanita paling penting
di dunia bagiku.
Aku tidak ingin menghancurkannya.
Aku ingin jujur.
Tidak ada kebohongan dalam perasaan ini.
Tapi pada akhirnya ... apakah itu karena pengendalian diriku
juga?
Itu karena aku begitu perhatian padanya, apakah itu hanya untku
kepuasan diri?
Mungkin Ayako-san juga ingin segera melakukannya ...
"Tidak, tidak mungkin. Itu tidak mungkin … kan?”
Tidak mungkin, Ayako-san tidak mungkin ... Tidak, tetapi
bahkan wanita memiliki hasrat seksual dan aku mendengar bahwa wanita mencapai
puncak hasrat tertinggi di usia 30-an ke atas.
Sekarang setelah aku memikirkannya, hari ini … dia tidak
memasukkan bawang putih ke dalam gyoza.
Dia bilang itu tidak perlu.
Jangan bilang dia yang melakukannya … memikirkan tentang bau
mulut untuk mengantisipasi hal seperti itu mungkin bisa terjadi …
"... Argh, aku tidak tahu."
Aku tidak tahu. Aku tidak mengerti sama sekali. Aku
tidak memiliki cukup pengalaman dalam cinta untuk memahami hati wanita. Itu
terlalu sulit untuk seorang perjaka sepertiku.
Pikiranku yang menyiksa membawaku ke jalan buntu dan aku
memutuskan untuk keluar dari bak mandi untuk saat ini. Jika aku diam lebih
lama, aku akan pusing.
Aku duduk di bangku dan mulai membasuh tubuhku lalu
tiba-tiba aku mendengar suara.
Di balik pintu bak mandi geser, aku mendengar pintu kamar
mandi terbuka dan tertutup. Aku berbalik dan bisa melihat bayangan
Ayako-san yang samar-samar di balik kaca buram.
Dia sepertinya sudah memasuki kamar mandi.
Apakah dia kesini untuk mencari sesuatu?
Namun, Ayako-san tidak bergerak dari tempat itu untuk
sementara waktu.
Saat aku memperhatikannya, bertanya-tanya apa yang sedang
terjadi, dia akhirnya mulai bergerak. Hanya dari bayangannya, aku tidak bisa
tahu apa yang dia lakukan.
Kurasa tidak sopan untuk menatap terlalu banyak, jadi aku
berbalik dan mengambil sampo. Aku biasanya mencuci kepalaku terlebuh
dahulu.
"Ta-ta-kun ..."
Tepat sebelum mennekan sampo, Ayako-san memanggilku dari
sisi lain kaca buram.
"Ada apa?" Aku bertanya.
Dan kemudian, dengan suara bernada tinggi yang memancarkan
kegugupan dan rasa malu, tetapi juga kejelasan, dia menjawab:
"Bi-bisakah aku bergabung denganmu?"
Aku tidak mengerti maksud dari kata-katanya.
Aku berpikir aku salah mendengar.
Karena … Itu mustahil bagi Ayako-san untuk mengatakan hal
seperti itu.
Bergabung denganku?
Tidak mungkin baginya untuk mengatakan sesuatu seperti
sesuatu yang keluar dari mimpi.
"Eh? E-ehhh? Itu, sekarang, apa yang kamu ...
"
"... Aku masuk," kata Ayako-san, tidak menunggu
jawabanku.
Dan kemudian, kali ini pintu geser ke bak mandi terbuka.
Dan aku terkejut.
"......"
Ayako-san sudah melepas pakaiannya.
Tapi dia tidak sepenuhnya telanjang.
Dia sudah membungkus handuk mandi di sekujur tubuhnya,
menyembunyikan bagian pribadinya dengan benar.
Namun, tubuhnya yang mempesona tidak kehilangan kekuatan
penghancurnya bahkan ketika disembunyikan dengan sepotong kain
tipis. Payudaranya yang besar masih tetap besar bahkan ketika dibungkus
dengan handuk mandi dan, pada kenyataannya, dengan cara itu, belahan dadanya
yang dalam semakin menonjol. Pinggangnya yang sempit dan bokongnya yang
menonjol membentuk lekukan sensual dan paha putih yang indah terbentang dari
bawah handuk.
"Tunggu... A-apa yang kamu lakukan, Ayako-san ...?!" teriakku,
cepat-cepat berbalik di bangku.
Kurasa akan buruk untuk menatap tubuhnya yang tertutup
handuk terus menerus ... dan yang lebih penting, aku sekarang
telanjang. Aku tidak bisa membiarkan dia melihat bagian depan tubuhku.
Tapi aku segera menyadarinya.
Ini adalah kamar mandi dengan cermin di depan.
Uap membuatnya sedikit sulit untuk melihat, tapi aku masih
bisa melihat wajahnya dengan jelas.
"A-aku berpikir untuk membasuh punggungmu."
"Membasuh punggungku ...?"
"Aku tidak bisa memakai kostum kelinci, tapi kamu belum
pernah mengalami layanan semacam ini, kan?"
Wajahnya ketika dia mengatakan itu sangat merah sehingga
terlihat jelas bahkan melalui cermin. Dia sepertinya berusaha mati-matian
untuk mempertahankan ketenangannya, tapi aku bertanya-tanya berapa banyak rasa
malu yang telah dia tekan untuk berada di sini sekarang.
Kurasa dia sangat malu.
Namun, jauh di dalam matanya yang basah karena ketegangan,
aku melihat cahaya yang kuat.
Sebuah cahaya tekad, seolah-olah dia sudah memutuskan
sesuatu ...
"... Aku tidak akan lari lagi," kata
Ayako-san. “Aku tidak akan lari atau ragu-ragu. Aku akan memastikan aku
mengatakan dengan benar apa yang ingin aku lakukan dan apa yang aku ingin kamu
lakukan, bukan hanya menebaknya. Bahkan jika itu adlah sesuatu yang sulit …
aku akan mencoba melakukan sesuatu tentang hal itu.”
Setelah bergumam pada dirinya sendiri, dia perlahan
mendekat.
Dan dia duduk tepat di belakangku.
"Ta-kun."
Dia berbisik di telingaku dan tulang belakangku bergidik.
Suaranya tegang dan kaku, tetapi dengan sentuhan riang dan
genit.
"... Hatiku sudah siap."
Kurasa otakku akan meleleh. Hatiku akan meledak.
Aku tidak akan melakukan apapun sampai hatimu siap.
Pernyataan egoisku, yang sepertinya merupakan kebingungan
antara kebaikan dan pengecut, baru saja dijawab dengan tegas olehnya.
Dia menekan rasa malunya dan membuat perasaannya dengan jelas.
Di belakangku, yang tertegun, dia mengambil sabun mandi, menekannya
beberapa kali, lalu mencampurnya di tangannya sampai berbusa.
Dan begitulah, malam panjang kami pun dimulai.